12

1.5K 95 0
                                    

Mencintai memang mudah, yang susah adalah saling ...

Suara ponsel memaksaku untuk bangun pagi ini. Ku lirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul lima pagi. Ku cari dimana ponsel itu berada, suaraeringnya menganggu sekali. Sebenarnya aku sendiri tak ingat di mana terakhir kali aku melihat.

Tama
081320xxxxxx

Aku terkejut melihat nama itu di layar ponsel, mengusap-usap lagi wajahku sebelum mengangkat panggilan itu. Tak ku dengar apapun di sana.

"Tam?" sapaku pelan.

"Barusan bangun tidur ya, ayo bangun, mandi terus berangkat sekolah. " Katanya dengan semangat.

"Ngapain telepon jam segini?" tanyaku selanjutnya.

Tama terdiam mendengarnya. Walau kesal padanya, aku tak bisa kasar atau menghiraukannya begitu saja. Semalam ia mengirimkan pesan, meminta maaf tentang apa yang sudah aku dengar.

"Kamu masih marah? "

"Marah kenapa?"

"Soal Raya ."

Aku menghela nafas malas. Haruskah aku mengawali hari seburuk ini. Hari ini aku harus bangun lalu mendengarkan cerita pahit seperti ini lagi, ayolah.

"Aku nggak ngerti apa yang terjadi sekarang. Aku nggak ngerti sama kamu, sama Raya, sama kita.  Aku sama sekali nggak ngerti." Jawabku.

Suara Tama tak terdengar setelah itu, hanya hembusan nafasnya yang bisa ku dengar. Aku rindu sekali mendengar suara itu langsung. Rasanya sudah lama sekali.

"Yaudah kamu mandi aja sekarang, habis itu cepet berangkat ke sekolah, kita lanjut ngobrol di sana nanti. "

"Oke."

"Bye, cantik ."

Aneh sekali, bukan.

***

Aku memandang malas bekal makan siang yang ku bawa. Daging bukan menjadi makanan favoritku, dan hari ini Bibi malah membawakan aku bekal nasi daging bumbu manis. Kesal sekali. Ku putuskan untuk menutup kembali tepak makan dan mengembalikannya ke dalam tas.

"Kenapa nggak dimakan bekalnya?" suara lelaki itu membuatku tersentak

Aku melihat Tama sedang menggeser kursi dari meja sebelah kiri ke mejaku. Dia duduk di sana setelahnya.

"Kamu nggak makan?" tanyaku kikuk.

Dia hanya menggeleng sambil terus tersenyum.

"Kenapa sih kamu senyum-senyum gitu?" tanyaku lagi.

Tama menghindariku, "kok makanannya di masukin lagi sih?"

"Aku nggak suka daging." jawabku sambil menunjukkan isi kotak makan ini.

Tama menarik kotak makan dan sedok yang ku pegang. Dia mengambil bumbu dari daging itu, menyampurkannya dengan nasi dan menyodorkannya padaku. Aku menatapnya ragu, tetapi dia terus menyodorkan sendok penuh nasi itu padaku, sampai aku menyerah dan membuka mulutku. Dia menyuapkan nasi dengan bumbu yang pelan-pelan.

"Kamu tetep bisa makan, kan." katanya sembari tersenyum melihatku mengunyah makanan.

Aku mengunyah nasi sambil menahan pipiku yang terasa panas karena malu.

"Kamu nggak mau makan dagingnya?"

"Nggak papa?"

"Kalo kamu nggak mau, dibuang aja, soalnya aku nggak suka makan daging."

Seharusnya Aku Tau | ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें