Prolog

22.5K 1K 30
                                    

Lacey P.O.V

Ini tidak mungkin terjadi.

Tidak pernah dalam seumur hidupku, aku membayangkan semuanya akan berakhir seperti ini.

But, ok, let's face it.

Disinilah aku sekarang, duduk di lantai kamar mandi berlapiskan marmer menangisi lelaki yang telah meninggalkanku pergi. Dia tidak hanya meninggalkanku, tapi dia juga meninggalkan bayi berusia 6 bulan yang masih berada di dalam kandunganku. Mirisnya lagi, dia -Luke- sama sekali tidak tahu tentang ini semua.

Ting tong

Bel pintu rumahku pun berbunyi, aku menghela nafas sejenak kemudian langsung berjalan keluar untuk membukakan pintu.

"Hai Lacey!"

Dia adalah Niall Horan. Salah satu personil One Direction yang notebene kakak semata wayangku tersenyum sambil menarikku ke dalam pelukannya.

"H--hai Ni," aku tersenyum lalu membalas pelukannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan raut wajah khawatir.

"Luke hiks meninggalkanku hiks hiks pe--pergi," bisikku getir.

Di sela-sela tangisan, tubuhku tersentak ketika merasakan gejolak di dalam perutku. Tak perlu menunggu waktu lama, aku langsung berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutku disana. Dengan sigap Niall berdiri di belakangku sambil mengusap-ngusap punggungku.

"Lacey, kau sakit?"

Aku menggelengkan kepala sambil terus membiarkan cairan bening itu keluar dari mulutku.

"Apa kau demam? Atau maag-mu kambuh?" tanya Niall terus menerus membuatku mendongakkan kepala sambil berkata, "Kau bawel sekali, Ni."

"Aku kan hanya bertanya," Niall mengendikkan bahunya pelan sambil terus mengusap punggungku.

Setelah selesai memuntahkan semua isi perutku sampai habis, aku menyandarkan diri ke tembok kamar mandi. Keringat dingin mulai bercucuran di dahiku, rasanya badanku lemas dan kepalaku mulai terasa pening.

"Mau aku gendong ke ruang tv?" tanya Niall seraya berjongkok di hadapanku. Aku hanya bisa mengangguk perlahan. Rasanya sudah tidak ada lagi tenaga yang tersisa untuk menopang badanku.

Sedetik kemudian aku sudah digendong keluar dari kamar mandi bersama Niall menuju ruang tv.

Aku langsung terduduk di sofa sambil memijat pelipisku pelan, sementara Niall duduk di sampingku sambil menyilangkan tangannya di depan dada lalu menyeringai, "Kau ini kenapa?"

"Itu hanya morning sickness."

"Morning sickness? Kau hamil?"

"Maksudku-- ugh okay," aku mengangguk kemudian menundukkan kepala. Sungguh ini memalukan karena di usiaku yang masih 18 tahun, aku harus mengandung seorang janin tanpa ditemani ayah biologis dari bayi yang aku kandung saat ini.

"Ternyata dugaanku benar. Apa kau sudah tau jenis kelaminnya?" tanya Niall sambil tersenyum hangat.

"Sudah, dia perempuan."

"Rencananya kau akan beri nama siapa?"

"Aku belum tahu Ni," jawabku sambil mengangkat bahu lemas.

Niall terlihat mengerutkan dahinya kemudian berkata, "Bagaimana kalau Jacqueline? Kita bisa memanggilnya dengan sebutan Jackie."

"Baiklah. Jacqueline Rosie Hemmings," kataku tersenyum sambil mengelus perutku diiringi anggukan Niall.

"Kau tidak marah, Ni?"

Niall menggelengkan kepalanya, "Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga saja."

"Tapi, aku takut Ni. Aku belum pernah membayangkan akan menjadi seorang single fighter."

"Look, Lacey. Kau punya aku dan the boys, kau tak usah mengkhawatirkan itu semua," Niall membawaku ke dalam pelukannya seraya mengelus rambutku pelan.

"Tapi--"

"Bila kau mau, kau bisa ikut denganku dan the boys ke LA lalu kembali lagi ke London saat tour kami berakhir. Bagaimana? Aku jamin kau dan keponakanku pasti akan baik-baik saja bersama kami," ucap Niall meyakinkanku, aku hanya bisa tersenyum lalu membalas pelukannya.

Setelah kepergian orang tuaku 3 tahun yang lalu, Niall memang selalu bisa kuandalkan.

***

Meant To BeWhere stories live. Discover now