99. Wasiat Malaikat

Start from the beginning
                                    

"Heh, apa orang tua itu masih ada di sekitar sini?" bertanya Sinto Gendeng sambil melirik berkeliling.

"Dia sudah pergi. Tidak tahu pergi ke mana!"

"Ceritakan apa yang terjadi atas dirimu! Mengapa kau dihukum begini rupa?!"

"Nanti akan saya jelaskan Nek. Tapi harap kau mau menolong membebaskan saya dari dalam batu ini."

"Kalau kesalahanmu tidak besar pasti hukumanmu tidak seberat ini! Apa yang kau lakukan bocah sial? Kau mengintip sang Kiai lagi kencing atau bagaimana? Hik... hik... hik!"

"Sinto! Jangan membanyol! Aku bisa kencing!" berkata Setan Ngompol.

"Tubuhnya tak bisa bergerak. Mungkin dia ditotok Nek," kata Panji pula.

"Hemmm.... Kalau benar kau ditotok cepat beri tahu bagian tubuhmu sebelah mana yang ditotok agar aku bisa menolong," kata Sinto Gendeng.

"Saya tidak ditotok. Tapi dipendam dalam batu! Saya bisa bergerak kalau bebas dari pendaman..." menerangkan Naga Kuning.

"Kalau begitu biar aku tarik tangan dan kakimu!" kata Sinto Gendeng pula. Lalu nenek ini cekal tangan kiri dan pergelangan kaki kanan Naga Kuning. Sekali menarik pasti anak itu bisa dikeluarkannya dari pendaman batu. Tapi sampai mukanya mengerenyit ke-riputan dan rahangnya menggembung sosok Naga Kuning tak bisa dikeluarkan. Tubuh anak ini menempel laksana jadi satu dengan dinding batu Liang Lahat.

Sinto Gendeng tak mau mengalah. Dia kerahkan tenaga dalam. Tetap saja tubuh Naga Kuning tidak bergerak barang sedikit pun! Malah tiba-tiba dari bagian tubuh bawah sebelah belakang si nenek kelihatan gelembung-gelembung air banyak sekali disertai suara merepet berkepanjangan. Lalu air laut di sekitar situ mendadak menjadi bau:

"Sialan kau Sinto! Kau kentut ya!" teriak Setan Ngompol seraya berenang menjauh sedang Panji tutup hidungnya dengan belakang telapak tangan sambil pergunakan tangan kanan untuk mendorong air di sekitarnya yang menjadi bau akibat kentut si nenek. Di dinding batu Naga Kuning tertawa gelak-gelak.

Sebaliknya Sinto Gendeng hanya menyengir.

"Baru kentut saja kalian sudah kelabakan! Belum lagi menghadapi bahaya besar!" kata si nenek pula.

"Nek...!" Naga Kuning ikut bersuara.

"Bocah sialan! Diam sajalah! Dan kau tua bangka tukang ngompol jangan diam saja! Bantu aku mengeluarkan anak ini dari dalam batu! Kau juga Panji! Jangan pura-pura jadi orang geblek! tarik pinggang anak ini!"

"Menurut penglihatanku anak ini tidak bisa dikeluarkan walau ada seratus kuda yang menarik tubuhnya!" kata Setan Ngompol pula.

"Kau cuma bicara. Bantu saja. Tarik pinggangnya!" bentak Sinto Gendeng.

"Nek...."

"Kau! Nak - Nek.... Nak - Nek! Diam!" bentak Sinto Gendeng jengkel.

"Dengar dulu Nek.... Kakek ini benar. Tidak ada satu kekuatan pun yang bisa mengeluarkan tubuh saya dari dalam dinding batu Liang Akhirat ini...."

"Kalau begitu nasibmu benar-benar sial! Kau akan mampus cepat atau lambat! Hik... hik... hik! Sudah! Aku hanya menghabiskan waktu saja! Aku ada urusan lain di dasar telaga ini!"

"Saya tahu apa yang kau cari. Saya tahu benda itu berada di mana. Jika kau mau menolong akan saya katakan padamu!"

"Naga Kuning, kalau kau memang tahu dimana beradanya benda yang dicari Nenek ini, mengapa kau tidak lekas mengatakan?" berkata Panji. Pemuda ini yang mulai tahu sifat si nenek yang gampang naik darah berusaha membujuk,

Sinto Gendeng pelototkan mata.

"Hemmm.... Dulu aku menolongmu waktu kau digebuk Sabai Nan Rancak. Aku tidak mengharapkan pamrih. Tapi hari ini keadaan lain. Baik, aku akan menolongmu. Sudah kulakukan. Tapi tidak bisa. Lalu apa lagi?!"

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoWhere stories live. Discover now