44. Tangkapan yang menyedihkan

36.2K 4K 603
                                    

Jam makan siang Fredd mendapatkan telepon dari sekolah yang mengatakan bahwa ada hal yang harus dibicarakan perihal Rachel, mulanya Fredd meminta hari esok sebab dia ada janji bertemu sama Dokter hari ini untuk cuci darah karena kesehatannya sudah sangat menurun namun kepala sekolah meminta sekarang. Akhirnya Fredd pun bilang untuk membicarakannya lewat telepon saja kalau memang semendesak itu. Kening Fredd tentu saja mengerut, dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba kepala sekolah hendak mengeluarkan Rachel tetapi kemudian dia tersadar begitu kepala sekolah menjelaskannya.

Kini dia benar-benar membatalkan perjanjian tersebut, hati Fredd tidak tenang. Dia kalang kabut mencari keberadaan Rachel, dia mengkhawatirkan perempuan itu. Fredd berusaha menelepon Agra dan Gara namun tak satupun dari mereka yang mengangkat. Fredd tak tahu apa yang terjadi selain fakta kalau ada seseorang yang sengaja merekam keburukkan Rachel lalu dipertontonkan ke anak-anak sekolahan.

Fredd belum menyerah dia beralih kepada nomor Rachel, meneleponnya. Tetapi hasilnya pun sama, nihil. Ketika lampu merah menyala Fredd menghentikan laju mobilnya lantas memukul setir mobil frustasi. Keningnya mengernyit, ada sesuatu menyakitkan tiba-tiba menyerang daerah pinggang hingga perutnya serasa ingin meledakkan makanan melalui mulut, tubuh Freddd mengeluarkan keringat dingin. Napasnya agak pendek-pendek, dia menarik napas menenangkan dirinya dan terfokus untuk menemui Rachel dalam keadaan baik-baik saja.

Di kediaman keluarga Raga, semuanya termenung mengetahui siapa pembunuh anak mereka setahun silam. Bima bahkan terkejut ketika dia mendapat laporan kalau Gara berhasil menemukannya bahkan dia juga sempat kalap memukulinya tanpa ampun. Ayah, sebagai kepala keluarga sangat terpukul sambil memeluk istrinya yang menangis dia meminta Bima untuk memenjarakan mereka berdua sekalipun usianya tidaklah cukup. Bagi Ayah ini sudah kelewatan, apa-apaan mereka main seenak saja menghilangkan nyawa seorang manusia? Biarpun masih di bawah umur, tindakan kriminal mereka tidak bisa ditoleransi.

Gara yang masih shock akan kejadian tersebut memilih mengasingkan diri, dia duduk di bar mini, menatap taman belakang rumah dengan pandangan kosong. Tangannya terbungkus kain putih, dia telah diobati oleh Angel di sekolah tadi. Matanya sembab, ada bekas air mata yang tertinggal di sekitar pipinya. Tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa pelaku pembunuhan Raga adalah orang terdekat mereka sendiri. Martha, tentu Gara mengenalnya, perempuan itu sempat menyukai Raga semasa SMP. Dia tahu itu dari omongan anak lelaki di kelas tapi semenjak orang tuanya tersandung kasus korupsi Martha tidak lagi berani berkeliaran di sekitar Raga dan Gara yang populer.

Anak-anak menjauhi Martha, mengatakan jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Gara tidak pernah tahu kalau Martha punya Adik, yang dia tahu setelah orang tuanya mendekam di penjara Martha diasuh oleh keluarga tantenya yang kaya raya. Hidupnya tidak sulit meski kekayaan orang tuanya disita oleh negara. Dan yang tidak dimengerti Gara adalah alasan kenapa Niko dan Martha membunuh Raga? Berarti memang benar ada 2 orang. Sayangnya, di antara mereka berdua Gara tidak tahu siapa yang menarik peletuk pistol. Saking marahnya tadi dia lupa untuk menggertak keduanya siapa yang paling bersalah di sini.

Vanilla mengamati Gara, lelaki itu mengembuskan napasnya kasar. Dia pun sama tidak percayanya dengan anggota keluarga yang lain. Dia pikir Raga terbunuh oleh saingan bisnis orang tua mereka ternyata justru dia terbunuh oleh teman satu sekolahnya sendiri. Perempuan itu menghapus air mata kemudian melangkah mendekati Gara.

"Hah... rasanya lega bisa tau siapa yang bunuh Raga," ucap Vanilla merentangkan tangannya menyunggingkan sedikit senyum dia duduk di depan Gara, perempuan itu mencubit pipi Gara pelan. "Kamu melakukan hal yang baik, Gar. Pasti Raga membanggakan kamu di depan Tuhan karena sudah berhasil menegakkan keadilan atas kematian Raga,"

Gara menatap Vanilla lemah. Wajahnya pucat pasi, tidak ada gurat kelegaan yang sama seperti Vanilla lelaki itu cenderung datar dan hampa. "Aku pikir Raga benar-benar masih hidup, Kak," cicit Gara menggigit daging pipi dalamnya sendiri, kristal bening itu mulai muncul di pelupuk mata Gara. Vanilla mengerti perasaan Gara, dia memajukan tubuhnya dan memeluknya supaya membaik. Dalam pelukan Vanilla, Gara menangis lagi.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang