unlucky when asking for lucky

3.7K 363 30
                                    

"Kau ini, apa benar kau pernah ke kuil sebelum ini?"

Tangan Kuroko mendorong punggung Akashi yang kehabisan energi saat menaiki tangga di kuil Shinto.

Sejak melewati hutan buatan dengan pohon besar berkalung shimenawa Akashi tak henti-hentinya berbual;
Tentang kelebihan yang sengaja dilebih-lebihkan dari kota tempatnya tinggal dulu, Kyoto.

'Kuil di Kyoto yang lebih indah dari pada kuil ditengah kota Tokyo' begitu katanya.

Bunyi lonceng khas.

tepuk tangan berirama.

Juga suara dentingan koin logam yang dilempar ke kotak saisen.

Sebelum melewati torii Kuroko menghardik dalam hati.

Dimana-mana kuil memang seperti itu.

"Pernah, tapi tidak setinggi ini haaah! makin kesini udara makin hilang!" keluh si merah.

Niatnya ingin melonggarkan syal jadi terhalang karena dingin udara.

Double attack.

Sesak napas dan dingin.

Seperti terkurung dalam kulkas bersama sarden busuk.

"Lagi pula untuk apa ke kuil di jam seperti ini? Apa kau ingin dimakan kitsune?"

Tangga-tangga yang indah dipandang dari jauh menjelma menjadi pembunuh.

"Ini kuil shinto, bukan kuil inari, Kitsune tidak mungkin berani datang kemari."

Kuroko masih berusaha mendorong tubuh akashi dengan tangannya, meski sama-sama kehabisan energi tekad kuat agar cepat sampai membuat Kuroko menjadi lebih bertenaga.

"Inari juga shinto, Berhenti mendorong ku!"

"Lalu apa? ditarik?"

Mengapa malah sedikit menyesal telah datang ke kuil?

Kuroko berjalan dulu melewati Akashi, menaiki tangga suci yang sedikit membeku karena dingin.

Disenja seperti ini, kitsune mungkin akan benar benar datang mengadu mereka.

Atau shukaku akan mencelakai keduanya. Apapun itu Kuroko akan menyelesaikan hingga tangga terakhir.

"Aku lelah, aghhh hentikan ini kenapa tidak pulang dan minum teh saja?"

Teriak Akashi saat jarak mereka agak jauh, kuroko yang mendengar diam ditempat lalu menengok dengan gerakan lambat.

"Keberuntungan itu tidak bisa di delivery, saat sudah dipesan kepada tuhan kita harus membayar dan menjemputnya sendiri, itu disebut ibadah, tanpa perjuangan juga Tuhan tidak akan memberikan keberuntungan kepadamu!"

Balas Kuroko tanpa mengalihkan pandangan dari mana Akashi berdiri.

Ada sebuah momen disana.

Tiba tiba angin datang menerbangkan syal dan rambut perlahan.
Aroma musim dingin yang tidak berbau.

Dan perasaan kagum.

"Jadi?"

Akashi kembali melangkah mendekati Kuroko, langit Jepang tidak sepadan dengan iklimnya, terlihat hangat berwarna nila. Padahal dingin membeku hampir membuat penduduknya mati hipotermia.

"Tinggal berapa tangga lagi?"

Lanjut Akashi setelah berada di samping kuroko.

"Seperempat kurang."

(Before) domestic disputeTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon