84. Wasiat Dewa

6.1K 107 11
                                    

SATULIDAH Tiga Bayangan Setan terjulur sedang kawannya si Elang Setan terbatuk-batuk dengan mata basah memerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SATU

LIDAH Tiga Bayangan Setan terjulur sedang kawannya si Elang Setan terbatuk-batuk dengan mata basah memerah.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?!" tanya Elang Setan.

"Aku bersumpah akan membunuh Pangeran keparat itu!" jawab Tiga Bayangan Setan.

"Jangan tolol! Tingkat kepandaiannya di atas kita! Apalagi kini dia memiliki Kitab Wasiat Iblis itu...."

"Kita harus pergunakan akal! Cari kesempatan waktu dia lengah!"

"Kalau begitu kita terpaksa mengikuti kemana dia pergi!" kata Elang Setan pula.

"Aku benar-benar tidak suka ini! Pangeran jahanam! Mayatmu kelak akan kukupas! Kulitmu kujembreng kujadikan mantel!" kertak Tiga Bayangan Setan. "Aku yakin bisa membunuhnya. Ilmu Tiga Bayangan Setanku pasti bisa menaklukannya....Ayo kita ikuti dia!"

Kedua orang itu segera mengejar Pangeran Matahari. Tahu orang mengikuti sang Pangeran menghentikan langkah dan berbalik.

"Kenapa kalian mengikutiku?!" tanya Pangeran Matahari membentak dengan mata melotot.

"Maafkan kami. Bukankah kami merupakan anjing-anjing pengawalmu? Jadi kemana Pangeran pergi kami harus mengikuti." jawab Tiga Bayangan Setan.

Pangeran Matahari menyeringai. Dalam hati dia berkata. "Siapa percaya pada kalian! Menurut mauku sebaiknya kubunuh saja keduanya saat ini daripada menyusahkan dikemudian hari. Tapi hemmm.... Sebelum mereka mampus ada baiknya kuperalat lebih dulu...." Sang Pangeran lalu dongakkan kepala. Kedua matanya dipejamkan tanda dia tengah berfikir keras. Lalu perlahan-lahan kepalanya dipalingkan pada dua orang di depannya.

"Kalian berdua tak usah mengikuti aku!" kata Pangeran Matahari pula.

"Lalu... lalu apa yang kami lakukan? Menunggu sampai datangnya saat kematian seratus hari dimuka tanpa kau memberi obat penawar? Pangeran harap kasihani selembar nyawa kami..." kata Elang Setan setengah meratap.

"Kalian kembali ke sumur batu itu! Aku akan mengatur kedatangan seseorang...."

"Kembali ke sumur batu...?" ujar Elang Setan sambil memandang pada Tiga Bayangan Setan.

"Apa... apa yang kami lakukan di sumur itu?" Tiga Bayangan Setan ajukan pertanyaan.

"Tunggu sampai orang yang kumaksud itu datang!"

"Siapa dia adanya Pangeran?" tanya Elang Setan.

"Seorang pemuda bernama Wiro Sableng, berjuluk Pendekar 212!"

"Pendekar 212 Wiro Sableng!" seru Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan hampir bersamaan dengan muka berubah.

"Begitu dia muncul di sumur batu dia harus segera kalian bunuh!"

"Pangeran.... Pendekar 212 bukan manusia sembarangan...."

"Jika dia bukan manusia sembarangan apa berarti dia setan? Rupanya kalian takut...?

"Selama hidup kami tidak mengenal takut. Tapi dalam keadaan keracunan seperti ini sulit bagi kami...."

"Setan alas! Aku tidak perduli apa kesulitan kalian! Kau punya satu kesulitan! Aku punya seribu! Dan dengar, ada satu hal yang harus kalian ingat baik-baik. Pendekar 212 harus tidak tahu kalau aku yang menyuruh kalian untuk membunuhnya! Kalian dengar?!"

"Kami dengar," jawab Tiga Bayangan Setan.

"Bagus! Aku pergi sekarang!"

"Pangeran! Tunggu...!" seru Elang Setan.

"Kau tidak dapat memastikan kapan Pendekar 212 muncul. Jika sampai lewat seratus hari dia tidak datang, kami sudah mati konyol akibat racun dalam tubuh. Kemana kami harus mencarimu?"

"Manusia anjing! Kau tidak layak mengatur diriku! Jika aku tidak memberimu obat penawar dalam waktu seratus hari berarti itu nasib kalian yang jelek! Ha... ha...ha...!"

Pelipis Tiga Bayangan Setan menggembung sedang rahang Elang Setan terkatup rapat-rapat tanda kedua orang ini tengah berusaha menahan meledaknya amarah yang saat itu membakar diri masing-masing. Pangeran Matahari bukannya tidak tahu hal itu. Sambil menyeringai dia berkata. "Kalau kalian merasa terlalu lama menunggu kematian sampai seratus hari di muka, aku bersedia mengirimmu ke liang neraka saat ini juga!" Lalu sang Pangeran mendongak dan angkat tangan kanannya.

"Tunggu!" seru Tiga Bayangan Setan.

"Jangan!" ujar Elang Setan cepat. "Kami akan mematuhi perintahmu. Kami akan berjaga-jaga di sumur batu itu!"

"Bagus! Sekarang menggonggonglah dan kembali ke sumur itu!" Pangeran Matahari balikkan diri lalu tinggalkan tempat itu.

Tiga Bayangan Setan dan Elang Setan menggonggong beberapa kali. Sambil keluarkan suara menyalak seperti anjing itu tiba-tiba Tiga Bayangan Setan kepalkan kedua tinjunya. Dengan cepat dua kepalan itu diangkat ke atas lalu saling diadu di atas kepala. Tiga bayangan seperti asap mengepul di kepalanya. Dia hendak keluarkan ilmu kesaktiannya yaitu melepas tiga makhluk raksasa jejadian tapi Elang Setan cepat menarik dan menghempaskan kedua tangannya ke bawah. Tiga bayangan raksasa serta merta lenyap.

"Jangan tolol! Kau mungkin bisa membokongnya dari belakang! Tapi kita berdua tidak bakalan lolos dari kematian! Kau saksikan apa yang terjadi dengan Ratu Pesolek!"

Tubuh Tiga Bayangan Setan bergoncang keras akibat menahan kekuatan sakti yang tadi dilepas dan kini terpaksa masuk kembali ke dalam tubuhnya.

"Apa kau percaya dia bakal muncul memberi obat penawar racun yang ada di tubuh kita?" sentak Tiga Bayangan Setan.

"Aku memang tidak percaya padanya! Tapi kita tak bisa berbuat apa-apa. Lebih baik menghabiskan sisa hidup seratus hari sambil mencari jalan dari pada langsung mampus saat ini juga!" jawab Elang Setan.

Dengan menghentakkan kaki Tiga Bayangan Setan kembali ke sumur batu. Saking kesalnya tongkat sakti Wesi Ketatton yang tergeletak di tanah milik Jarot Ampel yang mati dibunuhnya beberapa waktu lalu diinjaknya hingga amblas ke dalam tanah.

"Aku bersumpah akan mengorek jantung Pangeran keparat itu Tiga Bayangan Setan. Lalu kita santap bersama-sama! Sekarang kita terpaksa bersabar..." kata Elang Setan setengah membujuk sambil pegang bahu saudara angkatnya itu.

"Aku akan bersamadi," kata Tiga Bayangan Setan pula. "Mungkin arwah guru yang ada di dalam sumur bisa memberi petunjuk."

"Aku memilih tidur saja..." kata Elang Setan pula lalu duduk bersandar pada kaki sebatang pohon.

DUA

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang