Lulus

355 20 10
                                    

Jika sesuatu yang diharapkan terpenuhi. Jika ingin tersampaikan. Tentu akan membuat keadaan berubah menjadi indah segalanya.

Ujian akhir sekolah itu.

Aditya lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Dan, persetan dengan perayaan. Terlalu sederhana bagi taruna dan taruni itu memaknai arti kelulusan ujian akhir nasional tingkat SMA. Tidak ada coret-coret. Tidak pilox-pilox. Tidak ada konvoi. Tidak ada! Baju dines tersebut sangat layak dijadikan cenderamata. Baju-baju pelayaran itu tidak layak dihakimi layaknya .... Rasanya tidak perlu untuk dijelaskan.

Ini yang paling parah. Bahkan, nilai urut kelulusan tidak ada yang peduli. Tidak ada yang tahu siapa yang mendapatkan nilai tertinggi. Siapa yang menjadi lulusan terbaik tahun ini.

Semua itu tidak penting.

Taruna-taruni itu tetap pada pendiriannya.

Kaku.

Tertutup.

Selama ini, hanya ada beberapa masalah terkait ketarunaan, antara senior dan junior. Selebihnya semua terisolasi. Terlalu pandai menutupi masalah internalnya. Apalagi dengan kelulusan ini? Yang penting lulus. Selesai!

Dengan nilai yang tinggi pun, akan kerja di laut juga, pikir Aditya.

Walau, tidak dipungkiri, ternyata ada banyak di antara senior-senior yang memilih untuk jadi aparat negara. Misalnya, Rifal dan Rizal yang menjadi Polisi. Roni, Farid, dan Rama yang menjadi Tentara. Fudding dan Imelda menjadi Lapas. Rosina menjadi Basarnas.

Terlepas dari semua itu, Aditya tidak memilih salah satunya. Bukan itu yang ingin dicapainya. Ia berada di sekolah pelayaran ini untuk menjadi pelaut, tidak dengan yang lain. Kesiapan berbakti dan menjadi devisa negara adalah tujuan utamanya. Yap, juga untuk Puang Aleng dan Daeng Tata, lebih tepatnya.

Membanggakan kedua orangtua dengan hasil melaut adalah keinginan yang paling ingin diraih oleh anak itu. Dan tak tergoyahkan.

* * *

Terkadang-kadang apa yang direncanakan berjalan mulus. Sempurna. Namun, kadang pula semunya jadi bumerang. Tidak bersahabat. 

Tidak. 

Semuanya kacau.

Perjuangan berujung sia-sia. Itu semua karena Aditya tidak punya kesempatan melanjutkan pendidikannya ke jenjang ANT IV atau biasanya diperpanjang menjadi: Ahli Nautika Tingkat Empat.  ANT IV ini dulunya disebut sebagai Mualim Pelayaran Intersuler yang artinya mualim/perwira kapal yang berlayar antar pulau.  

Biasanya untuk kapal ber-gross tonnage  (GT) standar atau  sekitar GT 200 ke atas di Indonesia mualim IV ini sudah bisa menyandang gelar sebagai kapten. 

Kapten?

Itu lah yang ingin di capai Aditya. Menjadi kapten.

Namun perjalanan itu sepertinya akan terhambat dengan uang pembayaran. Lagi-lagi masalah uang. Kenapa kehidupan ini selalu bergantung pada uang? 

Oleh karena itu, ia harus menata ulang langkahnya.

Bukan.

Bukan karena ia tidak memenuhi persyaratan.

Sangat layak, lebih tepatnya jika dinilai dari biologis. Namun, tidak dari segi materi. Lagi dan lagi anak itu terbentur dengan yang namanya materi. Berbeda halnya dengan Bima.

Bima saat ini sedang melanjutkan perjuangannya di Makassar, bersama lima orang teman angkatannya.

Hanya lima?

The Story of SailorWhere stories live. Discover now