Bab 14 Menelan Pil Racun

1.6K 34 0
                                    

Belum habis siok-bwee menyimpan kembali botol porselennya, bagaikan hembusan angin seebun Giok- hiong telah tiba di situ. sambil mengawasi wajah Lim Han-kim, tegurnya: "Hei, apa yang kau makan?"

" Racun sebutir pil beracun yang sangat jahat, dalam sekejap mata nyawaku bisa melayang"

Pelan-pelan seebun Giok-hiong berpaling kearah siok- bwee, sambil ulurkan tangannya ke muka, bujuknya lembut: "Racun apakah itu, coba berikan kepadaku"

"Tidak. Aku tak akan memperlihatkan padamU" siok- bwee menggeleng berulang kali sambil mundur dua langkah.

Dengan sorot matanya yang tajam seebun Giok-hiong memandang sekeliling tempat itu sekejap. kemudian katanya lagi: "Tanah daratan disini paling banter cuma selebar ratusan kaki persegi, biarpun kalian enggan memberitahu kepadaku, toh akhirnya aku akan berhasil, juga menemukan tempat persembunyiannya "

"Jadi kau benar-benar berani menjumpai nona kami?" tegur Hiang-kiok coba menggertak.

seebun Giok-hiong tertawa, "Ia sudah hampir mampus gara-gara penyakitnya, kenapa aku tak berani?"
sahutnya.

"Hmmmm, jika aku berani mengganggu ketenangannya, hati- hati kalau sampai terbunuh olehnya."

sebetulnya sudah cukup lama dayang ini menahan diri, semua kekesalan dan rasa mendongkolnya tak terlampiaskan keluar, tapi setelah ia telan pil beracun dan siap menghadapi kematian, keberanian pun secara otomatis ikut meningkat pula.

Bilamana ia teringat akan kekejian seebun Giok-hiong serta perbuatan-perbuatannya yang menjengkelkan, ingin sekali gadis ini memakinya habis-habisan, tapi dia pun merasa bingung karena tak punya alasan untuk mengumpat orang, akhirnya dengan meminjam nama majikannya dia pun memaki beberapa patah kata untuk melenyapkan rasa dongkolnya itu.

Terdengar dayang itu berkata lebih jauh :

"Hmmmm, jadi kau menyumpahi nona kami cepat mati hanya dikarenakan kondisi badan nona kami kurang sehat? Kau mesti tahu, tiada persoalan di dunia ini yang bisa menyulitkan dirinya. Memang betul sebenarnya ia sudah bosan hidup, tapi bila teringat akan kekejian dan kebusukanmu serta mengingat ke-beradaanmu di muka bumi hanya akan menyusahkan orang lain, maka ia sudah berubah pikiran sekarang, ia berniat untuk hidup berapa tahun lagi, ia baru akan mati dengan perasaan lega sesudah membinasakan dirimu"

Terdorong perasaan mendongkolnya yang meluap. ucapan ini sebetuinya hanya kata-kata karangan saja yang bersifat memanasi hati lawan, apa mau dikata seebun Giok-hiong yang cerdik justru menanggapinya secara lain, begitu selesai mendengar ucapan tersebut segera pikirnya dalam hati:

"Bila ia berniat membohongi aku, ucapannya tentu akan dibuat amat menarik agar aku mempercayainya seratus persen, justru kata-kata polos macam kanak-kanak inilah yang bisa dipercaya."

Sementara itu Siok-bwee cukup tahu akan sifat adiknya, Hiang-kiok. gadis itu polos, bersifat kekanak- kanakan dan sama sekali tak berencana, bila dibiarkan berbicara lebih jauh niscaya banyak titik kelemahan yang akan terlihat. Maka buru-buru ia menyela: "Adik Hiang- kiok. tak usah berbicara lagi dengannya, toh apa pun yang kau katakan tak akan dipercayai olehnya, buat apa memetik kecapi di depan kerbau?"

seebun Giok-hiong mengernyitkan alis matanya, katanya: "Nona kalian sengaja mengundangku datang kemari, Aku percaya ia tentu punya urusan yang hendak dibicarakan maka sebelum berjumpa dengan nona kalian, terpaksa aku harus tetap tinggal di sini untuk menantinya."

"Buat apa kau tinggal di sini?" tegur Hiang-kiok penasaran

"Buat apa? Tentu saja menunggu nona Pek" seebun Giok-hiong tertawa.

"Kau memang tamu bermuka tebak tidak diundang juga nekat akan menginap. Hmmm Pokoknya tak akan ada orang yang memberi makan untukmu"

Di luar dugaan ternyata watak seebun Giok-hiong berubah sama sekali, ia segera tersenyum

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang