145. Lentera Iblis

Mulai dari awal
                                    

Patih Kerajaan angkat kepala sedikit, dua mata menatap lekat-lekat ke wajah tamunya. "Satu hal yang sangat rahasia katamu. Bagiku ini agak mengejutkan. Hal sangat rahasia macam apa? Menyangkut pribadi atau ada hubungannya dengan Kerajaan?"

"Dua-duanya, Kanjeng Patih," jawab Danang Kaliwarda. "Terlebih dulu saya mohon maaf. Kejadiannya berlangsung kemarin malam. Terjadi di halaman belakang gedung kediaman Kanjeng Bendahara. Semula saya merasa bimbang apakah akan memberitahu hal ini pada Kanjeng Patih atau tidak. Kalau saya memberi tahu berarti saya melangkahi atasan saya Raden Mas Wira Bumi. Kalau saya tidak memberi tahu sebagai seorang prajurit saya merasa berdosa pada Kanjeng Patih dan Kerajaan ...."

Patih Kerajaan berusia enam puluh tahun tapi masih berwajah segar dan klimis usap dagunya yang ditumbuhi janggut halus dan rapi.

"Teruskan ceritamu, Danang Kaliwarda."

"Malam itu gedung kediaman Bendahara kedatangan tamu seorang lelaki tinggi kurus dengan penampilan serba merah mulai dari rambut sampai ke kaki. Walau dia tidak menyebut nama namun Saya tahu siapa dia karena sebelumnya sudah pernah datang menemui Raden Mas Wira Bumi. Orang itu saya kenal dengan nama Eyang Tuba Sejagat. Pada kedatangannya yang kedua kali ini saya lihat ada sesuatu yang terjadi dengan tubuhnya sebelah luar dan sebelah dalam. Agaknya dia menderita luka dalam parah. Seperti mengalami keracunan yang sangat hebat. Mungkin saya menyalahi adat, namun entah mengapa saya begitu ingin mengetahui apa yang dibicarakan sang tamu dengan Raden Mas Wira Bumi.

Ternyata kecurigaan saya ada hikmahnya. Rupanya, sebelumnya Raden Mas Wira Bumi telah memberi tugas pada Eyang Tuba Sejagat untuk membunuh dengan cara meracuni seorang Kiai yang diam di puncak Gunung Gede bernama Kiai Gede Tapa Pamungkas ....."

Sikap dan air muka Patih Kerajaan langsung berubah mendengar ucapan Danang Kaliwarda itu.

"Kiai Gede Tapa Pamungkas adalah seorang suci berilmu tinggi yang dianggap setengah Dewa. Dia banyak membantu Kerajaan. Kalau ada orang jahat ingin membunuhnya pasti ada satu masalah besar dibalik perbuatan keji itu. Danang, teruskan keteranganmu."

"Ternyata Eyang Tuba Sejagat gagal melaksanakan tugas. Dua pembantunya tewas. Dia malah dicekoki Racun Akar Bumi miliknya sendiri oleh Kiai Gede Tapa Pamungkas. Untuk mengobati dirinya yang keracunan dia harus membeli obat dari seorang tabib. Obat itu mahal sekali. Eyang Tuba Sejagat minta agar Raden Mas Wira Bumi mau memberikan sejumlah uang. Dia berjanji kalau sudah sembuh akan segera melaksanakan tugas berikutnya." Sampai di situ Danang Kaliwarda tidak meneruskan ucapan, dia menatap sang patih dengan bayangan rasa takut pada wajahnya.

"Kepala Pengawal, kau kelihatan seperti bimbang atau takut meneruskan ucapan ...."

"Maafkan saya Kanjeng Patih. Terus terang saya memang merasa takut karena apa yang hendak saya katakan menyangkut langsung diri Kanjeng Patih."

"Katakan saja. Mengapa harus takut?"

"Tugas berikut yang dikatakan oleh Eyang Tuba Sejagat itu adalah membunuh Kanjeng Patih." Walau suaranya agak bergetar meluncur juga ucapan itu dari mulut Danang Kaliwarda.

Sosok Patih Kerajaan seolah berubah menjadi patung, diam tak bergerak. Air mukanya berubah. Namun sesaat kemudian seringai muncul di wajahnya.

"Apakah ucapanmu bisa aku percaya Danang Kaliwarda?"

"Demi Gusti Allah saya bersumpah saya tidak berdusta."

"Kalau begitu lanjutkan ceritamu. Apa yang terjadi kemudian?"

"Raden Mas Wira Bumi tidak memberi uang yang diminta. Malah Eyang Tuba Sejagat dibunuh. Kepalanya dipukul hingga rengkah!"

"Dengan tangan kosong?"

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang