BAB 9 Menemani Sang Kekasih

1.1K 33 0
                                    

Pertanyaan itu lagi-lagi membuat Lim Han-kim gelagapan dan tak tahu bagaimana harus menjawab. Lama sekali ia termenung sambil putar otak, kemudian baru katanya:

"Keselamatan nona menyangkut mati hidupnya umat persilatan di dunia saat ini..."

"Masalah itu terlalu besar ruang lingkupnya. Aku hanya ingin tahu apa maksudmu datang menjengukku?" kembali Pek si-hiang menukas.

"Aku pernah berhutang budi kepada nona, jadi sudah sewajarnya bila aku menyusul kemari untuk menjenguk keadaan sakit yang nona derita."

"Aaaai... kalau begitu kau sangat menguatirkan keselamatan jiwaku?" Pek si-hiang menghela napas panjang.

"Bukan hanya aku seorang, aku percaya setiap jago dari dunia persilatan pasti amat menguatirkan keselamatan jiwa nona."

"Betul, memang banyak orang yang menguatirkan keselamatanku, tapi ada siapa pula yang bisa membuat aku bisa hidup berapa tahun lebih lama?"

"Soal ini... soal ini..."

Pek si- hiang tertawa hambar, kembali ujarnya: "Aku percaya dalam benakmu tentu dipenuhi berbagai pertanyaan yang mencurigakan bukan? Mumpung kesadaranku masih amat baik sekarang, ajukan saja semua persoalan yang tidak kaupahami."

"Kedatanganku kali ini dengan tujuan utama hendak menjenguk keadaan sakit yang nona derita, selain itu juga berharap bisa menyumbangkan sedikit kemampuanku untuk memenuhi keinginan nona."

"Aku sudah hampir mati, apa gunanya kau bersikap begitu baik kepadaku?"

"Kebesaran jiwa nona dan sifat kependekaranku dikagumi dan dihormati oleh setiap insan manusia dalam dunia persilatan, sedang aku tak lebih hanya segelintir di antara mereka."

"Waaaah, kalau menuruti penuturanmu itu, agaknya aku sudah menjadi seorang tokoh yang sangat termashur dalam dunia persilatan"

"Bukan cuma termashur, boleh dibilang setiap umat persilatan menaruh rasa hormat, salut dan kagum kepadamu"

"Kau pun sangat berterima kasih kepadaku?"

"Rasa terima kasihku tak terlukiskan dengan kata,bahkan muncul dari dasar lubuk hatiku yang terdalam"

Agak berubah paras muka Pek si-hiang sesudah mendengar ucapan itu, katanya:

"Betulkah kau begitu berterima kasih kepadaku, sampai seandainya aku suruh kau mati pun, kau tak akan menampik?"

"silakan nona memberikan perintahnya, aku pasti akan berusaha dengan sepenuh tenaga, meski harus berkorban nyawa pun aku rela."

"Kalau begitu aku ingin kau melakukan satu tugas bagiku, bersedia bukan?"

"Rasa cinta dan hormatku kepada nona tak terlukis dengan kata, bahkan aku sampai tak berani mengucapkannya keluar, pokoknya perintah apa pun pasti akan kulaksanakan."

"Bagus setelah aku mati nanti, aku minta kau menjaga kuburanku di pesanggrahan pengubur bunga ini selama tiga tahun, bersediakah kau melakukan untukku?"

"Baik, aku terima tugas ini, cuma aku harus menyuruh orang untuk mengirim sepucuk surat ke rumah, agar ibuku tidak terlalu mengkhawatirkan keselamatanku."

"Aaaai... sebagai putra manusia, kita memang wajib berbuat demikian"

Lim Han-kim mengalihkan pandangan matanya ke wajah Pek si- hiang yang pucat pias, hatinya sangat sedih, pikirnya: "Gadis ini amat cerdik, kepintarannya tiada tandingan di dunia ini, ditambah lagi wajahnya cantik jelita, sayang umurnya begitu pendek."

Dalam saat itu Pek si-hiang telah membetulkan letak rambutnya sambil menegur lembut:

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang