Part 1 | OSK: Ombak Sakit Kepala

252K 18.3K 1.1K
                                    

NGAKUNYA anak IPA, tapi benci setengah mati sama biologi dan kimia. Suka menghitung, namun sebal jika disuruh praktikum. Cinta angka, tapi suka istigfar bila ketemu trigonometri dan kawan-kawannya. Gladys Anindya memang sejatinya tidak cocok masuk ke jurusan IPA. Sayangnya, entah bagaimana dia malah kecemplung di bidang satu itu lama-lama.

"Ciyeee... yang ulangan harian biologinya paling tinggi seangkatan, tapi temen-temen sekelasnya remidi semua. Ciyeee...."

Alhasil, menyinyiri teman yang dapat nilai lebih tinggi darinya jadi kebiasaan tiap hasil ulangan dibagikan. Cari siapa yang berada paling atas dalam daftar nilai, bidik orangnya, dan gotcha! Hujani dengan olokan rasa iri yang dibalut tawa humoris. Cara ini terbukti ampuh tidak memancing kebaperan menilik respons sang penerimanya yang tersenyum malu-malu.

"Cuma kebetulan aja kok, Dis. Ulangannya kan mendadak. Gue jawab sebisanya karena baca materi sekilas sebelum jam pelajaran," jawab Fareina rendah hati.

Gladys mengeratkan pelukannya pada novel bersampul artistik yang baru dipinjamnya dari perpustakaan. Ia berbalik menatap Fareina yang melangkah maju.

"Masa, sih, Ren? Yakin dapet nilai sempurna cuma gara-gara hoki? Anak pinter kan biasanya dapet bocoran dulu dari guru." Cibiran Gladys terlontar.

Yee... siapa pun tahu teman sebangkunya itu memang kesayangan para guru terutama guru biologi. Subjek berbau hafalan, Fareina jagonya. Berbeda dengan Gladys yang lebih suka berkutat bersama hitung-hitungan anak-putu-buyut-canggah-wareng bahkan dedengkot rumus-rumus abstrak.

Sembari mengantre untuk pesan makanan, Gladys mulai membuat diagram perbedaan antara dirinya dengan Fareina.

Fareina itu cakep, idola banyak cowok, anak orang berada, ratunya ekstrakurikuler teater, langganan murid berprestasi, dan rajin les di sana-sini. Kayak langit dan comberan kalau dibandingin sama Gladys yang lahir tanpa privilese, hidup dari hasil jualan kue di kantin, cuma punya ibu, dan tidak punya predikat juara umum seangkatan.

Secara garis start, mereka tak pernah ada di posisi yang sama. Jadi, wajarlah bila Gladys merasa iri setengah mati.

"Bocoran?" Alis Fareina menyatu. "Enggak ada begituan, ah. Beneran asli mikir, kok."

Inggik idi bigitiin ih, Dis. Iti binirin isli mikir kik.

Nye-nye-nye. Sudut mulut Gladys terangkat mencemooh. Ya kalau asli mikir, kenapa nilai Fareina bisa sempurna untuk dua puluh soal essay? Ngakunya belajar sedikit pula. Munafik banget!

Mata Gladys menyipit curiga.

Apa jangan-jangan Fareina sudah tahu hari ini bakal ada ulangan dan memilih menyimpannya buat diri sendiri tanpa memberi tahu teman sekelas? Biar semua temannya remidi dan dia diberi pujian fantastis dari guru biologi karena memperoleh nilai tinggi? Tidak mungkin nilai sempurnanya didapat dari belajar sedikit! Pasti Fareina pakai trik-trik licik.

Dugaan lain baru akan terproses ketika suara bentakan mengudara. Sejurus kemudian, kepala Gladys diputar sembilan puluh derajat demi menemukan sumber keributan.

"Berengsek! Siapa yang bikin ini kue? Rasanya kayak sampah!"

Keriuhan mengisi sudut kantin bagian barat. Anak-anak kelas dua belas saling berteriak menyoraki sesuatu di tengah kerumunan. Seruan-seruan menghujat disusul suara orang muntah menggenapi kacaunya atmosfer tempat tersebut.

"Rel, lo baik-baik aja? Enggak mau mati, 'kan? Anjir, mati gara-gara klepon itu enggak elite, Rel. Jangan mati."

"Ho-oh. Entar arwah lo alay kalau mati gegara klepon. Pas ngobrol sama petugas akhirat juga tengsin, Rel. Jangan mati duluan, weh!"

Heliosentris [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang