“Ini masalah Erna, lex. Ehmm… gini. Kemarin kan aku ke kosnya Erna. Kebetulan saja aku mmm... mengetahui sesuatu hal tentang pacarmu itu, yang harus aku ceritakan ke kamu sekarang juga!” Bibirku kugigit kuat saking gelisahnya. Dari manapun aku mulainya, aku sadar, ujung-ujungnya tetap saja Alex akan terluka.

“Rahasia apa? Kayaknya dia nggak pernah menyimpan rahasia dariku kok!” Alex tampak makin bingung.

“Disana aku diberitahu pekerjaan dia yang sesungguhnya. Jangan kaget ya. Ternyata dia itu kerja di…”

“Di bar kan?!”potong Alex kemudian.

Mataku terbelalak mendengar itu. “Lho kamu sudah tau to?! Lha terus kok kamu diam saja! Masak kamu biarkan pacarmu kerja disana!!!” pekikku kesal. Tak kuduga ternyata Alex mengetahui semua ini dari awal, tapi malah tak berbuat apapun untuk menghentikannya.

“Uda kularang… tapi katanya dia uda terlanjur teken kontrak di sana sampai dua bulan ke depan. Aku sih terpaksa maklum. Toh dia melakukan itu karna nggak ada kerjaan lain, padahal dia harus membiayai orangtuanya dan membayar utang-utang papanya. Lagipula kerjanya cuma jadi pelayan di dapur doang kok. Tugasnya juga cuma membantu koki di dapur membuat makanan dan mencuci piring-piring kotor. Nggak kurang dan nggak lebih. Masuknya ke dapur juga dari pintu belakang, jadi nggak sampai ketemu sama tamu yang lain. Aman-aman kok!”jawabnya santai seakan-akan nggak ada masalah yang harus dibahas tentang pekerjaan Erna.

“Pelayan apaan? Pelayan untuk melayani pria-pria hidung belang mungkin! Bisa-bisanya kamu nggak tau kalau lagi ditipu. Aku yang ke sana sendiri dan menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Cewekmu itu berpakaian super minim dan super terbuka untuk bekerja di bar itu. Kamu pikirlah dulu… mana ada orang yang kerja di dapur trus pakaiannya kayak gitu.”

“Ya ampun, An… gaya pakaian Erna akhir-akhir ini memang kayak gitu. Kita kan nggak bisa menghakimi gaya pakaian seseorang.” Masih saja Alex menolak untuk menerima informasi yang didengarnya dariku.

“Bukannn… dia berpakaian seperti itu karena memang untuk menarik perhatian para laki-laki. Semakin pendek atau terbuka bajunya, semakin besar tawaran yang dia terima. Buka matamu dong, lex!”jawabku geram. Entah apa yang dicekoki Erna pada cowoknya ini, sampai bisa jadi senaif ini. Kok bisa-bisanya dia percaya bualan murahan macam itu!

“Emang kamu pernah lihat dengan mata kepalamu sendiri kalau dia pernah tidur dengan laki-laki lain?”
Aku menggeleng dan berkata, “Enggak sih, tapi kan…”

Alex langsung menghela nafas tak sabaran dan segera berdiri. “Ya udah. Kalau kamu nggak ada bukti, ya nggak usah dibahas lagi! Aku capek ah… kamu kok kayaknya mencoba memojokkan Erna terus. Udah… berhenti ngobrolnya… mama papaku uda terlalu lama nunggu di dalam.”

Belum lagi aku menjawab, Alex langsung masuk ke dalam rumah dan meninggalkanku sendiri, melongo saat menyadari sahabatku yang begitu cerdas itu, sekarang menjadi sangat dungu seperti ini. Bagaimana mungkin dia tak sadar kalau dia sedang ditipu?!

Gawat kalau kayak gini. Bocah itu bisa saja tak sadar kalau dia akan menikahi seseorang yang nantinya menghancurkan hatinya dan keluarganya. Sekarang aja Alex sudah menolak untuk berpikir waras dan terus saja mempercayai ucapan Erna. Gimana nantinya nasib anak itu? Bisa-bisa disuruh Erna membuang orang tuanya pun dia mau.  Kalau itu terjadi… bagaimana dengan keluarga ini nantinya? Bagaimana juga dengan Alex? Padahal pukulan terberat bagi seseorang adalah saat dia sadar bahwa dirinya sedang ditipu oleh orang yang dia cintai. Kalau sampai Alex kenapa-kenapa, aku juga mana mungkin bisa hidup tenang!

Masih dengan pikiran yang kalut, aku masuk ke dalam rumah Alex dan langsung menuju ruang keluarga, tempat semuanya berkumpul. Tak kusangka, aku juga melihat Erna di situ, duduk di samping Alex. Tanpa sadar, aku menatap tajam penuh rasa kebencian pada wanita itu. Tapi, Erna malah membalasku dengan bergelayut genit di lengan Alex dan tersenyum nakal penuh kemenangan. Jelas saja, hatiku sakit melihat itu semua. Senyum penuh cinta di wajah Alex pada wanita itu juga membuatku muak.

Aku ingin melakukan apapun untuk menghapus senyum menyebalkan itu. APAPUN… termasuk merebut pria yang dipikirnya menjadi miliknya itu segera. Entah kenapa ide itu perlahan merasuki pikiranku. Seakan-akan, ide inilah yang bisa jadi solusi untuk semuanya. Alex bisa jauh dari Erna dan tak bisa menikahinya. Sementara aku… bisa berada di dekat Alex selama yang aku mau.

Tiba-tiba suara mama Alex membuyarkan lamunanku."Oke… karna sekarang Anna sudah datang, berarti acara sudah bisa kita mulai. Ayo An, sebelum kita makan bersama, cepat kamu langsung beritahu kami tentang keputusanmu. Aku rasa selesai mendengarkan keputusanmu, barulah kita bisa makan dengan tenang.”

"Sekarang tante?" tanyaku dengan gelisah. Aku seketika merasakan ada beban berton-ton menekan pundakku saat ini. Apalagi, mendadak semua mata terpusat padaku dan menunggu apa jawaban yang keluar dari mulutku.

"Ya sekarang lah. Masak minggu depan. Gimana? Apa keputusanmu?"

Aku memandang ke seluruh ruangan. Tapi mataku akhirnya tertuju pada Alex, pria yang aku cintai. Tidak seperti yang lain, dia tampak seperti orang yang sudah tau jawaban apa yang akan keluar dari mulutku. Tentu saja, dia mengira aku akan langsung menolak tawaran orang tuanya. Sedangkan Erna… dia masih saja tersenyum seakan mengejekku yang dipikirnya takkan bisa mengambil Alex darinya dan menggagalkan rencananya.

"Keputusan yang aku ambil hari ini semata-mata buat sahabatku Alex. Selama beberapa tahun aku menjadi temannya, satu hal yang tidak pernah berubah darinya adalah cintanya kepada Erna. Begitu cintanya hingga seringkali aku melihat dia kehilangan akal sehat karenanya. Oleh karena itu Alex... keputusanku sudah bulat. Aku..." Aku berhenti untuk menghapus air mata yang tiba-tiba membasahi pipiku.

"Aku memutuskan untuk... menikah denganmu!"

***

PERNIKAHAN PARO WAKTU  [#wattys2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang