Chapter 20

318 23 3
                                    

Aku melamun tanpa sadar sampai jentikkan jari tepat di depan wajahku membuatku sadar kembali.

"Kenapa malah melamun?"

Err, aku jadi merinding setelah mendengar pengakuannya tadi. Jika benar Joe yang lebih dulu menempati rumah ini, bukankah berarti justru keluargaku yang mengusiknya?

"Joe, apa bener kamu yang lebih dulu di sini?"

Dia mengangguk kalem.

"Sebelum keluargaku?"

Dia mengangguk lagi. Kali ini tangannya bersedekap di dada.

"Sebelum kakekku juga?"

Kepalanya bergerak ke bawah hendak mengangguk tapi kemudian tidak jadi dan malah ditegakkan kembali. "Em..., kalau yang itu tidak juga. Kakekmu tidak terlibat di rumah ini."

Aku memiringkan kepala. Kemudian bertanya, "Apa kamu hidup di zaman kakekku?"

Dia memutar bola mata seolah berpikir. "Ya..., begitulah."

Mataku mengerjap takjub. "Waw..., berarti kamu udah tua, dong?"

"Secara teknis, aku ini masih muda. Usiaku baru sembilanbelas tahun."

"Maksudmu saat meninggal?"

Dia mendengus pelan.

"Ehm..., kenapa kamu bisa meninggal?"

Joe menatapku datar seolah enggan membahas ini. "Karena takdir."

Itu. Jawaban tersingkat dan terlucknut yang pernah kudengar. Aku juga tahu itu bagian dari takdir. Tapi bukan itu juga maksudku.

"Joe."

Dia menatapku kalem. Mungkin sedang memperkirakan pertanyaan konyol apalagi yang akan kulontarkan. "Kamu bilang, kamu udah ada lebih dulu sebelum keluargaku, kan?"

"Yup!"

"Tapi..., mamaku bilang, ini dulu lahan kosong, rumah ini dibangun sendiri sama keluargaku."

Dia mengangguk enteng. "Memang. Sebelum jadi lahan kosong, di tempat inilah rumahku berdiri."

Aku diam mencermati. "Jadi maksudmu, rumahmu digusur?"

"Semacam itulah."

"Tapi kenapa?"

"Em..., kenapa ya?" dia terlihat berpikir sejenak sebelum kemudian kembali bicara. "Mungkin karena rumah tua dan tidak berpenghuni. Makanya digusur."

"Kenapa gak dijual aja?"

Tatapannya kembali datar. "Rumah ini berhantu. Mana ada yang mau menempati rumah hantu?"

Mataku menyipit. "Hantunya kamu, kan?"

Dia malah terkekeh. "Iya. Aku tidak suka saja ada orang lain di tempatku."

Deg!

Jantungku mencelos. "O-oke..., aku keluar dulu, ya." Mendadak rasa takutku muncul kembali saat Joe mengatakan itu.

Apa mungkin dia juga tidak suka dengan kehadiranku dan saudaraku disini? Makanya dia terus menggangguku karena tidak nyaman? Supaya kami cepat pergi?

"Hei, mau ke mana? Aku masih ingin mengobrol denganmu."

Aku berhenti tepat di depan pintu yang tertutup. Berbalik dan menatapnya kikuk. "Kamu tadi bilang gak suka ada orang lain di rumah ini."

Dia malah tertawa. Konyol. Dia pikir aku melawak?

"Ya..., sebelumnya." Dia memiringkan kepala dan menatapku lekat. "Tapi begitu aku melihatmu, kurasa aku tertarik."

Aku melotot lebar. "Ei! Aku masih punya logika untuk gak jatuh cinta sama makhluk astral kayak kamu, ya!"

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang