14. TERBONGKAR

45.6K 1.1K 52
                                    

BACA DARI AWAL YA KARENA BANYAK YANG DIRUBAH!!!

"Ngapain kamu kembali lagi, An????" Di depan pintu tiba-tiba sudah berdiri Erna dengan raut muka terkejut bercampur marah. Apalagi dia juga melihat aku sedang bercakap-cakap dengan pria asing di sampingku. Melihat ekspresinya saja, aku tahu kalau ada yang disebunyikannya dan tak ingin orang lain untuk tau.

Aku tidak menjawab. Aku hanya terpaku di tempatku duduk. Mungkinkah aku salah mengenali sahabatku sendiri. Kenapa mesti seperti ini. Kenapa aku selalu saja tau dari orang lain?

"Kamu pulang dulu Yanto. Nanti aku hubungi!" seru Erna menyuruh laki-laki itu pergi. Erna berjalan masuk ke kamar kosnya melewati kami berdua. Wajahnya semakin masam saja dan tampaknya muak melihat kami.

"Tapi aku di suruh bos..." jawab si pria asing itu tak terima.

"Kamu denger nggak sih yang aku bilang. Cepat pergi sana!" bentaknya seraya membanting pintu ketika laki-laki tersebut keluar. Sekarang hanya ada aku dan Erna. Kali ini raut ketidak sukaan yang terlukis di wajahnya terlihat semakin jelas. Kini, dia tak lagi menghabiskan waktu untuk berpura-pura senang aku datang mengunjunginya.

"Apa sih yang mau kamu selidiki dariku, An? Kenapa kau selalu mau tau urusan orang?!" tambah Erna disertai tatapan tajam darinya. Mungkin dengan begitu, dia pikir, aku bisa ketakutan dan pergi. Tapi dia salah! Kali ini aku tidak akan mudah lagi disuruhnya pulang seperti tadi.

"Kok jadi kamu yang marah?! Harusnya kamu kan yang sekarang berhutang penjelasan padaku?!" balasku sengit. Aku tak terima dengan kebohongannya ini.

"Tidak ada yang perlu aku jelaskan ke kamu! Siapa kamu? Tau apa kamu tentang hidupku?! Jika saja kau tau apa yang terjadi padaku lima tahun belakangan ini, kau pasti akan memaklumi ini semua," teriaknya histeris. Dia melampiaskan kemarahannya dengan melemparkan handuknya ke atas tempat tidur. Dia jelas-jelas menunjukkan kalau kehadiranku ini benar-benar sangat mengganggunya.

"Bagaimana mungkin aku tau tentang kehidupanmu selama lima tahun ini? Bukannya kau yang memilih lari menjauh dari kami semua. Dan asal kau tau, sampai kapanpun aku tidak akan pernah memaklumi perbuatanmu ini." Itu yang sebenarnya yang terjadi! Toh memang dialah yang pergi dan tak mau berhubungan dengan kami lagi. Kok bisa-bisanya sekarang dia memaksaku mengerti kehidupannya!

"Kau tidak mengerti rasanya hidup miskin! Tau seperti apa rasanya? Seperti neraka! Setiap kali aku mencoba tabah, penderitaan malah datang bertubi-tubi. Kebaikan, kesucian, dan ketabahan hanya memberiku hasil NOL. Aku muak dengan itu semua! Benar-benar muak! Sekarang hidupku jauh lebih bahagia. Aku bisa bebas mendapatkan apa saja yang aku mau. Yang harus aku lakukan cuma tidur dengan pria-pria tajir yang sanggup memenuhi kebutuhanku."

"Seperti Alex?"tanyaku curiga. Kali ini aku tak bisa begitu mudah percaya kalau Erna mendekati Alex lagi karna dia masih mencintainya.

"Alex berbeda." Alisku mengernyit mendengar itu. Mungkinkah di tengah semua kebohongan ini, sahabatku ini sebenarnya masih menyimpan kejujuran di dalamnya?

"Kenapa? Apakah karna kau mencintainya?"tanyaku serius.

"Oh Anna... cinta tidak ada dalam kamusku. Alex hanya satu dari pria-pria bodoh di dunia ini yang mengabdikan dirinya demi cinta. Setiap kali aku merayunya agar tidur denganku, dia malah menghindar dengan sopan. Huh dasar pria sok alim!" jelasnya dengan nada meremehkan.

Aneh, pikirku. Bukankah dia harusnya bersyukur dapat cowok yang kayak Alex. Di jaman sekarang ini, justru jarang pria yang memperlakukan wanitanya dengan sopan. Kebanyakan langsung main nyosor aja dan menyentuh sesukanya.

"Kalau kamu nggak mencintainya, lantas kenapa... kamu meminta dia kembali?"

"Tentu saja karena uang!" Geram mendengar jawaban Erna, aku pun tak sadar langsung melemparkan tasku ke arahnya. Betapa menjijikannya cara berpikir Erna ini, pikirku. Dia memakai hati seseorang untuk mendapatkan tujuannya. Aku yang benaar-benar mencintai Alex, justru tak bisa memasuki hati pria itu.

"Gila! Main lempar-lempar aja kamu!" Erna mengambil tasku dan membuangnya dekat pintu.

"Nggak ada otak! Tega kamu berbuat gitu sama Alex! Kamu tau dia cinta sama kamu... kok bisa-bisanya kamu tega mempermainkannya. Er, dia itu sempat depresi lho setelah kamu pergi waktu itu! Aku sendiri saksinya! Sekarang kau malah memanfaatkan cintanya demi ketamakanmu semata. Kalau saja kau bukan sahabatku, tidak hanya aku lempar pakai tas, aku pasti sudah meninjumu!" Aku bisa merasakan betapa panasnya kepalaku saat ini. Melihat Erna begitu liciknya ingin memperalat Alex, aku hampir saja tak bisa menahan emosiku.

"Lantas kau mau aku bagaimana? Nyembah-nyembah ke kamu gitu? Lagian kamu siapa to, An? Mamanya Alex? Atau satpamnya? Apapun yang terjadi sama Alex, sama sekali nggak ada urusannya denganmu!"

"Dia sahabatku, Er. Nggak mungkin aku tenang-tenang aja saat tau dia sedang ditipu dan dipermainkan seperti ini! Gini aja... sekarang ayo kita ke rumah Alex dan jelaskan semua ini ke dia. Kalau perlu kamu minta maaf ke dia! Toh dia berhak atas semua itu!"

"Lho ngapain??? Aku juga nggak memaksa dia menyukaiku kok. Lagipula aku sedang butuh duit banyak untuk bayar hutang-hutangku. Kalo Alex sampai tau, dia pasti tidak jadi menikahiku!"

Aku menghela nafas frustasi. Di satu sisi aku benci caranya memperalat Alex. Tapi di sisi lain, aku juga ngerti kalau keadaan yang terlalu menyiksa bisa merubah seseorang menjadi licik dan menghalalkan segala cara, seperti yang Erna lakukan sekarang.

"Gini, Er... bukannya aku nggak ngerti kondisimu. Tapi apa yang kamu lakukan ini salah. Ingat dong gimana baiknya Alex memperlakukanmu. Masak kau mau begitu saja menghancurkan hatinya. Kalau masalah uang, kita bisa pecahkan ini bersama-sama. Aku percaya pasti ada jalan kalau kita mau berusaha. Tapi pertama, kau harus keluar dulu dari pekerjaan lamamu. Hadapi Alex dengan baik-baik dan jelaskan padanya tentang kesusahanmu. Aku percaya kok dia pasti mengerti. Dia mencintaimu, Er. Apapun kondisimu, aku percaya dia masih akan tetap pada perasaannya!" Aku meraih bahu Erna untuk menenangkannya. Bagaimana pun wanita ini pernah menjadi sahabatku. Nggak mungkin karna satu kesalahan saja, aku langsung tak perduli.

"An... kamu pikir kenapa aku memilih pekerjaan ini awalnya?! Aku bisa aja kan berusaha dari bawah dan bersabar dalam penderitaan bla...bla...bla... Tapi itu bukan tipeku. Aku tak suka cara yang panjang dan melelahkan. Kalau ada yang singkat dan mudah, buat apa aku mengambil jalan yang sulit?! Gini aja lho An... kamu urusin aja urusanmu! Biarkan aku menjalani hidupku dengan caraku sendiri!"

Erna membuka pintu rumahnya kasar. Dia menunjuk keluar dan menyuruhku untuk pergi. Aku masih enggan pergi sebenarnya. Aku mau masalah ini selesai hari ini.

Namun, Erna justru menarik tanganku dan mendorongku keluar. Begitu aku di luar, dia menutup pintunya lagi, bahkan menguncinya dari dalam. Masalahnya, dia lupa betapa keras kepalanya aku! Aku akan menungguinya sampai dia keluar dan mengekorinya ke bar, tempat dia bekerja. Hari ini aku akan meyakinkannya sekali lagi untuk berubah.

***

PERNIKAHAN PARO WAKTU  [#wattys2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang