BAB 6

675 24 2
                                    

Atha memutar bola matanya dan langsung membuka pintu tersebut.

"Maaf, Mas. Pintunya khusus karyawan."

Gue dan Atha menoleh ke sumber suara. Atha melepas genggamannya dari gerendel pintu. Ia menatap gue dan karyawan yang barusan bicara secara bergantian.

"Saya pengen aja lewat sini." Ucap Atha.

"Maaf mas. Tapi nggak sembarangan boleh keluar masuk pintu ini." Ucap karyawan itu sekali lagi masih memasang senyum di wajahnya.

"Saya cuma mau lewat sini aja kok." Ucap Atha kini sambil melototin karyawan.

Gue menatap Atha nggak percaya. Nyebelinnya udah over. Gue sampe speechless pengen maki-maki orang ini.

"Mas Rieki," gue melirik name tag  yang dipakai karyawan tersebut. "Saya kan hampir tiap hari ke sini. Masa saya lewat pintu belakang aja nggak boleh? Numpang lewat doang kok mas. Soalnya lewat gang belakang tuh lebih deket ke rumah saya, kalo lewat depan saya harus jalan 3 kilo."

Gue mencoba bersikap ramah supaya masnya nggak ketakutan lagi gara-gara liat Atha.

"Ya udah deh, mbak. Tapi jangan sering-sering ya." Ucap karyawan tersebut sambil melirik ke kiri dan kanan sebelum mendorong pintu tersebut.

Gue dan Atha ngikutin masnya dari belakang. Dan benar saja memang ada pintu belakang.

"Makasih yah, mas." Ucap gue sebelum karyawan tersebut menutup pintu belakang.

"Lo beneran sering banget ke sini? Lo suka mas-mas tadi yah!?" Sekarang Atha malah kelihatan kayak sedang menginterogasi gue.

"Gue mah sok kenal aja. Daripada nggak bisa lewat gara-gara lo."

"Kok gue? Gara-gara lo si Raja jadi tau keberadaan gue."

"Itu karena kerjaan lo cuma melarikan diri. Apa salahnya ngadepin Raja. Kalau kalian ngomongin masalah kalian baik-baik pasti lo akan berhenti kaya gini." Ucap gue sok bijak.

"Lo nggak tau apa masalahnya. Jadi lo nggak berhak ngomong apapun." Ucap Atha dingin dan berjalan mendahului gue.

Astaga, yang barusan itu nyebelin banget. Kalau nggak inget gue ada di gang sepi, udah gue teriakin. Mukanya itu loh, minta gue sleding. Tapi kalau dia ngapa-ngapain gue nggak akan ada yang nolongin di tempat sepi macam begini.

"Atha, tungguin!" Tanya gue agak berteriak sambil berusaha menyusul Atha yang sudah cukup jauh.

"Jangan keras-keras bisa nggak?! Gue nggak budek, nanti kalo si Raja denger gimana!?" Bentak Atha.

Astaga, untung hati gue dilapisin bubble wrap jadi kaga retak. Walaupun gue benci Atha, tetep aja kalau dibentak kesel juga.

"Emang lo mau kemana?" Tanya gue berusaha menyamai langkahnya.

"Mau ke rumah lo." Jawab Atha bikin gue shock.

Gue berdiri di hadapan Atha membuat langkahnya terhenti. "Ngapain ke rumah gue?" Tanya gue curiga.

"Lo bilang lewat gang ini deket ke rumah lo." Tangannya bersidekap.

Gue nggak mau kalah, gue pun bertolak pinggang. Walaupun gue udah kalah tinggi. "Itu kan alesan doang biar bisa lewat pintu itu. Bukan berarti gue ngajak lo ke rumah!"

"Terus gue pulang ke apartemen gitu? Raja pasti udah tau keberadaan gue dan bakal nyusul gue ke sana. Lo pikir gue harus ke mana lagi? Sementara mobil gue masih di cafe tadi." Tanya Atha galak.

"Ah bohong! Lo pasti punya maksud lain kan pengen ikut ke rumah gue!"

"Dasar bocah mesum." Ucap Atha sambil menoyor kepala gue.

Accidentally In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang