42. Video yang terputar

37.3K 4.3K 782
                                    

Sudah tiga hari semenjak Martha meminta Rachel meninggalkan Agra perempuan itu tak lantas mematuhinya malah semakin hari makin dekat, ke mana-mana berdua bareng hingga Agra dipanggil ke ruang Guru karena ketahuan tidur di perpustakaan sama Rachel beberapa waktu lalu.

Karena itulah Martha berada di sini, belakang aula sekolah dengan persiapan yang matang dia akan membeberkan kejelekkan Rachel. Lupakan tentang ancamannya yang mengatakan mengirimkan video tersebut ke kepala sekolah nyatanya yang Martha inginkan adalah lebih dari itu, dia mau Rachel dipermalukan dan dihancurkan depan mata kepalanya sendiri. Dia sudah bermurah hati namun sepertinya Rachel malah sengaja membuatnya geram.

Di lain tempat, Agra menghampiri kelas Rachel. Sudah menjadi suatu kebiasaan baginya makan bersama ketika istirahat berlangsung mengingat Rachel tidak punya teman selain Gara yang kini dijauhinya mau tak mau Agra pun jadi satu-satunya orang di sekolah yang menemaninya.

Rachel keluar kelas, raut wajahnya langsung sumringah. Meski perempuan itu tertawa di sampingnya Agra merasa bahwa Rachel tidak sepenuhnya bahagia, kerap kali dia memergoki Rachel menoleh ke kanan kiri seperti mencari seseorang lalu saat Gara lewat arah matanya mengikuti ke mana lelaki itu pergi.

Seperti sekarang, mereka berpapasan sama Gara yang memalingkan wajahnya pura-pura tidak melihat. Tatapan Gara dan Agra beradu, Agra hanya menganggukkan kepalanya singkat tanda kalau Rachel baik-baik saja dari sinyal yang diberikan Gara melalui sorotan tajamnya. Agra mengerti keduanya pasti mengalami kesulitan karena terlalu memaksakan diri.

"Kenapa lo lakuin itu?"

"Apa?" sahut Rachel menyembunyikan kesedihannya.

Agra menghela napas. "Kalo lo nggak bisa, jangan dilakuin. Gue tau hubungan lo sama Gara yang semudah itu dilepas."

Rachel melirik Agra sekilas kemudian mengedikkan bahu. "Gue sudah cukup senang karena akhir-akhir ini halusinasi gue nggak muncul lagi, kayaknya perlahan gue mulai bisa melupakan Raga berkat lo."

Mendengar penuturan Rachel, Agra jadi tersipu. Dia mendengus geli mengacak-acak rambut Rachel yang terkuncir lantas meneruskan jalan. Sepanjang koridor para siswa tampak berlarian terburu-buru menuju aula, Agra tidak mengerti ada apa sebenarnya. Mereka kelihatan antusias akan satu hal. Berbeda sama Rachel yang tiba-tiba diliputi perasaan waspada.

Dia benar-benar tidak mau mengikuti perintah Martha sekalipun dirinya akan dikeluarkan, dia bisa mencari sekolah lain. Namun... meninggalkan Agra yang telah membuatnya merasa hidup kembali? Rachel meremas tangannya gelisah dia segera menggenggam lengan Agra kuat seolah dia takut kehilangan lelaki itu.

"Cel?" panggil Agra bingung, dia merasakan getaran pada tubuh perempuan itu. "Ada apa?" tanyanya khawatir.

"Nggak... nggak apa-apa."

Agra memerhatikan Rachel sekali lagi memastikan bahwa perempuan itu baik-baik saja, 5 menit berselang dia pun bisa bernapas lega pasalnya Rachel memang tidak dalam keadaan buruk. Sepertinya perempuan itu hanya ingin manja bersamanya.

"Hoi, Gra! Lo nggak ke aula?"

Flavian, Niko dan Gio datang dari arah belakang. Flavian menepuk bahu Agra bersahabat, menyadari ada Rachel dia melambaikan tangan ramah. Ya, walaupun hubungan Flavian dan Rachel tidak sedekat yang orang lain pikirkan paling tidak Flavian mencoba untuk akrab dengan kekasih sahabat baiknya ini.

"Di aula ada apa?" tanya balik Agra heran.

Niko mengangkat kedua bahunya. "Anak-anak sih bilangnya ada sesuatu yang seru, nggak tau deh apa."

"Ke sana yuk!" ajak Flavian penasaran.

Gio membenarkan letak kacamatanya. "Nggak usahlah, palingan ada yang berantem."

"Ah, sok tau lo!" hina Flavian dan Niko berbarengan.

Lalu Agra dan Rachel pun jadi terseret ke aula bersama teman-teman lelaki itu. Rachel tidak tahu ada apa yang jelas jantungnya berdegup cepat seakan sebentar lagi ada hal buruk yang terjadi.

Sesampainya di aula, kebisingan yang sempat menggelegar itu perlahan surut digantikan oleh cahaya terang di tengah panggung mini aula, seseorang memutar sebuah video yang merekam seorang perempuan tengah berkelahi oleh kumpulan anak lelaki siswa SMA lain, mengambil roti dan ketahuan kemudian dibawa ke kantor Polisi, berpesta semalaman suntuk dan yang terakhir, potongan fotonya ketika sedang dipeluk Aris karena tidak sengaja terhuyung hampir jatuh.

Semua itu muncul begitu saja membuat kepala Rachel pusing. Dia ingin membentak dan memarahi orang yang sudah menyebarkan kebusukkannya tapi dia tidak sanggup, saat ini bukan emosi kemarahan yang menguasainya melainkan ketakutan jika Agra berpaling usai tahu betapa buruknya Rachel selama ini.

Bisik-bisik mulai terdengar, terang-terangan mereka memandang Rachel rendah lantas makian pun terlontar. Dimulai wanita murahan, simpenan om-om, pencuri tidak tahu malu hingga ada lelaki yang berani mengolok soal keperawanannya. Hati Rachel menciut, bukan karena lontaran yang menjatuhkan harga dirinya tetapi tentang perkataan mereka yang mengatakan betapa tidak pantasnya dia bersanding sama Agra.

Tangan Rachel hendak melepas lengan Agra namun lelaki itu menahannya. Rachel mendongak, dia menemukan rahang Agra mengeras bersama mata yang nyalang menyoroti sekitarnya. Genggaman lelaki itu lebih kuat darinya, seakan Agra menyalurkan kalimat yang tidak bisa dia sampaikan saat ini untuk melindungi Rachel dan meminta Rachel bertahan.

Detik berikutnya, video berganti kini ada Rachel serta Martha yang sedang berbicara membelakangi kamera. Awalnya mereka tidak yakin bahwa itu mereka tetapi ketika keduanya sudah berbicara barulah mereka percaya 100%. Dari percakapan tersebut tubuh Agra menegang. Dia terdiam. Matanya kini terbelalak, tidak ada lagi rahang yang mengeras. Keterkejutan jelas tergambar di wajahnya yang pucat.

"Rachel..." lirih Agra tak kuasa berkedip setelah mengetahui motif dibalik pendekatan Rachel kepadanya, dia berusaha positif. Meski ada bukti nyata terpampang di depan mata. Agra menoleh, menuntut perempuan di sampingnya agar menjelaskan. "Kalo lo bilang semuanya cuma jebakan gue nggak akan marah."

Sayangnya Rachel sudah tidak sanggup bersandiwara, dia menurunkan tangannya cepat. Tanpa membalas tatapan Agra dia berseru tegas serta lantang. "Lo liat kebenaran, Agra."

Agra tidak tahu harus bagaimana lagi dia berekspresi, bisa dikatakan hatinya hancur. Kepercayaan yang dia bangun telah rusak. Lelaki itu mengedipkan matanya cepat yang terasa perih dan ingin meledakkan sesuatu di sana. Rachel sendiri melarikan diri, dia berbalik badan dan menerobos kerumunan dengan buru-buru.

Setibanya dia di jalanan yang sepi, dia tidak bisa menahan air mata agar tidak terjatuh. Orang bodoh mana yang masih bisa baik-baik saja ketika dia baru mendapatkan kesialan paling buruk yang pernah dia dapatkan? Rachel berhenti di halte, dia duduk di tengah kursi panjang. Sepi, sunyi dan tak ada satu orang pun semakin mendukung Rachel untuk menangis tersedu.

Di saat menyedihkan itu Rachel menerima telepon, dia hendak mematikannya kala nama Tara yang muncul air matanya kian menderas.

"Rachel!" sapa Tara bahagia di seberang sana dia sedang duduk di taman sekolah sendirian. "Pulang nanti beli seblak, yuk!"

Bibir Rachel bergetar, dia mengeratkan pegangnnya pada ponsel. "Tara..."

Raut wajah riang Tara berubah cemas. "Rachel? Rachel ada apa?"

"Sakit..."

Kemudian melalui sambungan telepon Rachel terus menangis bersama Tara yang kelimpungan mencari alasan ke Guru piket untuk membiarkannya izin pulang. Dia sangat khawatir dengan Rachel apalagi ketika perempuan itu meracau dia tidak mau kehilangan kedua kali., cukup Raga. Dia tidak mau ada korban selanjutnya yang ingkar tidak ada di sisinya.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang