Chapter 7

4.4K 308 5
                                    

Hari minggu. Hari yang paling ditunggu-tunggu. Ah, akhirnya bisa juga bersantai di rumah. Tanpa tugas sekolah yang membuat kepalaku hampir meledak.

Kukira setelah insiden mengejutkan di dapur tempo hari, aku akan segera melupakannya. Namun ternyata sulit juga. Apalagi jika mengingat diriku yang awalnya ada di dapur, tapi tiba-tiba malah tiduran cantik di sofa. Siapa yang tidak bingung kalau begitu.

Tapi hati kecilku yang suci ini tak mengatakan kalau insiden tempo hari terjadi karena hantu bule itu. Sampai sekarang aku bahkan tidak tahu namanya. Atau mungkin dia sendiri juga lupa namanya.

“Mona.”

Refleks kepalaku menoleh ke arah sumber suara. Menemukan Kak Auston yang sedang mengancingkan lengan kemeja birunya di depan televisi. Aish! Sengaja sekali dia menghalangi televisi.

“Mau ke mana, Kak?” aku bahkan heran. Di minggu pagi begini, mataku sudah melihatnya rapi dengan kemeja. Padahal biasanya, paling Cuma boxer-an seharian.

Pandangan Kak Auston teralih padaku. “Mau keluar dulu, ada perlu sebentar.”

Aku hanya ber-oh ria sambil mengangguk saja. “Jangan lupa cari, kakak ipar buat aku sama Mia.”

Dan, aku malah kena pelototan maut dari Kak Auston. “Yang mau nyari, kakak ipar siapa? Kakak ada rapat mendadak di kantor.”

“Idih! Mosok libur juga masih kerja sih, Kak?” Mia yang entah darimana, tiba-tiba ikut menimpali dan duduk manis di sebelahku.

“Kalo, kakak gak kerja, yang kasih kalian makan siapa? Induk semang? Gak mungkin juga, kan ada makanan gratis jatoh dari langit.”

Mia langsung mingkem di tempat. Mungkin dia sedang membenarkan ucapan nyiyir Kak Auston.

“Kak, jangan lupa bawa pacar.”

“Ini lagi satu! Siapa yang mau nyari pacar?!”

Astaga! Sepertinya aku salah bicara hingga membuatnya ngamuk. Memangnya aku salah ya? Lagian dia keras kepala sekali. Padahal aku hanya memintanya bawa kekasih, bukannya minta dibuatkan istana berlian.

“Kakak serius mau menjomblo seumur hidup?”

“Mau berapa lama jadi bujangan?” Mia ikut menimpali sambil mengutak-atik ponselnya.

“Itu doanya gak ada yang lebih jelek lagi, ya?”

“Mm...,” aku mengetuk-ngetuk dagu dengan telunjuk lalu memekik heboh. “Oh! Ada!”

“Stoooop!!”

Bibirku langsung mengatup rapat. Kak Auston sepertinya sudah benar-benar murka. Jangan sampai uang jajanku yang tidak seberapa itu jadi taruhannya.

“Mending, kakak berangkat sekarang, deh.”

Aku hanya melongo saat lelaki itu dengan santainya melenggang menuju pintu keluar. Padahal aku belum tanya dia pulang jam berapa, lagipula dia juga tidak mengatakannya, tuh. Ah..., sekali-kali dia tidur di luar tak masalah, kan. Oke, akan kukunci pintunya nanti, hihi...

Senyum iblis tersungging lebar di bibir. Apalagi ditambah dengan suara tawa jahat yang menggema dari layar televisi yang saat ini sedang menyala. Aku ikut-ikutan tertawa evil.

Membayangkan bagaimana kerennya lelaki yang kelewat pelit itu tidur di luar dengan para nyamuk lapar dan kucing-kucing tetangga yang hobi keluyuran sekaligus paduan suara ramai-ramai kalau malam hari.

Tapi kemudian, suara musik yang menggema keras tertangkap oleh telingaku. Rupanya anak ini sedang menyetel musik yang aku sendiri bahkan tidak tahu mereka bicara apa.

My Friendly GhostWhere stories live. Discover now