4. Just Care

6K 373 9
                                    

"Karena itu biarkan aku tahu. Jika nanti aku tidak bisa menghadapinya lagi, aku akan menyerah."

Adrian menghela napas dalam-dalam. Kenapa gadis ini begitu keras kepala? Bagaimana mungkin dia tidak mewarisi insting tajam dari seorang Lucas Armanno? Seharusnya Larissa tahu jika dia sedang menghadapi bahaya besar yang bukan sekedar permainan.

"Musuh ayahmu adalah keluarga Adyatama," Adrian memulai, entah kenapa dia merasa harus menjelaskan semuanya. Mungkin saja, setelah ini Larissa akan menyerah dan memilih mengalah pada egonya. "Mereka tidak dapat dianggap remeh. Mereka berhasil menculikmu ketika kau bahkan belum bisa mengenali orang-orang. Mereka juga berhasil membunuh ibumu. Dan tidak dapat dipungkiri, jika sasaran mereka saat ini adalah kau lagi."

Larissa tidak menanggapi dan hanya membiarkan Adrian menjelaskan. Lagipula, dia memang membutuhkan ini dan tidak ada yang tahu apakah Adrian mau menjelaskannya lagi nanti. Jadi dia harus menyimak semuanya baik-baik sebelum lelaki itu berubah pikiran.

"Mereka memiliki jaringan dimana-mana. Mereka memperlakukan tawanan dengan sangat buruk."
"Seperti kita?" sela Larissa, tiba-tiba teringat ketika dulu dia masuk ke ruang bawah tanah saat para penjaga lengah. Dia melihat seorang pria dalam keadaan sangat mengenaskan. Semua kuku tangannya hilang, 2 jarinya terpotong dan potongannya tergeletak di lantai. Ada banyak luka sayatan di wajah dan tangannya, darah dimana-mana, sebelah matanya bengkak dan membiru dan hidungnya patah.

Saat itu, sebagai seorang anak 13 tahun, seharusnya Larissa berteriak. Dia juga hampir melakukan itu, jika saja dia tidak ingat bahwa dia datang kesini secara sembunyi-sembunyi. Lalu ketika pintu ruang bawah tanah itu terbuka, yang bisa Larissa lakukan hanyalah bersembunyi di balik tumpukan kardus yang berada di sudut ruangan.
Disanalah dia melihat sisi lain ayahnya. Sejak ibunya meninggal ketika dia berusia 10 tahun, dia selalu melihat ayahnya sebagai seorang malaikat. Tapi ternyata, malaikatnya berubah menjadi iblis di ruangan itu.

Larissa melihat ayahnya memotong sisa jari lelaki itu sambil menginterogasinya, lalu menyayat lengan dan wajahnya. Ketika Larissa merasa tidak sanggup lagi, dia keluar dari ruang persembunyiannya lalu memeluk Lucas dan menangis disana.

Tapi meskipun begitu, rasa cintanya pada Lucas tidak berkurang sedikit pun. Karena dia percaya, ada alasan kenapa ayahnya melakukan itu, yang mana alasannya tidak terlalu dia pedulikan. Yang penting, ayahnya tidak melakukan itu untuk bersenang-senang dan fakta itu mampu membuatnya melupakan sisi gelap dari malaikatnya.

Adrian menelan ludah. "Ya." Kemudian dia membuang muka. "Tapi mereka memperlakukan tawanan wanita dengan lebih buruk."

Larissa mendongak, terkejut begitu mendapati bahwa Adrian ternyata sedang tidak menatapnya. Dia sangat mengenal Adrian, dan lelaki itu selalu berusaha membuat kontak mata dengan lawan bicaranya. "Sungguh? Seperti apa contohnya?"

"Aku tidak ingin membicarakannya," dengus Adrian, terlihat gusar. Tangannya tiba-tiba terulur dan menggenggam tangan Larissa lagi, lalu kemarahan kembali menguasai matanya dalam sekejap.

Larissa selalu curiga jika Adrian mengidap bipolar disorder. Karena untuk ukuran seorang lelaki 26 tahun, suasana hatinya terlalu cepat berubah, yang mana seringkali membuat Larissa bingung karena dia sangat sulit dipahami.

"Tanganmu terluka." Kali ini perhatian Adrian sepenuhnya jatuh pada buku jari Larissa yang lebam, membuat Larissa mengerutkan dahi. Dia tidak menyadarinya sama sekali dan Lucas juga tidak mempermasalahkannya. "Jadi ini yang kau dapat dari Aussie? Melampiaskan kemarahan dengan menyakiti dirimu sendiri?"

"Berhenti bersikap seakan kau peduli," Larissa mendengus. Dia mengibaskan tangan dan berhasil membuat Adrian melepaskan cengkeramannya, tapi ketegangan dan kemarahan yang menyelimuti mereka tidak menguap begitu saja, terutama ketika Larissa mengangkat dagu tinggi-tinggi untuk menantang Adrian. "Papa juga tidak memperlakukan Anthony seperti ini."

The Devil and A Cup of CoffeeWhere stories live. Discover now