Part 3 | Gravitasi Benci

Začít od začátku
                                    

Gladys memutuskan duduk selonjoran di bangku tribune nomor dua. Para penonton di sini alay sekali. Sorak-sorak cempreng. Halah, seakan yang sedang main itu Cristiano Ronaldo.

Ia melirik ke lapangan. "Cailah, si Songong?"

Gladys menampilkan muka syok. Demi Tuhan, numpang ngadem sebentar pun senior yang membuatnya jengkel to the bone masih menggentayanginya. Perlukah Gladys mandi kembang tujuh rupa biar terhindar dari huru-hara berwujud Varelino Malapetaka Dhafian?

"Gue kayaknya dikutuk sampai ketemu dia lagi! Hadeh, please, ini bukan sekolah. Biarin gue hidup tenang. Jauhkan hamba yang unyu ini dari raja setan bernama Varel, Tuhan," dumal Gladys bersungut-sungut.

Segera setelah peluit ditiup, Varel yang berada di luar free throw line melempar bola pada temannya. Cowok itu buru-buru berlari ke arah ring basket lawan dalam kecepatan kilat. Sejalan dengan pergerakannya, tabuhan musik semakin semarak. Kali ini bukan cuma instrumen saja, mars SMA Senjayana juga ikutan mengiringinya.

Bola di-dribble rendah mengecoh lawan. Varel segera memanuver langkah untuk melakukan shooting.

"Masuk." Gladys mencebikkan bibir. Tatapannya membidik ring basket dengan penuh dendam. Tidak ikhlas si Songong berhasil mencetak skor. Seharusnya ring itu tidak meloloskan tembakan Varel begitu saja. Menyalahi takdir namanya.

Apa-apaan? Cowok itu baru selesai menyiksa adik kelasnya di perpustakaan. Menyuruh Gladys merangkum materi fisika dari kelas X hingga XII. Besok kudu selesai dan siap tes awal. Barangsiapa mendapat nilai di bawah KKM, wajib push up sepuluh kali. Sableng! Masa nasib Varel tetap bagus, padahal Gladys sudah memanjatkan doa orang teraniaya?

Hasrat julid Gladys kian membumbung tatkala pemandu sorak makin histeris.

"Vareeel... gila, lo keren bangeeet! Lebih keren lagi kalau jadi calon imam gueee..."

Akhlak: 404 not found.

"Varel, sini gue elapin keringat lo biar gue punya bahan buat pelet loooo..."

Lebih ekstrem lagi...

"Enggak mau tahu, pokoknya pulang dari sini gue begal lo ke KUA, Vareeel!"

Gosh! Dunia mulai gila. Yang begitu penggemarnya banyak? Mereka ini pilong atau katarak sampai tidak melihat kebobrokan karakter Varel?

Gladys mual-mual. Iyuh, niat hati ingin refreshing sejenak ujungnya misuh-misuh sendiri. Seumur-umur Gladys rebutan oksigen dengan makhluk bumi, ia baru mengetahui kebodohan kaumnya. Urat malu mereka sebenarnya di mana, hah? Bisa tidak sih ngefan pakai mata, jangan pakai dengkul?

Tarik napas, buang napas, Gladys mencoba menenangkan diri. Sabar, sabar. Nikmati permainan basketnya, bukan bacok pemainnya, Dis. Tinggal abaikan sumber polusi telinga di bangku depan tribune. Selesai.

"Yang ganteng mirip idola gue lebih worth it buat dilihat. Cewek-cewek Senjayana bego banget anggurin dia," decak Gladys.

Pandangannya kemudian bergulir pada si Tower yang menepuk-nepuk bahu Varel. Dari sudut periferalnya, perawakan cowok itu tinggi, bahunya sandar-able, punya lesung pipi manis, kulit putih, wajah agak jerawatan, dan murah senyum. Dibandingkan Varel, wajahnya mungkin tergolong standar. Tapi dari cara cowok itu tersenyum hingga matanya jadi segaris, Gladys langsung terpikat.

Ia mendesah pelan. "Gantengnya jodoh orang." Ditambah seragam basket, headband, dan mandi peluh... ulala. Gladys berusaha agar matanya tidak khilaf jelalatan. "Senior di Senjayana emang terkenal cakep-cakep, tapi kenapa gue masih jomlo, ya?"

Masih jadi misteri mengapa prince charming belum kelihatan batang hidungnya di hidup Gladys. Perasaan, dia tidak ambisius-ambisius amat sebagai cewek. Dapat yang mirip Taehyung, alhamdulillah. Sebelas dua belas dengan Seokjin, berkah. Kembaran Jungkook, hiyaaah.

Haluku jadi halupyutoo itu seru.

Gladys berdecih. "Malah tipe ababil macem Varel banyak yang suka." Melihat polah Varel yang menepis tangan si Tower padahal dia hanya menyodorkan sebotol air mineral, kebenciannya makin menjadi-jadi. Ia mendengkus. "Songong dari DNA tuh cowok. Sama temen sendiri aja tega, apalagi orang lain."

Lihat saja nanti. Akan Gladys pastikan untuk membuat perhitungan yang tidak terlupakan bagi Varel. Rundung balas rundung, hina-hinu balas nyinyir, susah balas susah.

Ia segera memutar otak. Begitu peluit tanda babak kedua berbunyi, Gladys lekas bangkit. Retinanya mengobservasi momen jump ball yang dilakukan Varel dengan pihak lawan. Cowok itu berlari tanpa kesulitan dengan satu tujuan: mencetak skor.

Pada saat posisi Varel berada dekat dengan garis three point, Gladys melakukan satu hal yang tak terduga. Ia mengangkat tumblernya tinggi-tinggi, ancang-ancang, lempar, dan...

"Woi, apa-apaan?"

...membelokkan arah bola yang ditembakkan Varel.











_._._._._






To Be Continued







Hati manusia sama misteriusnya dengan the heart of Milky Way, galaksi kita.


Enggak perlu alasan buat suka sama seseorang, enggak butuh juga alasan buat benci orang lain.











Vote kalau suka.
Share cerita ini kalau menurutmu asyik dibaca.
Terima kasih.





SPOILER & INFO UPDATE :
Wattpad : leefe_
• Instagram : @by.leefe

Heliosentris [TAMAT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat