23 | Naissance (part 4)

2.6K 370 84
                                    

<<<>>>

Sepulang kerja, Hans menemukan Kadisia di ruang keluarga. Wanita berambut pirang keemasan tersebut sedang menatap layar televisi sambil menopang dagu. Di dalam rumah yang besar dan mewah ini hanya ada dia sendirian.

"Ayah dan Ibu sedang liburan ke Ares." Kadisia menjelaskan keadaan dengan ekspresi datar.

"Then why do you look so upset?" nilainya kepada wanita tersebut. Tubuh Hans merebah pelan di kursi sofa yang empuk. Wanita di sampingnya hanya menggeleng sambil mengusap mata dan menarik ingus sebagai respons.

"Oh, hanya drama yang kutonton," tawanya getir.

"Bagaimana pekerjaanmu?"

"Fine."

"H-hm?"

"H-hm. King Adras akhirnya menempatkanku di senat ekonomi."

"Good. Bagaimana hubunganmu dengan Cedric?"

Sempat ada keheningan yang cukup panjang. Sampai Hans melirik dan kembali berbicara. "Dia tak bersikap buruk kepadamu, kan?"

"No ...," Kadisia buru-buru menegasikan, "i mean, he's really kind and sweet guy. But ... i feel like .... Kau tahu, sepertinya fantasiku terlalu berlebihan untuk mendapatkan orang seperti itu."

Hans telah membuktikan penciumannya terhadap suatu masalah. "Hey, dengar, kau adalah kakak perempuanku yang sangat pintar dan hebat. Dan Cedric adalah sahabat terbaikku sewaktu di sekolah. Tidak ada pria yang lebih pantas mendapatkanmu daripada dia. Kau mengerti?"

Kadisia pun menangis haru dan segera memeluk adik angkatnya itu dengan erat. "Thanks."

Hans mulai sadar. Selain Adras yang keras kepala, serta adiknya yang gila dan tidak jelas, ia hampir melewatkan satu masalah.

<<<>>>

"Kapan aku bisa memakai labnya?"

"Semua sudah siap, termasuk dr. Iwaka Haruo dari divisi konservasi energi sebagai mentormu. Jadi tak usah buru-buru."

Olivia melipat tangan dan memandang lurus kepada Cedric sambil menggelengkan kepala. Ia jelas tak bisa bersantai. "Oke," ucap pria berambut pirang tersebut mengklarifikasi dengan muka serius, "waktumu mungkin tidak akan lama sebelum deadline. Tapi jangan buat itu jadi beban, oke? Kondisi kesehatanmu juga perlu perhatian khusus."

Olivia tertawa jengah, sambil mencoba lepas dari cengkeraman kedua tangan Cedric. "Aku baik-baik saja, Cedric. Dokter bilang hanya gejala yang mirip meningoensefalitis. Dan setelah melihat Emily, aku jauh lebih baik sekarang."

Pria itu pun tersenyum dan meninggalkan tempat. Di sinilah Olivia akan menghabiskan sisa waktu yang ia miliki. Ruangan yang dua pertiga bagiannya dikelilingi kaca semitransparan, sehingga lalu-lalang yang ada di sekitar sedikit membuat privasinya kurang terjaga. Namun ia sangat terhibur, selain dengan akuarium yang berisi ikan-ikan bercahaya, pun oleh dua meja besar penuh dengan gelas beker, gelas reaksi, timbangan, mikroskop elektron, beserta seperangkat komputer personal. Tak lupa sebuah XRD diffractometer yang ia pesan, sudah duduk manis di sudut ruangan. Mesin itu bulat, sekilas hampir mirip dengan kepala MRI, namun dilengkapi dengan pistol penembak gelombang X-ray dan detektornya, serta piringan di tengah untuk menaruh sampel. Beberapa kristal alami warna-warni ia sejajarkan di atas meja marmer. Sempurna. Olivia menarik napas. Waktunya bereksperimen.

Pada waktu yang bersamaan, Nathan dan Averus tengah bersiap untuk mempresentasikan progres penelitian mereka yang sudah hampir mencapai tahap akhir. Saat masih di belakang panggung, Nathan memerhatikan Averus yang belakangan batuknya tak sembuh-sembuh. "Kau baik-baik saja?"

HEXAGON [2] | Singularitas Hitam Putih ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang