BAB 49 Menjumpai Seebun Giok Hiong

1.5K 30 0
                                    

"Jangan kelewat percaya diri." Li hujin mengingatkan, "Kemampuan seebun Giok- hiong luar biasa, sebelum kejadian hari ini, aku pun mempunyai keyakinan seperti dirimu, Tapi sekarang, keyakinanku sudah mulai goyah, jangan lagi ia berhasil menjaring begitu banyak jago lihay untuk membantu kubunya, hanya seebun Giok-hiong seorang pun sudah cukup memusingkan kepala kita."

"Kenapa keyakinan hujin bisa goyah?"

"Kalau cuma berbicara masalah ilmu silat, biarpun seebun Giok-hiong berlatih berapa tahun lagi belum tentu mampu mengalahkan aku, tapi pengetahuannya yang begitu luas dan pikirannya yang begitu cemerlang,rasanya kita tak boleh menghadapi secara sembarangan"

"Maksudmu dia berhasil menguasai ilmu Yoga dan beberapa macam ilmu sesat lain-nya?"

"Bukan cuma begitu, aku curiga dia telah menguasai beberapa macam ilmu sesat yang luar biasa."

"Tidak apa-apa, sehebat-hebatnya kepandaian silat yang dipelajari inti sarinya toh tetap sama. Dengan kemampuan yang hujin miliki sekarang masih lebih dari cukup untuk menghadapinya . "

"Moga-moga saja begitu."

Selesai berkata, dia pun beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

Menanti bayangan punggung Li hujin sudah lenyap dari pandangan, Lim Han-kim baru berkata:

"Apakah nona baru hari ini tahu kalau ibumu berada di perkampungan keluarga Hong-san?"

"Tidak, rahasia ini sudah lama kuketahui, hanya tidak tahu berada dimana sekarang. Suatu ketika aku pernah curiga Li hujin adalah ibu kandungku, tapi dengan cepat aku sadar bahwa dugaanku itu salah besar."

"Nona tidak pernah menanyakan masa lampaumu?"
"Tidak. aku tahu saatnya belum tiba, ditanyakan juga percuma."

Lim Han- kim menggerakkan bibirnya seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut segera diurungkan.

"Apa yang ingin kau katakan?" tegur Pek si-hiang.

"Menurut penuturan ibuku, mereka pernah mempunyai tiga bersaudara yang sangat akrab, Li hujin menempati posisi pertama, ibuku kedua, dan mungkin sekali ibumu menempati urutan ketiga."

"Ehmm, bisa jadi ibuku nomor tiga."

Lim Han- kim menghela napas panjang: "Aaaai... kalau menuruti kemauan Li hujin, dia baru akan bercerita bila badai pembunuhan ini sudah lewat, padahal andaikata dalam pertarungan ini ada di antara mereka yang tewas..."

"Maksudmu Li hujin?"

"Entah Li hujin atau diriku, asal salah seorang di antara kami tewas, bukankah teka teki asal usulku akan menjadi rahasia untuk selamanya..." Pek si-hiang turut menghela napas panjang, selanya:

"Bila dugaanku tak salah, kemungkinan besar ayahmu akan turut menghadiri pertemuan puncak ini."

"Ayahku masih hidup?"

"Apa yang diceritakan ibumu kepadamu? Apa dia menyatakan ayahmu sudah meninggal."

Lim Han- kim coba berpikir sebentar, benar juga, ibunya memang tak pernah menyatakan kalau ayahnya telah meninggal karena itu ujarnya:

" Nona bisa mengatakan kemungkinan tersebut berarti kau sudah tahu bukan siapa ayahku?"
" Aku tak tahu, tapi banyak orang mengetahui hal ini."
" Siapa?"
" Ciu Huang, Thian-hok sangjin, gurumu Tan ceng-po... aku rasa mereka semua pasti tahu..."
" Anehnya kenapa mereka segan memberitahukan hal ini kepadaku?"

"Aku rasa tentu ada sebab-sebab tertentu, mungkin mereka enggan menyinggung kembali peristiwa lama hingga melukai perasaan ibumu, mungkin juga karena masalah ini menyangkut keadaan yang gawat sehingga tak berani bicara sembarangan..."

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang