• enam •

30.1K 2.3K 58
                                    

Suara petikan gitar kembali terdengar seperti hari-hari sebelumnya. Sudah selama satu minggu ini aku mendengarkan nyanyian Axel sampai aku tertidur. Memang harus kuakui bahwa Axel mempunyai suara yang sangat indah. Tapi, tentu saja aku tidak akan memberitahu dia. Tidak akan pernah.

I'll remember tears streaming down your face
When I said I'll never let you go
When all those shadows almost killed your light
I remember you said don't leave me here alone
But all that's dead and gone and passed tonight

Aku mengerutkan keningku. Kenapa dia selalu menyanyikan lagu yang sedih? Dalam satu minggu ini, tidak pernah sekalipun ia menyanyikan lagu yang bersemangat atau bahagia. Hal ini sukses membuatku penasaran. Apa dia sedang memiliki masalah? Atau dia tidak bisa move on dari perempuan?

Just close your eyes
The sun is going down
You'll be alright
No one can hurt you now
Come morning light
You and I'll be safe and sound

Aku benar-benar harus menahan diri untuk tidak keluar ke balkon kamarku dan berbicara dengannya. Antara ia memang sedang sedih atau ia memang hebat bernyanyi sampai-sampai ia sangat menghayati lagu yang ia nyanyikan. Akhirnya, aku memutuskan untuk membiarkannya bernyanyi. Mungkin itu satu-satunya cara bagi dia untuk mengeluarkan apa yang ia sedang ia rasakan.

Don't you dare look out your window darling
Everything's on fire
The war outside our door keeps raging on
Hold onto this lullaby
Even when the music's gone

Just close your eyes
The sun is going down
You'll be alright
No one can hurt you now
Come morning light
You and I'll be safe and sound

Begitu ia selesai bernyanyi, aku sudah terlelap dalam tidurku. Aku rasa aku benar-benar kecanduan dengan suara emasnya itu.

Keesokan harinya, aku bangun dan bersiap-siap untuk sekolah seperti biasa. Semua sudah siap di meja makan saat aku turun ke bawah untuk sarapan.

"Pagi, semua," sapaku sambil mengambil tempat di samping Ryder.

"Pagi, Ra," sapa Tante Lily. "Mau sarapan apa? Roti apa cereal?"

Aku berpikir sebentar sebelum menjawab, "cereal aja deh, Tan. Udah lama aku gak makan cereal."

"Alah, baru dua hari yang lalu kayaknya lo makan cereal," timpal Ryder yang sedang asik dengan rotinya.

Aku melirik Ryder dengan tajam. "Lo macem-macem sama gue, nanti gue gak bolehin lo
ikut gue ke sekolah," ancamku.

"Najis lo, Kak, mainnya ngancem. Lo gak tau kalau di sekolah gue itu banyak cewek yang mau deket-deket sama gue?" ucap Ryder dengan bangga.

Aku yang sedang memakan serealku pun tersedak karena omongan Ryder barusan. Lalu, aku menatap Ryder dan tertawa.

"Kenapa sih lo malah ketawa? Gak percaya gitu sama yang gue bilang?" tanya Ryder dengan kesal.

Aku tidak menyangka bahwa Ryder ternyata cukup percaya diri jadi orang. "Astaga, siapa yang mau sih deket-deket sama lo? Mungkin mereka belom tau aja kalau lo sampe ngompol di celana waktu nonton film horror," ucapku yang masih tertawa.

Kedua mata Ryder refleks melebar. "Kak! Lo gak boleh ngomongin hal itu ke siapa-siapa. Awas aja sampe ada yang tau!"

Aku menjulurkan lidahku ke arahnya. "Gue gak bisa janji!"

"Kak!" rengeknya.

"Udah, udah. Kalian pagi-pagi udah berantem aja sih," lerai Om Rudy yang sepertinya sudah tidak tahan lagi mendengar suara cempreng kami berdua.

Ryder kemudian menatap Om Rudy dengan tampang memelas. "Pa, suruh Kak Kiara dong buat tutup mulutnya."

Kukira Om Rudy akan mengiyakan perkataannya. Tapi, ternyata jawaban Om Rudy malah membuatku tertawa.

Hidden TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang