15. Belajar Lagi Sepuluh Tahun!

875 24 0
                                    

Bagaimanapun juga dia merasa kerepotan dikeroyok puluhan wanita muda. Dia merasa ngeri sendiri dan tiba-tiba bayangan tubuhnya melayang ke atas dan tahu-tahu dia telah berada di atas wuwungan rumah! Para anggauta Ban-hwa-pang hanya dapat mengacung-acungkan senjata ke arahnya tanpa dapat melakukan pengejaran.

"Ha-ha-ha-ha! Hayo siapa berani mengejar ke sini?" Thian-te Mo-ong tertawa menantang dengan suara mengejek.

Tiba-tiba terdengar teriakan melengking nyaring disusul berkelebatnya bayangan Hwe-thian Mo-li yang melayang keluar dari dalam rumah. Ia terkejut dan sadar dari samadhinya ketika terdengar teriakan-teriakan anak buahnya di luar.

Ketika ia mendengar tawa dan ejekan Thian-te Mo-ong, segera ia mengenal siapa yang bersuara parau dan aneh itu. Musuh besarnya telah datang! Maka sambil mengeluarkan teriakan melengking ia melompat keluar lalu memandang ke atas wuwungan rumah dengan wajah berubah merah dan sinar matanya mencorong penuh kemarahan dan kebencian.

"Keparat jahanam Thian-te Mo-ong! Bagus kamu datang mengantarkan nyawamu ke sini!" Siang Lan mencabut Lui-kong-kiam yang ditudingkannya ke arah muka bertopeng itu.

"Ha-ha-ha, Hwe-thian Mo-li, apakah engkau hendak mengeroyok aku bersama puluhan orang anak buahmu itu?"

Siang Lan merasa dalam dadanya seperti dibakar. "Iblis busuk! Aku bukan pengecut macam kau!" Lalu ia menoleh dan membentak para anggauta Ban-hwa-pang. "Hayo kalian mundur dan jangan sekali-kali mencampuri pertandingan antara aku dan jahanam busuk bertopeng itu!"

Li Ai memberi isyarat kepada semua orang untuk menjauhkan diri dan menyimpan senjata masing-masing.

"Ha-ha-ha, bagus! Akan tetapi tetap saja aku tidak sudi bertanding di sini. Kalau engkau bukan jago kandang, hayo kejar aku dan kita bertanding mengadu nyawa di luar perkampungan ini!"

Setelah berkata demikian, Thian-te Mo-ong lalu melayang turun dari atas wuwungan langsung saja dia berlari cepat sekali keluar dari perkampungan Ban-hwa-pang.

"Bangsat busuk, engkau hendak lari ke mana?" Siang Lan memaki dan cepat melakukan pengejaran, mengerahkan seluruh kekuatan gin-kangnya yang kini telah meningkat jauh.

Li Ai dan para anak buah Ban-hwa-pang hanya melihat dua bayangan berkelebat cepat ke arah pintu gerbang lalu lenyap. Li Ai yang mengenal watak baik Siang Lan melarang para anggauta Ban-hwa-pang untuk melakukan pengejaran dan hanya menanti saja di situ dengan hati tegang. Mereka hanya duduk-duduk bergerombol dan tidak ada semangat lagi untuk berlatih. Mereka semua maklum bahwa orang bertopeng itu adalah musuh ketua mereka dan kini tentu ketua mereka sedang bertanding mati-matian dengan musuh yang mereka tahu amat lihai itu.

Siang Lan mengerahkan seluruh kecepatan larinya melakukan pengejaran. Akan tetapi musuh besarnya tetap berada di depannya, dalam jarak sekitar tiga tombak. Ternyata kecepatan lari mereka seimbang dan Thian-te Mo-ong juga tidak mampu memperjauh jarak itu. Akhirnya Siang Lan yang marah sekali memungut dua buah batu sebesar kepalannya dan setelah memindahkan pedang ke tangan kirinya, ia melontarkan dua buah batu itu ke arah kepala dan punggung Thian-te Mo-ong.

Thian-te Mo-ong ternyata memiliki pendengaran yang amat tajam. Biarpun ditimpuk dari belakang, dia mampu mendengar desir angin timpukan itu dan cepat melompat ke samping sehingga dua buah batu itu tidak mengenai tubuhnya. Dia berhenti dan membalikkan tubuhnya menghadapi Siang Lan sambil tertawa mengejek.

"Ha-ha-ha-ha! Sebaiknya di sini kita mengadu nyawa, Hwe-thian Mo-li. Jangan mengira bahwa dengan kecepatan dan sambitan batumu itu aku menjadi gentar!"

"Jahanam busuk Thian-te Mo-ong, bersiapkah untuk mampus di tanganku."

Siang Lan yang sudah tak dapat menahan kesabarannya lalu menerjang dan menyerang dengan buas dan dahsyat sekali karena ia menggunakan jurus yang paling ampuh. Ia maklum akan kelihaian lawan maka ia pun begitu menyerang mengerahkan semua tenaganya!

Serial Iblis & Bidadari - ASKPHWhere stories live. Discover now