16

1.5K 84 2
                                    

Yakin kan aku jika memang kau menyayangiku...

Aku duduk santai di ruang tamu sambil membaca novel yang barusaja aku beli bersama Mama. Hari ini aku tidak ingin melakukan hal apapun. Mama sedang sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja. Hari Sabtu ini Mama tidak bisa bersantai karena ada pekerjaannya yang menumpuk. Bibi datang dengan membawa segelas jus jeruk yang aku pesan lima menit yang lalu. Aku tersenyum pada Bibi untuk mengucapkan terima kasih padanya.

Sedang asiknya aku membaca novel, terdengar suara ketukan pada pagar rumah. Aku menaruh novel, bersiap karena tau akan ada tamu yang masuk sesaat lagi. Benar saja ,tak lama setelah itu Bibi mendekatiku.

"Non ada tamu." kata Bibi.

Aku menaruh novel di meja, merapikan sedikit pakaian ku. Bibi membuka pintu ruang tamu dan mempersilahkan tamu itu masuk.

Tama

Aku terpaku melihat sosok tinggi tegap memasuki rumahku. Sebuah senyum terlihat di wajahnya. Aku masih terpaku tak percaya dengan kehadiran Tama siang ini.

"Hai." sapanya.

"Kamu ngapain kesini siang-siang gini." kataku.

Kami masih saling menatap satu sama lain. Aku masih sangat terkejut dengan kedatangan Tama yang mendadak.

"Aku nggak disuruh duduk?" Tanyanya.

"I..iya duduk aja." jawabku mempersilahkan dia duduk.

Aku menjadi salah tingkah. Aku merasa sedang jelek memakai piyama biru ini.

"Kenapa nggak bilang dulu kalo mau kesini, Tam." kataku.

"Kejutan kan namanya. Cepet ganti, nanti kita ketinggalan jam nontonnya." perintahnya.

Aku semakin kaget mendengar kalimat itu, "emangnya kita mau nonton? Perasaan kemarin kamu diem aja nggak ngabarin aku." bantahku.

Tama menarik tanganku agar cepat berdiri, "udah deh nggak usah banyak tanya. Kamu cepet ganti baju kita berangkat habis ini." katanya memaksa.

Aku berlari menuju kamar dan mengganti pakaianku dengan cepat. Ku masukkan dompet dan ponselku kedalam tas kecil. Setelah itu aku pergi menuju ruang kerja Mama untuk pamit.

"Ma, aku mau pergi bentar ya. Dijemput Tama." kata ku pada Mama yang sibuk menatap laptopnya.

"Iya, jangan terlalu malam ya pulangnya." kata Mama.

Setelah mencium Mama, aku segera menemui Tama yang sudah menunggu di ruang tamu. Dia menyambutku dengan senyuman manis.

"Udah siap?"

"Iya ayo biar nggak terlalu siang."

Tama beranjak dari duduknya menuju ke motor yang terparkir di depan rumahku. Aku melihat sepasang helm disana. Tama menyiapkan satu helm untukku. Dia sangat niat mengajakku keluar. Aku masih tidak habis pikir dengan laki-laki ini. Kenapa dia selalu membingungkan aku.

Selama perjalanan Tama terus saja berbicara tentang hal yang menurutku tidak penting, tapi aku berusaha tertarik dengan pembicaraan itu karena aku tau itu usahanya agar perjalanan ini tidak membosankan. Sekitar setengah jam lama kami berada diatas motor, akhirnya kami sampai di sebuah mall.

"Kita mau ngapain disini, Tam?" tanyaku.

"Nonton, ada film bagus barusan tayang." jawabnya tegas.

Tama menggandeng tangan kiri ku. Aku mengikuti langkahnya. Aku mulai mengingat isi dompetku, apakah aku membawa cukup uang untuk membayar tiket nonton nanti.

Tama membeli dua tiket masuk saat sampai di bioskop. Dia sendiri yang memilih film untuk kami tonton. Dia menunjukkan tiket itu padaku dan mngajakku masuk kedalam bioskop.

"Sumpah demi apa aku nggak ngerti sama film ini, kamu harus jelasin nanti kalo aku nggak ngerti." Kataku.

"Siap bos."

Lampu bioskop mulai meredup saat film dimulai. Ini adalah kali pertama aku nonton film di bioskop hanya berdua dengan seorang lelaki seperti ini. Jantungku terus berdegup kencang selama film berputar. Sesekali aku lirik Tama yang serius menonton film itu. Dia terlihat sangat paham dengan film ini, berbeda denganku yang sama sekali tidak mengerti apa maksud cerita ini. Film action bukan lah tipe film ku, aku kurang bisa mengerti jalan ceritanya. Seperti anak perempuan pada umumnya, aku menyukai film bergenre romance.

Aku menutup mataku saat mendengar suara tembakan dari film ini. Aku tidak biasa mendengarnya, suaranya sangat keras masuk di gendang telingaku. Sebuah sentuhan hangat ku rasakan saat aku menutup tanganku, aku membuka mataku dan melihat Tama sudah menggegam tanganku, mengelusnya pelan, seolah menenangkan aku.

"Nggak papa, tenang aja, itu cuma film." katanya lirih. Aku hanya tersenyum membalas ucapannya.

Aku pikir dia akan melepaskan tangannya setelah berkata itu tapi tidak, dia terus menggenggam tanganku selama film ini berjalan. Jantungku terus berdegup kencang sepanjang film. Tama terus saja membuat jantungku seperti ini. Andai saja aku punya penyakit jantung, mungkin aku sudah pingsan sekarang.

***

Aku memandang Tama yang sedang berusaha menghabiskan makanan yang tidak aku habiskan. Aku tidak begitu lapar, tapi Tama memaksaku untuk makan setelah menonton film tadi. Dan alhasil aku tidak bisa menghabiskannya.

"Kamu apa-apa nggak suka makanannya." kata Tama.

"Bukan nggak suka, tadi kan aku bilang kalo aku nggak laper, tapi kamu maksa. Yaudah nggak habis jadinya." jelasku.

Tama menyeruput minumannya, menghabiskan air yang tinggal separuh gelas itu.

"Kenapa hari ini kita nonton?" tanyaku.

Tama mengerutkan dahinya mendengar pertanyaanku, "pertanyaan apa itu." katanya.

Aku menghela nafas sebentar, mengumpulkan keberanian untuk bertanya hal yang sudah lama ingin aku tanyakan.

"Sebenernya kita itu apa sih, Tam?" tanyaku.

Aku tau itu pertanyaan terberani yang pernah ku ucapkan sepanjang hidupku. Tapi aku harus menanyakan ini.

"Kamu maunya kita ini apa?" Tama membalik pertanyaannya.

Aku melengos mendengar ucapannya. "Bodoh, kenapa kamu malah nanya balik sih." omelku.

Tama hanya tersenyum tak menjawab ucapanku. "Sebenernya kamu suka nggak sama aku?"

Ingin rasanya aku menangis karena ucapanku sendiri. Apa yang aku pikirkan sampai kalimat itu keluar dari bibirku. Jika Tama tak memiliki perasaan yang sama padaku aku akan mati karena malu hari ini.

Tama meraih tanganku, menggenggamnya erat. "Lebih dari suka." jawabnya.

Kaget. Jantungku serasa berhenti berdetak mendengar jawabannya. Apakah itu artinya Tama juga memiliki perasaan yang sama padaku.

"Sudah puas, tuan putri? Kita bisa pulang sekarang atau kamu masih mau disini?" kata Tama lagi.

Aku masih terpaku bingung harus menjawab apa. Aku terlalu senang mendengar ucapannya. Tama memiliki perasaan yang sama sepertiku.

"Aim.." panggilnya lagi.

"I..iya ayo pulang." Gugup. Salah tingkah itu lah yang terlihat dari diriku saat ini.

Tama benar memiliki perasaan seperti yang aku rasakan.

Tak ada hal yang paling membahagiakan selain mengetahui jika orang yang kita cintai juga mencintai kita, bukan...

Seharusnya Aku Tau | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang