Prolog

2K 74 3
                                    

Dahinya berkerut, kedua alisnya hampir bersentuhan karena konsentrasi. Asap menguap dari ubun-ubun kepalanya, asap menyentuh langit-langit ruang kecil tempat dia duduk. Gadis itu sedang menjalankan 100% konsentrasi penuh mengeluarkan isi perutnya di salah satu kamar mandi umum.

Kerutan di dahinya hilang, alis tebalnya tidak lagi nyaris bersatu seperti Helga Pataki dan hidupnya kini dikelilingi pelangi dan hujan glitter penuh warna. Penuh warna seperti pakaian yang membalut tubuhnya.

Rok biru muda mengembang bermotif pisang, mengikuti kemeja merah muda tak berlengan bermotif semangka. Kedua kaki kecilnya yang beralas sandal hak tinggi terikat pita putih besar bangkit, berlari kesana-kemari.

Sebelum keluar kamar mandi dia mencuci tangan, mengelapnya dengan tisu, mengambil parfum dari tas unicornnya dan menyemprotkan ke saisi ruangan sementara gadis itu melompat-lompat supaya dia mendapat sisa wangi di tubuhnya.

Ternyata masih juga belum selesai, jemarinya yang tak kalah lincah menyelundup lagi masuk dalam tasnya. Ia mengaduk-ngaduk isi perut unicorn, berharap di salah satu usus unicorn menyimpan ponsel miliknya. Ternyata betul, unicorn kecilnya menyimpan posel merah muda kesayangannya.

Gadis itu kembali sibuk memainkan ponsel hanya untuk mengecek sosial medianya sambil bersandar di wastafel. Dia mendekam, memainkan sosial media hanya untuk menunggu aroma tidak sedap di ruangan itu termakan harum parfum. Lalu barulah dia membuka pintu pada seorang wanita dengan wajah murka karena telah menunggu terlalu lama.

"Maaf saya lama.."

Sedikit merasa bersalah, sedikit malu dan dengan wangi tubuh yang berlebihan, gadis itu memohon maaf sedalam-dalamnya diiringi sedikit tundukan kepala. Sayang sekali hanya dibalas dengan rasa dingin luar biasa dari wanita itu, yang tanpa menatap sedikitpun langsung masuk dan mengunci pintu kamar mandi begitu saja. Wanita itu muak telah menunggu hingga kedua kakinya keram, atau betul-betul ingin buang air. Pasti kombinasi dari keduanya.

"Ouch.." penuh dramatisasi unicorn betina itu menaruh tangan di dadanya, "Aku sudah minta maaf.. tolong ya, tante! Apa anda ingin masuk ke kamar mandi dengan aroma busuk yang saya tinggalkan? Wuek."

Masih mendramatisir gadis itu mengoceh tanpa henti hingga dia menabrak seseorang yang ada di belakangnya. Oh tidak, tidak seperti adegan-adegan pada film khas yang terbubuhi romansa tanpa akhir dimana ia jatuh ke pelukan pangeran tampan atau ksatria berjubah. Melainkan tubuh rapuhnya jatuh ke lantai karena ketidakseimbangan sepatu hak pencakar langit miliknya. Tasnya belum ia seleting membuat isi perut unicorn kecilnya berserakan dimana-mana.

Tiga detik kemudian, seorang pria jatuh ke pelukannya. Di lantai marmer keras, sekeras tubuh pria yang mengantam gadis yang semakin rapuh itu. Unicorn kecilnya pasti sudah mejret sekarang.

"Aaaah!"

Kedua kakinya pasti patah di pergelangan kakinya. Gadis itu bisa merasakan tulang keluar dari sepatu hak tinggi yang dia kenakan. Punggungnya pasti sudah dipenuhi ruam biru, bahkan lebih biru dari samudra manapun. Sikunya pasti sudah berdarah, darah miliknya lebih merah dari mawar manapun dan tidak akan terhapus oleh cairan pembersih jika menempel di lantai.

Kulitnya merasa basah terendam sungai besar darah dan dadanya sesak tertimbun tanah, yang tidak lain dan tidak bukan adalah seorang pria yang jatuh ke pelukannya.

Khayalannya membuat unicorn kecil mejret itu tertawa, tidak ada satupun dari imajinasi gadis eksentrik itu yang lolos di ambang kenyataan. Tapi tetap saja dia kesakitan setengah mati, hanya bisa telentang di lantai seperti sayuran yang menunggu dirajang di atas talenan.

"Sakiiit..."

Suara manjanya kembali mengerang, menyadarkan pria tidak tahu diri yang terbaring tanpa rasa sakit diatas tubuhnya. Menyadari posisi mereka.

Princess Kenya In LoveWhere stories live. Discover now