Mendengar suara benda jatuh yang cukup besar membuat kening Rachel berkerut dalam. Dia pun berbalik, terkejut bukan main saat menemukan Tara jatuh dengan motor di atas tubuh. Tergesa-gesa dia kembali ke tempat dan membantu memindahkan motor itu agar Tara bisa keluar.

Walau sakit di bagian siku. Tara tetap memberikan senyuman manisnya. "Kamu orang baik, jangan bilang nggak pantes berteman dengan Tara. Karena kamu udah nunjukin kalo kamu itu pantes." pungkas Tara puas, menghindar sedikit dari motornya.

Rachel mendesah pasrah dia memarkirkan motor Tara di tempat semula, lalu hanya bisa terdiam memerhatikan perempuan itu mengedipkan matanya girang.

Akhirnya, Tara mendapatkan teman perempuan!

•••••

Suasana restoran Jepang di mall pusat kota tampak ramai. Dua orang perempuan mengenakan seragam SMA berbeda duduk saling berhadapan di pojok ruangan dekat tembok yang dilapisi kaca. Memantulkan setiap objek yang tertangkap oleh benda mengilat itu.

Si perempuan berambut hitam mencibir, wajahnya masam dengan gerakan makan yang dari tadi terkesan buru-buru. Berbanding terbalik dengan perempuan manis yang ada di hadapannya, dia terus tersenyum melirik Rachel di depannya. Hal itu rupanya membuat risih sang perempuan berambut hitam panjang.

"Eh, Tara lo nggak bosen senyum mulu sama gue?" judes Rachel menusuk katsunya ganas memakai satu sumpit.

Tara menggeleng kecil. "Nggak, kata Papayan mendingan Tara senyum daripada nangis,"

"Ya, tapi kalo lo senyum mulu malah kelihatan kayak orang gila,"

"Nggak apa-apa, orang gila kan juga manusia, nggak ada bedanya sama Tara maupun kamu kan?" Rachel bungkam bingung mau membalasnya bagaimana, yang dikatakan Tara memang benar. Perempuan itu menyeruput ice sweet lemon tea-nya lalu kembali fokus pada Rachel dengan senyum terkembang. "Tara udah traktir kamu untuk kedua kalinya. Jadi siapa nama kamu?"

Rachel memasukkan segulung ramen ke mulutnya, kedua pipi perempuan itu terangkat. Menggembung lucu. "Rachel,"

"Oh, Rachel?" ulang Tara memastikan lantas Rachel pun mengangguk acuh. "Waaahh namamu bagus! Oke, kalo gitu. Rachel, kamu pasti punya HP kan? Tara minta nomor kamu dong!" todong Tara menyodorkan tangan kanannya tepat di depan kepala Rachel yang tengah merunduk.

"Buat apa?" tanyanya mengerutkan dahi.

"Kemarin Tara udah kasih id line tapi nggak Rachel add jadi sekarang biar Tara aja yang add langsung," jelasnya memainkan jari-jari tangannya. "Mana? Sini Hpnya."

Malas berdebat, Rachel pun mengeluarkan ponsel berwarna hitam. Dia meletakkannya di telapak tangan perempuan itu. "Gue nggak ada kuota."

Selanjutnya, Rachel bisa menghabiskan makanannya dengan tenang tanpa adanya tatapan kegirangan dari Tara maupun ocehan perempuan itu, yang kelihatan betul betapa senangnya bisa berteman dengan Rachel. Gadis itu mendengus picik, mengulang sekali lagi kata-kata teman dibenaknya.

Yang benar saja dia memiliki seorang teman? Terakhir kali ada seorang perempuan mendekatinya dan mengaku ingin berteman dengannya itu waktu kelas sepuluh. Rachel yang terbiasa sendirian agak canggung, tapi lama kelamaan dia terbiasa. Hingga suatu ketika perempuan itu menjauhinya lalu pindah sekolah, Rachel tak mengerti apa yang salah dengannya tetapi begitu dia menelepon perempuan itu menjelaskan kalau dia diancam oleh Fredd untuk tidak lagi berteman atau jika tidak Fredd akan membuat keluarganya bangkrut. Sungguh Rachel membenci Fredd sedalam itu, hanya Gladys satu-satunya yang mau menerima Rachel jadi teman apa adanya.

Namun kenangan Rachel hanya bertahan beberapa detik saja sebab dering di ponselnya menyentak kesadaran Rachel kembali. Dia mengerjapkan matanya lantas memandang Tara yang tengah antusias memencet tombol di ponselnya.

Mendadak Rachel jadi panik. "Eh, lo ngapain?!"

"Tara abis beliin Rachel pulsa," Tara menunjukkan ponsel Rachel yang menampilkan banyaknya notif dari aplikasi. "Sekarang kuota Rachel udah banyak, Tara beliin yang 30GB,"

Rachel tersedak ludahnya sendiri. "Eh, lo nggak salah beliin gue segitu?" seru Rachel mengagetkan seisi pengunjung restoran, pelayan yang berdiri di dekat pintu masuk berdeham, menegur Rachel agar mengecilkan volume suaranya. Tapi Rachel tak peduli. "Gila ya lo, ngapain sih beliin gue kuota sebanyak itu?" geramnya.

Tara ikut memajukan tubuh. "Ssstt, nggak apa-apa...." dia mengerling pada Rachel jenaka. "Rachel kan sekarang temen Tara jadi suka-suka Tara mau beliin yang berapa pun itu."

Rachel mendesah berat. Tidak salah kalau waktu itu Tara dipalak. Perempuan ini benar-benar pasrah, senang memberi. Loyal tapi kelewatan.

"Ini HP Rachel. Di sana udah ada nomor Tara, kalo butuh bantuan telepon Tara ya. Tara pasti bakalan datang!"

Rachel menaikkan alisnya tidak yakin sambil menggenggam ponsel yang ada di tangannya. "Emang lo bisa dateng kalau gue suruh lo ke tempat gue pada jam dua malem?"

Tara mengangguk yakin. Dia membetulkan poninya lantas mengedipkan sebelah mata. "Karena Rachel teman Tara. Apa pun akan Tara lakukan. Sebab teman adalah saling membantu bukan saling menjatuhkan."

Rachel membeku. Dia hanya mampu memandangi Tara dalam diam, perempuan itu tersenyum riang menghabiskan bento yang tersisa separuh. Baru kali ini ada perasaan haru menyusup di hati Rachel mendengar perkataan Tara. Perempuan itu... Benar-benar mau berteman dengan Rachel 'kan?

"Gue bukan orang baik." tepatnya ada satu orang dalam hidup Rachel yang bertingkah layaknya iblis.

Tara tidak tahu mengapa Rachel selalu mengatakan hal buruk tentang dirinya sendiri, yang pasti sejak awal bertemu hati Tara telah berbisik bila perempuan yang ada di hadapannya ini sangatlah baik. Rachel memiliki jiwa melindungi tinggi yang membuat Tara nyaman berada di dekatnya.

"Semua orang diciptakan abu-abu, kamu nggak mungkin menjadi jahat dari lahir kalo sewaktu perkembangan kamu nggak dibesarkan dalam lingkungan jahat. Kamu lahir dalam keadaan bersih dari dosa. Jadi, Rachel, Tara nggak peduli seberapa kuat pun Rachel bilang kalo Rachel jahat, Tara tetep mau berteman sama Rachel. Tara tau Rachel cuma berusaha menolak memiliki hubungan dekat dengan seseorang."

Ungkapan Tara sukses meluluhkan hati Rachel, perempuan itu mengatakannya dengan tulus dan bermakna. Seakan-akan dia dan Tara telah lama berteman dalam jangka waktu lama, padahal mereka baru ketemu beberapa waktu lalu. Namun hebatnya Tara langsung bisa mengertinya. Rachel tersenyum kecil, kali ini dia ingin punya teman perempuan, sebahaya apa pun nantinya Rachel akan berusaha menjaga Tara dari Fredd.

"Kalo gitu lo mau traktir gue kalo gue lapar? Antar-jemput gue setiap hari? Nemenin gue kalo gue butuh orang lain buat ada di samping gue?"

"Tentu! Asalkan Rachel janji satu hal."

"Apa?"

Tara memindahkan bentonya ke samping. Dia menumpukan sikunya di meja denan jari kelingking yang teracung. "Jangan pernah menyembunyikan apa pun. Tara tau tadi Rachel sempat masang muka sedih, ya kan? Maka dari itu karena sekarang kita teman. Mari berbagi cerita!"

Rachel terperangah. Sekian lama tidak ada satu orang pun yang memerhatikannya sedetail Raga. Dulu, jika Rachel menyimpan suatu masalah, Raga akan segera tahu dalam sekali melihat ekspresi wajah. Tapi semenjak meninggalnya lelaki itu, Rachel jadi tidak bisa menceritakan masalahnya pada siapa-siapa sekalipun itu Gara, dia tetap bungkam.

Namun kini ada Tara yang dapat membacanya dengan mudah sama seperti Raga. Mau tak mau dengan sendirinya jari kelingking Rachel bergerak sendiri, melingkar pada jari kelingking milik Tara lalu mulutnya mengeluarkan suara tanpa disadari.

"Janji."

Bad Girl's EffectWhere stories live. Discover now