Twenty Six

309K 19.5K 1.7K
                                    

"Aku tidak cemburu, aku cuma tidak suka ada orang yang buat kamu tertawa selain aku."

------------

"Given!"

Gladys reflek ikut menoleh kebelakang, senyum di bibirnya memudar mengenali siapa sosok gadis itu.

"Loh kok lo di sini?" Given berjalan mendekat menatap penampilan Liana dari atas kebawah, "Kok pake seragam sekolah gue?"

Liana tersenyum manis, meraih lengan Given dan menariknya masuk kembali ke halaman sekolah, "Anterin gue ke TU ya? Hari ini gue resmi jadi murid SMA Bakti Mulia!"

Given menaikkan kedua alisnya bingung, "Lah kenapa pindah?"

"Bonyok pindah rumah, dan lebih deket sekolah di sini dari pada di sekolah lama gue."

Gladys meremas tangan menahan gejolak hatinya mendengar perkataan gadis itu. Apalagi saat melihat Given terlihat senang mendengar ucapan Liana barusan.

Liana memang dua tahun lebih muda dibanding Gladys dan Given namun penampilannya terlihat lebih tua karena efek make up dan baju seragam yang di buat ketat membentuk bodynya yang ramping.

Meskipun Given selalu bilang dia menganggap Liana sebagai adik atau teman dekat, tetap saja ada perasaan gelisah jauh di dalam lubuk hatinya. Melihat bagaimana perlakuan Given yang terlihat 'berbeda' dibandingkan perlakuannya pada teman cewek lain membuatnya sering bertanya dalam hati. Sebenernya yang ada di hati lo itu gue atau dia?

Gladys berusaha tersenyum ketika Liana dan Given sudah berdiri di hadapannya. Given reflek melepaskan tangan Liana beralih mendekat pada Gladys namun pergerakannya terhenti saat Liana kembali meraih lengannya.

"Anterin gue ke TU." Liana mengedipkan mata memohon dengan bibir dikerucutkan membuat wajahnya terlihat lucu.

Given menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, sekilas melirik Gladys merasa tidak enak jika memilih mengantar Liana. Tapi di sisi lain Given juga tidak tega meninggalkan Liana sendirian.

Untuk kesekian kalinya Gladys memaksakan seulas senyum menepuk pelan pundak Given, "Udah anterin aja kasihan kalau dia sendirian. Aku duluan ke kelas ya."

Tanpa menunggu jawaban, Gladys membalikkan tubuh melangkah menjauh berusaha terlihat tenang. Berusaha mengabaikan sesuatu yang retak jauh di lubuk hatinya.

----

"Kapan penderitaan ini berakhir!" Velly mengusap wajahnya kasar terlihat muak dengan sederetan soal bahasa indonesia di hadapannya.

Gladys masih fokus membaca soal, bolamatanya bergerak teratur dari kiri ke kanan. Bibirnya bergerak-gerak kecil membaca soal tanpa suara. Ya, seharian ini dia sengaja memfokuskan diri pada setiap soal yang di berikan. Semua itu dia lakukan hanya untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi pagi. Hatinya kembali gelisah jika mengingat bagaimana ekspresi bahagia Given ketika tahu Liana satu sekolah dengannya.

Bukannya munafik tapi Gladys sadar, seandainya Given tidak mengenalnya mungkin sekarang ini bukan dia yang berada di sisinya melainkan Liana. Wajar bukan jika Gladys takut posisinya di rebut?

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu namun Gladys lebih memilih menghabiskan waktu di kelas, menidurkan kepalanya di lipatan tangan. Matanya terpejam lelah seharian ini fokus pada soal-soal latihan UN yang tidak kunjung habis.

Baru sebentar mulai terlelap dia merasakan rambutnya di usap lembut. Belaian itu justru membuatnya merasa semakin mengantuk, dia tahu betul siapa pemilik tangan besar dan hangat itu. Tangan yang selalu membuatnya merasa nyaman jika berada di dalam genggamannya.

Why ? [ SUDAH DISERIESKAN]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ