• dua puluh lima •

Start from the beginning
                                    

Aku menganggukkan kepalaku tanda setuju. "Iya, Jul. Kapan lo mau nembak?"

"Jangan jadi pengecut lo, Jul. Katanya cowok," timpal Axel dengan jahil.

"Eh, eh, kok tiba-tiba malah jadi bawa-bawa gue sih?" tanya Julian dengan kesal.

"Nggak papa dong. Kan kita semua mau tahu. Apalagi Elena. Ya nggak, Len?" tanya Violet sambil menyikut Elena yang sudah tersipu-sipu.

"Apaan sih kalian mah," ucap Elena sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Terus, Vio, lo kapan jadian sama Jaden? Oops." Julian memasang seringai di wajahnya.

Aku bisa melihat dengan jelas pipi Violet yang seketika memerah.

"Apaan sih. Ngapain bawa-bawa gue sama dia," bantah Violet.

"Udah ditembak ya lo? Kok malu-malu gitu?" tanya Julian sambil menyipitkan kedua matanya dengan curiga.

"Wah, iya jangan-jangan udah jadian?" tanyaku dengan cepat.

"Enggaklah! Mana mungkin sih," jawab Violet dengan cepat.

"Iya weh. Jaden kan pengecut juga sama kayak Julian," sahut Axel yang langsung mendapat tonjokan dari Julian di bahunya.

"Sialan lo. Belom waktunya aja. Iya kan, Len?"

Yang ditanya hanya tersenyum malu-malu. Mungkin ia sudah terlalu malu. Kalau Julian kan urat malunya sudah putus. Jadi wajar saja.

"Kenapa gue dibilang pengecut ya?" Suara Jaden tiba-tiba terdengar dari arah tangga, membuat kami semua menoleh ke arah tangga.

Kami semua refleks tertawa karena ini artinya Axel ketahuan mengatakan Jaden pengecut.

"Gara-gara lo belom nembak Violet, gitu katanya," lapor Julian dengan cepat. "Omelin aja tuh Axelnya. Mentang-mentang udah jadian. Berubah jadi belagu. Nggak inget temen."

Jaden menatap Violet dengan datar. "Terus lo malah diem aja pas gue dikatain pengecut? Lo beneran berharap gue tembak ya?"

Kami semua langsung terdiam mendengar perkataan tajam Jaden pada Violet. Mata kami semua pun ikut melebar. Kenapa Jaden harus berkata sekasar itu pada Violet? Dia ini laki-laki atau bukan sih?

Violet menundukkan kepalanya dan menggeleng pelan. "Nggak kok. Gue nggak berharap apa-apa."

"Den, kasar amat sih sama cewek." Axel memperingati Jaden dengan nada datar. Aku yakin Axel juga tidak suka dengan sikap Jaden terhadap Violet. Kita semua tidak ada yang suka dengan sikap kasar Jaden. Apalagi terhadap Violet yang merupakan teman kami.

"Gue kan cuma nanya. Siapa tahu dia terlalu berharap sama gue," balas Jaden sambil mengangkat kedua bahunya. "Dan tolong ya, jangan teriak-teriak. Ini rumah, bukan hutan."

Aku dan Elena saling menatap lalu menatap Violet yang menunduk sambil memainkan jari-jari tangannya. Pasti perasaan Violet sangat tersakiti oleh perkataan Jaden barusan. Aku tahu betapa Violet sangat menyukai Jaden.

"Ya, nggak usah sekasar itu juga, Den," saran Julian sambil menepuk pundak Jaden dengan pelan. "Kan bisa ngomong baik-baik."

"Udah. Buruan pilih mau nonton apa. Gue mau ambil minum dulu." Jaden malah berjalan menuju dapur dan terlihat tidak perduli dengan Violet yang sedang menahan air mata.

Aku menghembuskan napasku dengan berat dan menatap Axel yang sudah terlebih dahulu menatapku. Dari ekspresi wajahnya, aku tahu bahwa ia juga tidak mengerti dengan jalan pikiran Jaden. Sepertinya kisah Jaden dan Violet tidak akan mudah.

"Yang sabar ya, Vio. Jaden lagi pms kali," ucap Julian dengan maksud menghibur.

"Kenapa masih bertahan sama dia sih?" tanya Axel dengan kesal. "Gue nggak suka sama sikap dia ke lo."

Hidden TruthWhere stories live. Discover now