Part 26 | Hiburan

215K 10.7K 81
                                    

Ednan menggumam pelan sembari memijat pelipisnya yang terasa pening. Perlahan mata tertutupnya terbuka, menampakkan manik biru yang menyala. Ednan menggeliat, menyibak selimut yang menutup tubuhnya. Dengan gerakan lambat Ednan mendudukkan tubuhnya, dengan kaki menjuntai ke lantai.

Dia menangkup kepalanya yang terasa berdenyut. Sepertinya semalam dia benar-benar mabuk, hingga terasa pusing sampai saat ini.

"Selamat pagi, Tuan."

Sapaan seseorang dengan suara baritonnya mengalihkan perhatian Ednan. Ditatapnya Robbin yang melangkah masuk dengan nampan di tangannya. Penampilan lelaki itu selalu sama, rapi dan berkharisma. Lelaki itu lebih pantas menjadi adik Ednan, dari pada seorang pesuruh.

Ednan mengernyit, "Ada apa kau kemari pagi-pagi begini?"

Robbin meletakkan nampan di tangganya ke atas nakas, lalu berdiri dengan tegap di depan Ednan. Lelaki itu tampak terdiam membisu, merasa ragu dengan niat kedatangannya. Dia sudah memikirkan hal yang begitu mengganggu pikirannya dari semalam. Dan dia rasa, memang sudah waktunya dia mengatakan yang sebenarnya.

Ednan menyipitkan matanya. Menatap Robbin penuh tanda tanya. Tidak biasanya lelaki itu bertingkah aneh seperti ini. Biasanya dia akan selalu menjawab pertanyaan yang Ednan lontarkan dengan cepat dan tegas. Namun kali ini, lelaki itu tampak menimbang sesuatu yang ada di pikirannya.

"Apa ini soal, Nata?" tebak Ednan tepat sasaran.

Robbin yang tidak pandai mengekspresikan dirinya sempat terkejut, hal ini tentu saja tidak luput dari pengamatan Ednan. Lelaki itu sudah mengenal Robbin dengan sangat baik, bahkan tidak ada seorang pun yang mengenal Robbin sebaik Ednan.

Sekejap Ednan bangkit dari duduknya, "Kau sudah menemukan dia, bukan? Katakan dimana dia sekarang?!" cecar Ednan menggebu.

Robbin semakin terpojok, dia begitu bingung untuk saat ini. Namun, bukankah memang ini tujuannya menemui Ednan sepagi ini? Tapi rasanya, dia belum mampu mengatakannya. Mengingat bagaimana Nata memohon padanya.

"Saya masih belum menemukannya, Tuan," elaknya.

Ednan melangkah mendekat, memegang pundak Robbin dengan sebelah tangannya. "Aku mengenalmu lebih baik dari siapa pun, Robbin. Aku tahu ada yang sedang kau sembunyikan dariku," ucap Ednan santai, matanya menatap dalam manik mata hitam milik Robbin.

***

Ednan berlari menyusuri tepian pantai, menuju sebuah rumah yang terletak di ujung sebuah pedesaan kecil di pesisir pantai. Kembali terngiang ucapan Robbin di benaknya.

Robbin mengangkat kepalanya, menatap majikan yang sudah begitu lama dia ikuti. "Maafkan saya, Tuan. Sebenarnya saya sudah menemukan Nyonya Nata. Tapi... Nyonya Nata meminta saya untuk tidak mengatakannya."

Napas Ednan tercekat sesaat. Kelegaan meruak di dalam dadanya, "Katakan dimana dia?" tanya Ednan benar-benar tidak sabar.

"Nyonya.." sesaat Robbin merasa ragu. Kembali ditatapnya Ednan lekat. Sungguh, dia merasa tidak tega melihat Tuannya yang dulu sangat bahagia, namun kini nampak benar-benar hancur.

"Nyonya Nata tinggal di sebuah desa kecil yang letaknya tidak jauh dari Resort yang ada di Lombok."

Tubuh Ednan menegang sesaat. Segera dia mengambil kaos yang ada di lemari dan mengenakannya, lalu meraih jaket hitam dan menyampirkannya di lengan kanannya. Tanpa mengucapkan kata apapun dia meninggalkan Robbin yang masih setia di tempatnya.

Ednan semakin memacu larinya, hingga seseorang menghentikan langkahnya.

"Ednan," cicit seseorang itu sama terkejutnya dengan Ednan.

Because Our Baby ✔Where stories live. Discover now