3

2.9K 158 1
                                    

Menelan kepahitan untuk sebuah kebahagiaan bukanlah ide yang bagus, sayang...

Mungkin ini menjadi momen paling tidak mengenakkan selama masa sekolahku. Karena adanya Ujian Akhir untuk kakak kelas kami, kelas yang sudah bersama sejak kelas satu ini harus dipisahkan menjadi tiga bagian. Kelasku harus dipisah menjadi tiga kelas dan di alokasikan di tigas kelas berbeda. Untukku ini adalah kali pertama berpisah dengan teman sekelas. Dalam pengalaman 11 tahun bersekolah, aku tidak pernah berpisah dengan teman sekelas. Aku akan melewati sepanjang masa sekolah itu bersama dengan orang yang sama. Jadi untukku ini sangat berbeban.

Aku sibuk dengan novel romansa yang sengaja aku bawa dari rumah. Aku berasumsi hari ini dan tiga bulan kedepan akan sangat membosankan dikelas baru. Aku memutuskan untuk duduk bersama dengan Isa. Isa sibuk dengan ponselnya dari pagi. Kami memang sering sibuk dengan kesibukan sendiri-sendiri seperti ini. Biasanya aku akan bercanda dengan Aira untuk menghilangkan bosan. Tapi aku dan Aira harus berpisah kelas. Memang aku satu kelas dengan Shania dan Maya. Tapi rasanya kurang lengkap jika tak ada Aira disini.

"Im, kamu mau ikut ke kantin?" Tanya Shania. Aku menoleh kepadanya dan menggelengkan kepalaku. Aku sedang tidak ingin kemana-mana siang ini. "Mau titip sesuatu?" Tanya Maya lagi.

"Titip salam kalo ketemu Aira ya." Jawabku sambil tersenyum nakal. Maya dan Shania kompak menampakkan senyum gelinya mendengar ucapanku barusan. Memang hari ini aku belum bertemu dengan Aira, tapi aku sedang malas beranjak dari kursi.

Kulihat punggung Shania dan Maya yang berjalan menjauh, sampai hilang di balik pintu kelas. Aku melanjutkan membaca novel ku. Cerita ini membuatku sangat larut kedalamnya. "Siapa yang menang?" Tanya Isa saat Aze dan Putra masuk kedalam kelas.

"12-6 kayaknya. Kelihatan banget, kan ada Tama sama Chiko." Jawab Aze. Tertarik dengan pembicaraan Aze barusan, aku menutup novelku. "Hari ini mereka olahraga?" Tanyaku pelan.

Aze menganggukkan kepalanya. Aku beranjak dari tempat dudukku menuju keluar kelas. Aku berdiri di balkon kelas, menatap ke lapangan yang ada dibawah. Kelasku berada di lantai dua. Aku bisa melihat seluruh sudut sekolah dari atas sini. Ku lihat Tama yang sedang berlari mengejar bola dengan kesit, menggiringnya menuju gawang dan dengan gampangnya menjebolkan gawang lawan.

"Tama..." Teriakku. Aku menutup mulutku ketika sadar apa yang baru saja keluar dari mulutku. Apa yang ada dipikiranku sampai aku berani memanggilnya dari atas sini. Terlihat Tama bingung mencari asal suara yang baru saja dia dengar. Sampai akhirnya dia menemukan ku. Tangannya melambai padaku.

"Liat, aku bakal masukin bola lagi ke gawang." Teriaknya padaku. Aku tak menyangka dia akan menjawab teriakanku. Chiko mengumpan bola pada Tama dan dengan lihai dan gampangnya, Tama langsung menendang bola itu masuk ke gawang lawan. Entah sudah berapa kali dia berhasil memasukkan bola ke gawang lawan.

Tama menengok, mencari posisi berdiriku. "Buat kamu.." Teriaknya. Aku terbelalak kaget saat mendengar teriakan itu. Apa maksudnya tendangan itu untukku. Dia kembali berlari kearah Chiko dan teman yang lain.

Saat dia berbalik, terlihat tulisan "R" dan angka "31" di bagian belakang jersey yang ia kenakan. Ya, apalagi kalau bukan Raya dan tanggal ulang tahun Raya. Sekitar satu bulan yang lalu semua teman laki-laki kelasku berencana membuat jersey bola untuk ciri khas kelas kami. Dan aku ingat Tama bilang akan menuliskan "R" dengan angka "31" disana. Aku tersenyum tipis menyadari hal itu. Tama sangat menyayangi Raya.

***

Sejak dipindah kelas, aku sangat jarang pergi kekantin. Karena jarak kelas ini sangat jauh dengan kantin. "Im temenin aku kebawah sebentar yuk." Ajak Putra. "Mau ngapain?" Tanyaku padanya.

Seharusnya Aku Tau | ✔Where stories live. Discover now