25. Alasan kebencian Agra

42.5K 4.9K 289
                                    

Ada yang bilang bahwa anak perempuan biasanya akan lebih dekat dan akrab dengan ayahnya. Bagi sebagian orang mungkin itu tidak benar tetapi berbeda sama Rachel yang sedari kecil selalu tumbuh besar ditemani sang Ayah. Meski Papa sibuk bekerja dia takkan lupa menyempatkan sedikit waktu untuk anak tercintanya.

Siang itu sepulang sekolah Rachel dikejutkan akan kedatang Papa di luar gerbang, bersandar pada kap mobil menunggu putri semata wayangnya keluar. Senyum Rachel berkembang langsung lari menghampiri Papa yang melambaikan tangannya. Lantas ketika Rachel berhasil mencapai jarak terdekat padanya Papa mengangkat tubuh Rachel tinggi-tinggi, menghujaninya ciuman di seluruh wajah.

Rachel bergidik geli, dia meminta Papa menghentikannya. "Papa! Papa! Stop it!" seru Rachel sembari tertawa.

Papa terkekeh mengecup sekali lagi puncak hidung anaknya. "Mau main dulu?"

"Papa nggak kerja?" balas Rachel heran.

Istirahat jam makan siang sekitar satu jam, Papa memiliki cukup waktu untuk mengajak Rachel jalan sebentar sebelum kembali ke kantor. "Kita makan es krim dulu, yuk?" ajak Papa.

Mata Rachel berbinar senang. "Ayo! Ayo!"

Papa menurunkan Rachel dari gendongannya, lantas berlari memutari mobil ke pintu pengemudi, Papa menasihati Rachel supaya hati-hati. Ketika Papa memeriksa ponsel yang berbunyi dari arah samping sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi sontak Rachel tak melihatnya pun tertabrak hingga terpental jauh. Jantung Papa rasanya berhenti memompa, darahnya tidak bisa berdesir normal saat menemukan Rachel bersimbah darah.

Saking terkejutnya Papa membanting ponsel segera menyusul Rachel panik. Pria itu memangku tubuh kecil Rachel, kepalanya bocor terantuk batu, terdapat sayatan di lengan serta kakinya. Rambut Rachel yang dikuncir dua basah oleh darah, Papa menepuk pipi Rachel agar anaknya tetap sadar.

"Rachel, sayang, tunggu sebentar. Kamu jangan tutup mata," rengek Papa nyaris menangis, menelepon pihak rumah. Tangan Papa gemetara melihat mata Rachel hampir tertutup. "Rachel, hei, Rachel!"

•••••

Sayup-sayup Rachel membuka kelopak mata. Sengatan cahaya menusuk penglihatan, pandangannga masih memburam harus menunggu beberapa menit untuk memulihkan. Hal pertama yang Rachel rasakan adalah kekosongan lalu dia menghirup napas lantas mengembuskannya, ada embun yang tertempel di dinding alat bantu pernapasan.

Bola mata perempuan itu mengerling, mengelilingi ruangan serba putih. Di sudut tempat tidur dia menjumpai wajah Diana bergeser ke samping ada Fredd yang turut senang mengetahui Rachel telah sadar kemudian berlanjut pada Gara, Tara, Angel dan Agra. Mereka mengucap syukur akhirnya Rachel berhasil melewati masa kritis. Akibat benturan di kepalanya cukup keras dan kekurangan darah, Rachel diprediksi kemungkinan akan terkena gegar otak.

Berlawanan dengan reaksi orang-orang di sekitarnya, Rachel justru menutup kembali kelopak mata. Dia memimpikan ayahnya, kejadian waktu Rachel tertabrak oleh pengendara motor. Dulu dia juga pernah merasakan sakitnya jahitan di belakang kepala kini dia harus merasakannya lagi. Namun bukan itu yang membuatnya sesak melainkan tak ada lagi sosok Papa yang menunggunya sadar di ruang rawat.

Usai diperiksa oleh Dokter yang menangani Rachel, 3 jam kemudian perempuan itu sudah bisa bernapas normal dan duduk. Tak ada yang perlu dikhawatirkan kecuali kondisi kepala Rachel yang sewaktu-waktu bisa pusing. Dokter menyarankan Rachel jangan banyak berpikir dulu, Fredd berterima kasih pada Dokter karena telah menyelamatkan Rachel.

"Syukurlah kamu baik-baik aja," lega Diana mengelus pipi anaknya.

Raut wajah Rachel sangat datar, tanpa ekspresi. "Jadi, semuanya bukan khayalan Acel aja, Ma?"

Bad Girl's EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang