Aislie mendudukkan diri di sisi lain dan menyandarkan tubuhnya pada tanah yang tertutupi oleh rumput.
Tiba-tiba...

Bruk, jedug...

"Aw," pekik Aislie kaget. Kini ia tengah dalam keadaan terlentang. Rupanya bagian tanah yang ia senderi tadi adalah sebuah lubang.

"Aislie? Kamu nggak apa-apa?" Ivery segera bangkit dari posisi rebahannya dan menganga melihat lubang di depannya.

"Aislie, lubang apa ini?" tanya Ivery sambil memasukkan sebagian tubuhnya kedalam lubang tersebut.

"Aku tidak tahu, kukira ini tanah padat, ternyata lubang yang tertutupi rumput." Aislie mulai bangkit dibantu oleh Ivery. Tangannya terangkat mengusap-usap bagian kepalanya yang terbentur tanah tadi hingga ia terlentang.

Ivery mulai merangkak masuk ke dalam. Teriakan Aislie menginterupsi langkah kakinya. "Ivery, apa yang kau lakukan?"

"Entah kenapa, aku merasa tempat pertapa itu ada di sini." Ivery melanjutkan langkahnya semakin dalam memasuki lubang tersebut.

Aislie hanya mengerutkan keningnya. Tapi tak urung langkahnya mulai mengikuti Ivery.

Setelah berada di dalam, ternyata lubang tersebut sangat besar untuk ukuran sebuah lubang. Mungkin lebih cocok dengan sebutan gua.

Sayup-sayup terdengar suara gemuruh dari bagian dalam gua tersebut. Guanya tidak terlalu gelap, beberapa obor tertempel di dinding dalam keadaan menyala, seolah ada seseorang yang tinggal dan hidup di dalam gua tersebut.

"Kau mendengar suara itu?" Aislie mensejajari langkah Ivery yang berjalan beberapa langkah di depannya.

"Ya, sepertinya ada sesuatu di dalam gua ini, bagaimana kalau kita cari asal suara ini? Kau setuju?" Ivery menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah Aislie meminta pendapat.

"Aku setuju." Aislie segera menyetujui usul Ivery dan mulai melangkahkan kakinya kembali. Mengikuti arah suara gemuruh tersebut.

Semakin lama, suara gemuruh tersebut semakin jelas. Suhu udara dalam gua tersebut terasa meningkat, membuat keduanya mendesah kegerahan. Keringat bercucuran di sekujur tubuh mereka.

Setelah menempuh perjalan selama kurang lebih 15 menit, akhirnya, mereka sampai di sebuah ruangan--lebih tepatnya kawah-- besar. Dengan cairan lahar panas berwarna orange cerah, yang menguarkan rasa panas yang luar biasa.

Tepat di tengah kawah tersebut, terdapat sebuah daratan dari tanah yang lumayan luas, dihubungkan dengan sebuah jembatan dari tanah menuju ke tempat Aislie dan Ivery berada saat ini.

Mereka ternganga melihat pemandangan di depan mereka saat ini.

"Baru kali ini aku melihat kawah gunung berapi secara langsung." Aislie berucap sambil matanya tertuju ke kawah di depannya.

Tiba-tiba...

"Akhirnya kalian datang juga. Aku telah lama menunggu kalian. Kemarilah."

Ivery dan Aislie terperanjat mendengar suara tersebut. Mata mereka terbelalak dan mencari sumber suara tersebut. Suara tersebut datang dari daratan di tengah kawah tersebut.

Mata Ivery menyipit, mencoba memperjelas pandangannya. Di atas daratan tersebut, tengah duduk seorang lelaki tua dengan jenggot panjang memandang ke arah mereka dengan pandangan tajam mengintimidasi.

"Itu siapa?" Bisik Aislie sambil tetap menatap ke arah lelaki tua tersebut.

"Aku lah orang yang kalian cari. Kemarilah." Suara lelaki itu seolah mendengar bisikan Aislie.

Boyfriend Fairy Guardian [REVISI] Where stories live. Discover now