[13] Jealous (2)

1.8K 160 10
                                    

"Sudah pintar ya membuatku bodoh" ujar Mark seraya membalas pelukan Dahyun dengan erat.

Dahyun hanya terkikik merasa menang. Mark menggesek dagunya ke kepala Dahyun, membuat gadis itu geli dan tertawa keras.
_
_
_
_
Dahyun memandangi dirinya dari pantulan kaca yang ada di hadapannya sekarang. Senyumnya tak lekas hilang melihat dirinya yang tampak begitu cantik. Gaun putih yang pernah ia kenakan saat pertama kali bertemu dengan Mark, pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta. Sekali lagi, ia memutar tubuhnya.

"Kau siap?"

Bisikan halus itu pas mengenai telinganya. Ia tersenyum malu saat mendapati pria yang baru saja ia pikirkan kini sedang memeluk pinggangnya dari belakang.

"Apa kau yakin memakai gaun itu?"

Dahyun mengangguk, ia menatap Mark dari pantulan kaca panjang itu. "Tentu. Memangnya kenapa? Apa aku tak cantik?"

Mark menggeleng kuat. "Tidak, kau begitu sangat cantik di mataku, dan selalu. Tapi—"

Dahyun menunggu ucapan Mark. "Gaun itu nanti akan kotor karena darah hewan" lanjut Mark.

Dahyun mengerucutkan bibirnya. "Lalu aku harus memakai apa? Baju ku begitu sedikit di bawa Sana unnie" rengek Dahyun.

Mark mengelus kepala Dahyun, lalu menciumnya. Inilah yang ia sukai, sifat Dahyun yang manja membuatnya tak tahan.

"Ikuti aku."

Dahyun hanya menurut membiarkan Mark menarik tangannya ntah kemana.

Langkah Dahyun terhenti saat Mark berhenti tiba-tiba.

"Jihyo-ya... apa kau memiliki pakaian untuk dia?" tanya Mark pada gadis vampire yang sedang duduk menonton TV di ruangan TV itu.

Jihyo menoleh pada Mark. "Ada. Jakkaman, aku akan mengambilnya di kamar Jinyoung oppa" gadis itu langsung berlari menaiki tangga satu persatu.

Tak berapa lama, Jihyo kembali membawa sepasang pakaian berwarna biru laut. "Ini oppa" ia memberikannya pada Mark.

"Gomawo. Kau bisa menonton kembali"

Jihyo mengangguk dan pergi kembali ke ruangan TV itu.

"Pakai sekarang" Mark memberikan sepasang pakaian biru laut itu pada Dahyun.

Dahyun awalnya ragu mengambil sepasang pakaian itu, tapi tangannya di tarik paksa Mark untuk mengambil pakaian itu. Mau tidak mau, dia berlari ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.

Mark masih setia berdiri di depan kamar mandi itu menunggu Dahyun keluar.

Dahyun yang berada di kamar mandi itu merasa sesak. Tubuhnya bahkan seperti tercekik menggunakan baju dan rok biru laut itu yang tekesan sexy. Ia meneguk ludahnya saat melihat tubuhnya dari pantulan kaca cermin. Hampir saja ia pingsan melihat pusarnya kelihatan.

Baju ini yang kekecilan atau badaku yang besar?

Dahyun tak tahu lagi harus keluar atau tidak. Ia begitu malu dengan memakai pakaian ini. Bagaimana tidak, baju berwarna biru luat itu menunjukkan perut ratanya dan rok yang sedang ia pakai hanya sebatas lutunya. Oh yang benar saja, ini pertama kalinya ia memakai pakaian se-sexy ini dan menurutnya sempit.

"Kenapa lama sekali?" teriakan itu berasal dari Mark yang masih setia menunggu dari laur.

Dahyun menyakinkan dirinya. Akhirnya ia membuka kecil pintu itu.

Ia berjalan perlahan mendekati Mark, kepalanya menunduk, tangannya sibuk memainkan ujung bajunya.

"Maaf, bajunya kekecilan. Ini tak muat sama sekali"

Mark tersenyum kecil. Ia menarik dagu Dahyun. "Tidak honey. Bajunya memang seperti itu"

"Tapi ini begitu sempit untukku. Aku tak bisa bergerak sama sekali"

Mark memperhatikan Dahyun dari atas sampai bawah. Dahyun begitu sexy membuat ia menelan ludahnya. Kali ini gadis itu tampak seperti yoeja biasanya, terlihat dewasa.

Ia mendekati Dahyun, membuat Dahyun sedikit takut melihat seringai itu muncul.

"Ya—aa..apa yang akan kau lakukan?" tanya Dahyun gugup.

Mark menarik pinggang Dahyun mendekat. Kepalanya mulai maju mendekati wajah Dahyun kemudian mulai memiring. Hidung mereka sudah bersentuhan, Dahyun hanya menutup matanya pasrah apa yang akan dilakukan Mark.

"Apa yang kalian lakukan?" pertanyaan polos itu terlontar dari mulut Jihyo yang sudah berdiri di belakang mereka.

Dalam hati Mark menggeram, karena mencoba mengganggunya. Ia kembali menegakkan tubuhnya kemudian berbalik menatap Jihyo.

"Ani, kami tak melakukan apa-apa" jawab Mark santai.

Jihyo mengangguk saja. Ia beralih pada Dahyun. "Woah... yeppeuda. Pakaian itu begitu cocok denganmu"

Dahyun menggarut kepalanya yang tak gatal sama sekali. "Apakah ada pakaian lain? Ini begitu sempit. Aku bahkan susah bergerak"

"Tapi itu begitu cantik untukmu"

"Tapi ini terlalu terbuka." Cicit Dahyun melirik perutnya.

Jihyo tertawa kecil. "Memangnya kenapa? Tak apa juga, kita akan menjadi pusat perhatian para pria"

Mendengar itu Mark tak terima. "Ya! Carikan pakaian lain, biar kau saja pusat perhatian pria jangan dia"

Jihyo mengerucut. "Ne! Aku cari dulu" ia berlari kembali keatas.

***
Kali ini Dahyun lebih senang dan nyaman mamakai pakiannya sekarang. Gaun berwarna jingga tanpa lengan yang begitu pas dengan tubuhnya, tidak kesempitan dan tidak kebersaran juga. Ia dapat bergerak bebas dan siap berburu darah hewan. Dan sekarang ia dan Mark sedang berkeliling hutan liar bersama.

Mark berdecak dan sedikit kewalahan melihat tingkah Dahyun yang sangking kegirangan. Gadis itu pun tak jarang meninggalkannya dan terus berlari sambil tertawa girang. Ia tahu, mungkin Dahyun mencoba untuk mentest kekuatannya. Tapi setidaknya gadis itu mengingat dirinya yang pergi bersama ke hutan liar ini.

"MARK, PPALI!"

Dahyun terus berlari sambil tertawa puas. Dia begitu bahagia, bisa merasakan angin kencang dan dia menyukai kekuatannya ini berlari cepat. Tak seperti dulu, saat dia menjadi manusia, ia rasa jalannya dulu benar-benar seperti siput jika di bandingkan sekarang.

Mark yang masih berlari di belakang Dahyun, tiba-tiba ia mempunyai ide untuk menjahili Dahyun. Segera ia menyembunyikan tubuhnya di balik-balik semak.

Dahyun masih terus berlari tak peduli dengan sekitarnya. "MARK PPALI!!" teriaknya lagi tanpa berbalik.

Ia tetap berlari, sampai ia merasa dia berlari sendiri. Kakinya berhenti berlari. Tubuhnya berbalik, kosong. Tak ada Mark.

"Mark?" panggilnya seraya mengedarkan pandangannya.

Namun tubuh pria blonde itu tak kelihatan sama sekali. "MARK?" teriaknya.

Tetap saja Mark tak juga menunjukkan tubuhnya, hal ini membuat Dahyun menjadi ketakutan. Ia kembali berjalan seperti biasa seraya mengedarkan pandangannya berharap ia dapat menemukan Mark.

"Mark, kau dimana?"

Wajah Dahyun mulai ketakutan. Tangannya sudah meremas-remas sisi gaunnya, tubuhnya menadak merasakan aura panas. Kepalanya menunduk. Ia menggigit bibir bawahnya mencoba tak menangis karena hal ini.

Kepala Dahyun masih tetap menunduk. Matanya sudah tak kuasa menahan air matanya. Ia begitu takut. Mark telah meninggalkannya sendirian, padahal pria itu sebelumnya sudah berjanji tak akan meninggalkannya selamanya.

"Hei..."

Dahyun mendongak mendengar suara itu. Bukannya tangisnya mereda melihat orang yang sedari tadi ia cari, ia malah semakin gencar menangis.

Mark langsung memeluk tubuh mungil itu. Ia merasa bersalah telah mengerjai Dahyun.

"Ka—kau bilang tidak akan meninggalkanku.. hiks... tapi kenapa kau tinggalkan aku tadi? hiks..."

Mark mengelus rambut Dahyun dengan lembut. "Mianhae... aku hanya mencoba mengerjaimu saja"

Dahyun memukul dada Mark pelan. "Kau begitu jahat"

Mark terkekeh. Ia menundukkan kepalanya, menatap mata Dahyun dalam. "Maafkan aku, aku tak akan mengulanginya lagi"

Dahyun menangguk pelan. Kedua tangan Mark dengan sigap menghapus air mata Dahyun. Gemas dengan pipi chubby gadis itu, ia lantas mencubitnya, membuat Dahyun meringis kesakitan.

"Ya! Apha"

"Pipimu begitu gembul..."

Cup cup cup cup

Dua di kiri dua di kanan. Sudahlah Dahyun yakin pipinya sekarang sudah berwarna merah tomat. Oh ayolah, bisakah Prince Vampire-nya itu sehari saja tidak membuatnya tersipu seperti ini? Dia bahkan hanya bisa diam menunduk malu.

"Kajja! Mari kita berburu" Mark langsung menarik tangan Dahyun dengan senyum kemenangan.

***
"Disana... kau bisa lihat ada seekor rusa."

Dahyun menajamkan penglihatannya. Matanya langsung menangkap seekor rusa yang asik memakan rumput. Dalam hati ia terkagum dengan kekuatannya kali ini, bisa melihat dari jarak jauh, padahal jarak ia dan rusa itu begitu jauh.

"Kau tunggu disini, lihat aku"

Dahyun menangguk. Ia memperhatikan gerak-gerik Mark yang begitu cerdik. Melompat ke pohon-pohon dan saat sampai tepat di bawah rusa itu, Mark langsung terjun kebawah menaiki rusa itu. Tanpa waktu lama Mark langsung menggigit leher rusa itu hingga mati.

Dahyun tergakum melihat itu, bukannya merasa jijik seperti melihat vampire lainnya. Ia malah semakin menganggumi kecerdikan Mark.

Dahyun pun berlari mendekati Mark. "Woah... daebak! Kau begitu keren" kagum Dahyun.

Mark tersenyum. Ia mengelap sekitaran bibirnya yang di penuhi darah hewan itu. "Sekarang minumlah" ujarnya seraya berdiri.

Dahyun mengernyit. "Itukan buruanmu, kenapa aku yang meminumnya"

"Tak apa-apa, kali ini aku akan memberikannya padamu. Tapi lain kali kau yang harus mencarikannya untukku"

Senyumnya mengembang. Ia langsung menjongkokkan tubuhnya di hadapan rusa itu. Dan langsung menghisap darah rusa itu hingga tak bersisa.

"Woah... aku begitu kenyang" ujarnya terduduk memegangi perutnya.

Mark tersenyum kecil. Ia berjongkok di hadapan gadis itu. "Aigoo... apa enak? Kau sampai minum berantakan seperti ini" tangannya langsung membersihkan sekitaran mulut Dahyun yang begitu kotor karena darah rusa itu.

Dahyun menangguk antusias. "Darahnya begitu segar"

"Yasudah, mari kita kembali."

***
Suasana rumah besar Mark dan saudara-saudaranya itu selalu ramai. Keramaian itu berasalah dari kedua maknae nakal yang selalu tertawa tidak jelas seperti habis menggosipin orang terdekat hingga membuat mereka tertawa keras tak peduli dengan sekitarnya.

Dahyun yang duduk di sebelah Bambam mulai terusik karena sedari tadi ia asik menonton TV, tapi kedua maknae nakal itu tak diam-diam juga.

"Ya! Sikkeureo!"

Spontan Bambam dan Yugyeom terdiam, mereka melirik Dahyun sinis. Sedangkan Dahyun menatap kedua maknae nakal itu dengan tajam. Tentu saja keduanya menjadi takut, apalagi seperti yang mereka tahu Dahyun telah berubah menjadi vampire! Sama seperti mereka.

"Kalau berisik, kau bisa pergi" usir Yugyeom.

Dahyun pun berdiri dengan perasaan kesal. "Baik!" sebelum ia pergi, ia menendang sofa panjang yang sedang mereka duduki itu.

BRAK!

Sofa itu terjungkir ke belakang, membuat Bambam dan Yugyeom ikut terjatuh ke belakang. Dahyun tak peduli, ia begitu kesal dan langsung pergi tanpa mau membantu keduanya.

"Astaga... bantu aku!" jerit Bambam mencoba berdiri.

Yugyeom hanya bisa diam dengan mulut ternganga. Tak percaya apa yang telah dilakukan Dahyun tadi.

Dia itu apa? Kenapa bisa kuat sekali?

"YA! Jangan diam saja, bantu aku" jerit Bambam lagi membuat Yugyeom tersadar. Ia melirik Bambam kesal.

"Kau tak lihat aku juga? Aku juga susah berdiri, bodoh!" desis Yugyeom.

***
Dahi Dahyun mengernyit melihat Jinyoung yang membelakanginya sedang berkutat pada alat dapur. Ia mulai mendekati Jinyoung dengan penasaran.

"Sedang apa kau?"

Jinyoung menoleh pada Dahyun yang sudah berdiri di sebelahnya. "Belajar memasak" ujarnya kembali memotong sayur kecil-kecil menggunakan pisau.

Dahyun menganggukkan kepalanya beberapa kali. Ia memperhatikan Jinyoung memakai pisau itu seperti orang kaku yang tak pernah memegang pisau.

"Kau sedang memotong atau memijit sayur itu?"

"Ha?"

"Pisau itu terbalik, mangkanya susah di potong. Astaga" Dahyun memutar bola matanya.

Jinyoung menyengir lalu menggarut kepalanya yang tak gatal. "Ini pertama kalinya aku memegang pisau. Maklum saja"

"Ck, sini biar ku ajari" Dahyun mengambil ahli pisau itu dari tangan Jinyoung.

Dengan cekat ia memotong sayur-sayur itu. Jinyoung melihat itu terkagum. Tangan Dahyun memegang pisau saja sudah terlihat ahli.

"Woah... daebak!"

Dahyun menarik ujung bibirnya. Ia melanjutkan memotong wortel-wortel lagi.

"Kau belajar dari siapa?"

Pisau yang tadinya sibuk memotong wortel itu mendadak terhenti. Ia mendongak menatap Jinyoung. Ia menggeleng kecil, "Ini juga pertama kalinya aku memegang pisau"

Jinyoung tercengang mendengarnya, ia menggeleng tak percaya. "Tak mungkin!"

Dahyun mengangkat pisau itu. "Jika tak mungkin, aku tak akan sekaku dirimu memegang pisau saja"

Jinyoung mencoba meneguk ludahnya saat Dahyun memajukan pisau tajam itu tepat dihadapannya. "Ne. Aku percaya. Turunkan pisaumu itu" ujarnya.

Dahyun terkekeh. "Mian"

Ia melanjutkan memotong wortel-wortel itu. "Memangnya untuk apa kau belajar masak? Bukankah kalian tak perlu makan makanan manusia?"

Jinyoung mendengus saat mendengar kata 'Kalian'. "Kita! Bukan kami saja sekarang. Aku hanya tak ada kerjaan saja"

Dahyun menyengir. "Aku lupa. Tak usah berbohong. Aku bisa membaca pikiranmu, kau ingin membuat makanan untuk Nayeon unnie, kan?"

Skak!

Baiklah jika saja gadis di sebelahnya ini belum menjadi vampire seutuhnya, ia akan membodohi Dahyun. Tapi sekarang kemungkinannya tak akan bisa, karena Dahyun sudah menjadi vampire dan di tambah lagi salah satu kekuatan gadis itu bisa membaca pikiran.

Jinyoung menunduk. "Jangan memberitahunya" suaranya mulai memelan.

Dahyun berhenti memotong sayur itu. Ia menepuk bahu Jinyoung beberapa kali. "Fighting!" pisau itu ia letakkan, dan segera berbalik.

Tapi Jinyoung menahan tangannya. Dahyun melirik tangannya lalu kembali menatap Jinyoung dengan pandangan bingung.

"Bantu aku" mohon Jinyoung.

Baru saja Dahyun membuka mulutnya, membalas permohonan Jinyoung itu tiba-tiba saja Mark datang menarik tubuh Dahyun paksa hingga kepalanya bertabrakan pada dada Mark.

"YA! Kenapa kau memegangnya"

Jinyoung mencoba menelan salivanya. Lihatlah wajah Mark sekarang sungguh marah, rahang pria blonde itu saja sudah mengeras dan lagi tatapan tajam itu yang membuat ia sedikit merinding.

"A—aah... hy—hyung, a—aku han—"

"Dia hanya meminta tolong denganku" Sambung Dahyun seraya melepaskan tangannya dari Mark.

Dahyun kembali berjalan mendekati Jinyoung. "Aku hanya mengajarinya memasak. Kenapa kau marah" ujarnya pada Mark.

"Apa kalian harus berpegang tangan seperti itu?" dengus Mark masih menatap Jinyoung tajam.

Jinyoung merasa dirinya sudah seperti menjadi perusak hubungan orang.

Dahyun berdecak. Ia menggenggam tangan Jinyoung, mengangkat tangan itu tinggi-tinggi. "Seperti ini? Ini sungguh tak masalah. Yang terpenting kami tak berpelukan!"

Mark menatap tajam tangan itu. "YA! Lepaskan itu!"

Jinyoung meringis. Ia mencoba melepaskan tangannya tapi Dahyun semakin mengeratkan genggaman itu.

"Wae? Tak masalah bukan. Sudahlah kau pergi saja. Aku menjadi kesal denganmu" Dahyun melepaskan genggaman itu lalu membalikkan tubuhnya.

"AHK!!"

Dahyun spontan berteriak saat Mark mengangkat tubuhnya lalu membawanya pergi dari dapur itu.

Jinyoung menggarut kepalanya sama sekali tak gatal. "Apa sekarang aku telah menjadi pelampiasan?"

***
"YAK! Turunkan aku!!"

Mark akhirnya menurunkan Dahyun. Dahyun mendengus, kemudian ia teringat, dimana mereka sekarang. Dahinya mengernyit, matanya mengedar. Dia bahkan sama sekali tak tahu tempat apa ini.

"Dimana ini?"

"Kau tidak tahu bukan? Ini di taman, belakang rumahku"

"Oh"

Dahyun mulai melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu, tapi Mark kembali menahan tangannya.

"Ck... ada apa denganmu? Padahal tadi pagi kau begitu lembut denganku"

Dahyun mendongak menatap Mark kesal. "Kau saja, ada apa denganmu? Kenapa kau marah-marah tidak jelas hanya karena Jinyoung menahan tanganku."

"Karena aku cemburu!" jawab Mark tegas.

Dahyun berdecak. "Kau cemburu hanya karena itu? Astaga Mark, kau kekanakan"

"Kekanakan? Bukankah kau juga seperti itu kemarin?"

Dahyun menatap Mark tajam. "Kenapa kau mengungkit itu lagi?"

Mark hanya diam dan Dahyun juga diam. Keadaan hening. Hingga Mark kembali membuka suaranya.

"Mianhae, aku tahu aku kekanakan"

Dahyun mengangguk pelan. Wajahnya berubah menjadi bersalah. "Aku juga minta maaf, telah membuatmu cemburu"

Keduanya mendekat lalu berpelukan. Seperti tak ada hal yang baru terjadi. Kemesraan itu tak berlangsung lama, tiba-tiba saja ada seorang gadis vampire datang.

"MARK!"

Gadis vampire itu memaksa melepaskan pelukan itu, ia lalu berdiri di tengah-tengah Mark dan Dahyun memisahkan jarak keduanya.

"YA! Kenapa kau memeluknya, kau bukankah gadis psikopat itu?!"

Dahyun terdiam, ia hanya menunduk mendengar kata-kata tajam itu dan lagi tangan gadis vampire itu menunjuk-nunjuk wajahnya.

"Mina! Kenapa kau mengatakan seperti itu!"

Mina berdecak. "Untuk apa kau membelanya? Seharusnya kau membelaku! Calon ISTRIMU!!"

Kepala Dahyun langsung terangkat mendengar kata tekanan 'Calon ISTRIMU' itu.

"Calon istri?"

"NE! aku adalah calon istri Prince Vampire. Jadi, jangan pernah mendekatinya lagi!! Dia tidak sebanding denganmu!"

Dahyun menatap Mark tak percaya. Matanya sudah mulai mengabur.

"Siapa yang mengatakan seperti itu? Aku sudah menolaknya!" balas Mark tak terima menatap Mina tajam.

Dahyun sudah tak peduli lagi tatapan keduanya. Ia langsung berbalik dan berlari meninggalkan tempat itu dengan perasaan marah dan sangat kesal.

***
Jaebum berjalan-jalan sambil bersiul. Hari ini ia tampak bahagia setelah menertawakan kedua maknae tadi yang terjungkir balik. Ia bahkan menjadi kesusahan membantu keduanya karena keasyikan tertawa puas ditambah lagi mendengar cerita konyol mereka itu. Dahyun pelakunya? Yang benar saja!

Langkahnya terhenti melihat kedua maknae itu sedang duduk di sofa living room menatap kearah yang sama. Dia mengikuti arah pandang itu, dan ternyata Dahyun.

Keningnya berkerut melihat gadis berkulit pucat itu sedang menangis tersendu-sendu memandang TV.

'Ada apa dengannya?' Ia mengirim telepaty itu pada Bambam dan Yugyeom.

Kedua makane itu menoleh pada Jaebum lalu menggeleng.

'Entahlah hyung, tiba-tiba ia datang kesini menonton sebentar lalu menangis. Padahal filmnya comedy' balas Yugyeom.

Jaebum semakin penasaran. Dengan perlahan ia menduduki dirinya di sebelah Dahyun.

"Apa filmnya membuatmu menangis?"

Dahyun menggeleng lalu dia kembali mengangguk membuat Jaebum bingung.

"Kenapa kau menangis?"

Dahyun kembali menggeleng. Mengeluarkan katapun ia tak sanggup lagi. Rasanya bibirnya begitu kaku jika berbicara.

'Bambam, coba baca pikirannya' kirim Jaebum pada Bambam.

Bambam mengangguk. Ia menatap Dahyun mencoba membaca pikiran gadis itu.

Aku membencimu. Kalau saja aku tak mencintaimu, kau sudah remuk di tanganku. Kalau saja kau tak membuatku jatuh hati, sekarang aku tak akan menangis seperti ini. Sungguh aku ingin menjauhimu.

Bambam menggembungkan pipinya. Ia menggigit bibir bawahnya, rasanya ia telah bersalah membaca pikiran Dahyun karena tentang percintaan antara hyung-nya.

'Mereka bertengkar lagi hyung' kirim Bambam pada Jaebum.

Jaebum sekarang mengerti. "Kau butuh pelukan?" tangannya melebar kehadapan gadis pucat itu.

Bambam dan Yugyeom mendengar itu saling melirik. Jaebum hyung, cari mati!

Tanpa ragu Dahyun menghambur ke pelukan itu. Ia semakin menangis histeris, mengeratkan pelukan itu.

Jaebum mengelus kepala Dahyun pelan, ia mengerti keadaan hati Dahyun sekarang. "Aku mengerti. Menangislah, tumpahkan di pelukanku ini. Kau sudah ku anggap seperti adikku"

"Hiks... gomawo. Hiks... dia begitu jahat. Hiks... ji—jika dia ti—tidak menyukaiku hiks.. kenapa dia selalu be—berbuat manis hiks... padaku"

"Apa kau mencintainya?"

Dahyun mengangguk dalam pelukan itu. "Jika kau mencintainya, dengarkanlah dulu penjelasannya."

Dahyun menggeleng. "Hiks... ii—ini sudah ke—kedua kalinya hiks..."

Dahyun melepas pelukan itu. "Apa oppa pernah merasakan ini?"

Oppa?

Ketiga pria vampire itu tentu saja terkejut mendengar panggilan itu. Karena ini pertama kalinya gadis itu memanggil dengan sebutan seperti itu, seakan dekat dengan mereka.

Baru saja Jaebum ingin menjawab, tapi sebuah suara dari belakang membuat mereka menoleh.

"Dahyun-ah?"

Dahyun sudah tahu suara siapa itu. Ia berdiri membalikkan tubuhnya menghadap Mark.

"Jika kau tak mencintaiku, lupakan saja aku. Aku tak ingin di permainkan. Pergilah bersama calon istrimu. Mungkin aku tak cocok denganmu. Aku akan mencari pria vampire lain saja"

Selesai mengatakan itu, tiba-tiba saja tubuh Dahyun menghilang begitu saja dari pandangan mereka.

"DAHYUN-AH! Kau dimana!!" teriak Mark mengedarkan pandangannya.

"Daebak... dia bisa menghilang. Aku juga ingin" gumam Bambam terkagum.

Di lain sisi, Dahyun yang sengaja menghilangkan tubuhnya menatap Mark menangis. Ia sudah tak tahan dengan semua ini. Terkadang pria itu bersikap romantis dengannya tapi sekarang pria blonde itu keseringan membuatnya menangis seperti ini. Apa ia harus menyerah? Ia begitu lelah dengan permainan ini.

***
TBC...

King & Queen Vampires ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن