20. Percakapan di kafe

45.2K 5.2K 536
                                    

"Hallo, sayang. Tumben jam segini kamu udah di rumah?"

Diana tersenyum tidak percaya melihat putri semata wayangnya berada di rumah, mengenakan piyama berwarna biru dongker dengan rambut yang digelung satu ke atas. Rachel mengerlingkan bola matanya, bukankah dia sendiri yang menginginkan Rachel pulang cepat? Kenapa sekarang malah bertanya?

Tangan tua Diana mengelus rambut hitam Rachel. "Mama senang kamu nurut sama Mama. Mama kangen sekali meluk Acel." tutur Diana getir.

Rachel mengeraskan rahang. Dia tidak membalas pelukan Diana karena kecanggungan dalam dirinya. Masih ada seberkas penolakan dari Rachel atas pernikahan Diana dan Fredd. Lantas dia pun mendorong lengan Diana yang membelit tubuhnya lalu membuang pandangan ke arah dapur.

"Acel laper. Mau makan dulu,"

Senyum Diana berkembang. "Ah, Mama buatkan makanan favoritmu, ya? Sudah lama kamu nggak makan masakan Mama," usul Diana senang. Suasanya sedang baik sekarang.

Rachel tidak menyukai sikap Mama yang kembali ramah padanya. Walau memang sejak dulu tidak ada satu pun yang berubah dari Mama tetap saja Rachel enggan diberikan perhatian oleh Mama, sebab Mama bukan lagi istri Papa. Rachel benci kenyataan itu. Membenci kenyataan bahwa Mama sepenuhnya telah berpaling tidak lagi mencintai Papa.

"Bibi udah bikin makanan tadi buat Acel,"

Rachel melangkahkan kakinya ke arah dapur. Di belakang, Mama mengekor masih membawa beberapa dokumen penting.

"Tapi, makanannya pasti dingin. Mama buatkan lagi saja ya?"

"Tinggal dipanaskan."

"Kalo begitu Mama yang panaskan," tawar Diana berharap anaknya itu bisa melunak.

Rachel membuka lemari di kitchen set, dia mengambil sepiring ayam goreng serta sup yang sudah dibuatkan Bibi lalu menaruhnya di sebelah kompor. "Nggak perlu, Acel bukan anak kecil,"

"Rachel...."

"Sayang...."

Bertepatan dengan Diana memanggil nama anaknya, Fredd datang dari arah belakang langsung merangkul Diana dan mencium kening wanita itu lembut. Dia tersenyum mengambil alih dokumen tersebut dari tangan istrinya.

"Kenapa kamu pulang nggak kasih tau aku?"

Diana mengalihkan pandangannya ke Fredd. "Maaf, aku lupa saking senangnya saat Bibi nelepon kalo Rachel pulang cepet,"

Mata Fredd melirik sekilas Rachel yang memasang wajah dingin. "Ya, anak kita ada di rumah," setuju Fredd lantas menarik Diana lebih dekat, dia mencuri cium di hidung mancung Diana. "Mandi sana, aku ragu ingin menciummu karena bau."

Diana terpekik, dia pun mengendus bau tubuhnya yang masih tercium wangi walau kulitnya terasa lengket. "Aku nggak bau Fredd, jangan menggodaku seperti itu!" cetus Diana cemberut.

Hal yang paling disukai Fredd adalah ketika Diana memberenggut karena diusili olehnya. Dia pun semakin bersemangat mengerjai Diana, istrinya paling sebal jika dikatai bau. Itu membuat pamornya sebagai Ibu beranak satu yang awet muda seakan runtuh seketika.

Walau Fredd terkekeh, Diana menyadari gurat kesedihan terpancar di wajahnya. Lantas dia mengelus rahang Fredd lembut. "Apa ada sesuatu yang salah?"

Fredd mengulum senyum tipis. Dia memijat lehernya tidak ingin Diana khawatir. "Hanya kelelahan sehabis kerja tapi begitu melihatmu, kurasa semangatku ada lagi." yang sukses membuat Diana menertawakan gombalannya.

Di depan mereka Rachel tidak bisa menahan kemarahan yang memuncak. Dia membanting spatula bekas menghangatkan ayam goreng ke samping kompor lalu berdeham keras mengagetkan kedua pasangan suami istri tersebut.

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang