Kabar gembira

308 17 5
                                    

Dari semburat jingga perlahan menjadi gelap. Bersahut-sahutan ciakan anak ayam di samping rumah. Namun, tak mengganggu Aditya yang sedang duduk di teras. Di tangan kirinya terdapat sebuah buku panduan Bahasa Inggris. Akhir-akhir ini, buku itu setia menemaninya.

"Adit!" Dafa berteriak dari dalam kamar dan menghampiri Aditya. Di tangan kirinya terdapat ponsel layar hitam putih dengan kesing warna biru. "Coba kau baca ini!" Senyum hangat dari Dafah tersungging begitu puas.

From: Viki

"Untuk saudara-saudaraku, aku dapat sms dari Perwira Batalion. Besok jam 2, kita harus masuk sekolah, lengkap dengan pakaian dines abu-abu. Entah apa yang akan terjadi, tapi semoga saja kabar baik."

Setelah Aditya membaca sms itu. Tenang, senyum haru kemudian terbit di wajahnya. Penuh keyakinan dalam hati kalau ia tidak jadi dikeluarkan dari sekolah itu. Yah, meskipun belum ada jaminan.

* * *

Sinar mentari yang tajam menerpa. Dua junior yang sedang berdiri di tempat piket. Sigap memberi hormat kepada setiap senior yang memasuki gerbang.

Tak begitu lama berselang, taruna dan taruni tingkat dua telah terkumpul. Tak kurang satu pun. Mereka memilih bertahan di dalam kantin. Tidak ada yang berani masuk kelas. Pengusiran Kepala Yayasan tiga hari yang lalu masih saja membekam di benak masing-masing.

Dari arah kantor utama, Pak Dimas berjalan dengan santai. Tas samping terlihat penuh isi, turut serta menumpang di bahunya. Semakin dekat semakin jelas senyum hangat itu menyambut taruan-taruninya.

Sekitar semeter Pak Dimas dari pintu kantin. Taruna-taruni tingkat dua satu gerakan memberi penghormatan seraya berseru, "Siang, Pak!"

"Siang!" balas Pak Dimas. "Selamat datang kembali! Kalian menang!" lanjutnya.

Sementara, Aditya dan teman-temannya hanya bisa tersenyum lega. Tak satu pun yang membuka mulut. Kabar itu membungkam seluruhnya. Menghapus kecemasan yang sudah berhari-hari menyelimuti.

"Terima kasih, Pak!" ungkap Viki kemudian. Terlihat embusan napas lega yang keluar dari hidungnya. Seakan napas itu tertahan berhari-hari di dalam sana.

Pak Dimas mengangguk lantas tersenyum. "Sekarang kalian boleh masuk ke kelas."

"Siap, Pak," jawab mereka serentak.

* * *

Ting-dung... ting-dung... ting-dung...

Suara sirene terdengar nyaring melayang di udara kemudian disusul alunan suara yang keluar dari mulut mikrophon.

"Berita panggilan ditujukan kepada seluruh tingkat II, ditunggu kehadirannya di ruangan Kepala Yayasan! Terima kasih."

Tidak ada keraguan. Serempak mereka menuju ruangan Kepala Yayasan. Tenang dan teratur.

Ketika di depan pintu ruangan Kepala Yaysan, Viki membalik badan sambil tersenyum kepada yang lainnya. Ia lalu mengetuk pintu keramat itu seraya berucap, "Izin masuk!"

"Iya, silakan masuk!" jawab Kepala Yayasan dari dalam.

Dimulai dari Viki kemudian disusul dengan yang lainnya sampai semuanya berada dalam ruangan. Berdesak-desakan. Namun, hening! Tidak ada yang berani memulai.

"Sudah masuk semua?" tanya Kepala Yayasan memecahkan ketegangan.

Viki mengedarkan pandangan lalu berucap, "Siap! Sudah pak!"

"Baiklah," kata Kepala Yayasan. "Karena semuanya telah ada di sini. Saya akan memberikan penjelasan sedikit mengenai masalah kemarin." Kepala Yayasan terhenti sejenak dari ucapannya. "Sebenarnya saya tidak terlalu mengerti, masalah kalian dengan Pak Bandi. Akan tetapi, sebelumnya saya tidak bisa menuruti permintaan kalian tanpa mengumpulkan bukti terlebih dahulu. Saya juga meminta maaf karena telah mengeluarkan kalian dari sekolah. Dan, hari ini, saya kembali menyadari, tanpa kalian, sekolah ini tidak akan bisa beroperasi."

Uraian Kepala Yayasan membuat teruna-taruni itu merinding dalam cuaca yang panas. Terlihat mendung di beberapa pelupuk mata. Namun, hening tak ada suara yang berani meluncur.

Tidak lama kemudian Kepala Yayasan melanjutkan, "Baiklah! Anggap saja kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Saya sangat menyayangi kalian." Tersungging senyum haru di air muka Kepala Yayasan. "Permintaan kalian belum bisa dikabulkan. Tapi, mulai saat ini, kalian tidak perlu lagi ikut program pramuka. Semuanya bebas dari kegiatan pramuka. Apapun yang menyangkut dengan kegiatan pramuka, kalian tidak perlu ikut campur. Dan, ingat!" Kepala Yayasan mengangkat telunjuk sejajar dengan pelipisnya. "Hanya kalian! Tidak berlaku kepada tingkat satu!"

"Terimakasih, Pak!" ucap Viki dengan bibir bergetar yang disertai gumpalan haru dari dalam batin.

"Baiklah, terlebih dahulu saya akan memeriksa organisasi pramuka di sekolah. Ada apa sebenarnya? Dan, untuk saat ini, lanjutkanlah apa yang menurut kalian benar. Satu lagi, saya tidak mau lagi mendengar kabar pembangkangan kalian kepada Pak Bandi! Siap!?"

" Siap, Pak!" Satu suara menggema memenuhi ruangan.

"Kembali ke kelas, dan belajarlah seperti biasa!"

"Terima kasih, Pak!" jawab Viki lagi.

Taruna-taruni itu kemudian memberi penghormatan untuk meninggalkan ruangan seraya berseru, "Siang, Pak!"

"Siang!" jawab Kepala Yayasan lalu mempersilakan taruna-taruni keluar dari ruangan.

Selepas dari pintu, di benak masing-masing sekan terbang melayang sampai ke angkasa. Tidak terbayangkan, masalah sebesar itu dapat mereka atasi dengan keberanian dan kebersamaan.

* * *

The Story of SailorNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ