BAB 18 Bertemu Kembali

1.4K 27 2
                                    

Lim Han-kim merasa muak sekali menghadapi rayuan gombal yang dirasakan sangat menusuk pendengarannya, ia mendengus dingin dan menjengek: "Betulkah begitu?"

Sebenarnya dia ingin sekali melajukan perahunya untuk ditumbukkan ke atas batu karang agar seebun Giok-hiong tercebur ke dalam telaga dan mati, tapi melihat ketenangan yang menyelimuti permukaan telaga itu, entah mengapa ia ragu untuk melakukannya saat itulah mendadak terdengar seebun Giok-hiong berpekik gembira:

"Horee... mereka sudah datang... Kekasih Lim, cepat lihat Mereka sudah datang..."

Mengikuti arah yang ditunjuk Lim Han-kim berpaling. Betul juga, dari depan sana teriihat sebaris perahu sedang bergerak mendekat dengan kecepatan tinggi, tak lama kemudian perahu-perahu itu sudah semakin mendekat hingga bisa teriihat kawanan jago yang berdiri di tengah geladak.

Seebun Glok-hiong segera memberi tanda agar perahu itu mendekat, tak lama kemudian mereka berdua sudah berpindah ke atas perahu tersebut Seebun Glok-hiong pun segera turunkan perintah agar armada yang amat besar itu berlayar menuju ke daratan .

Pelan-pelan Seebun Glok-hiong berjalan menghampiri Lim Han-kim, dengan suara rendah katanya kemudian :

"Kekasih Lim, gara-gara aku, kau turut panik, bingung dan kuatir Aku merasa berhutang budi padamu, mulai saat ini aku berjanji akan melayanimu dengan lebih baik lagi."

"Maksud baik nona biar kuterima di dalam hati saja," jawab Lim Han-kim cepat. "Kini kau sudah disambut oleh anak buahmu, situasi gawat pun sudah berubah jadi aman, aku rasa sudah waktuku untuk mohon diri."

"Kau hendak ke mana?" tanya Seebun Glok-hiong tertegun

"Entahlah, dunia sangat lebar, ke mana aku berjalan ke sanalah aku pergi"

"Tapi obat untuk menghilangkan samaran pada wajahmu tidak berada di sakuku sekarang".

"Tidak apa-apa," sela Lim Han-kim. "Selama beberapa hari ini aku sudah terbiasa dengan wajah buruk. Nah, sampai jumpa kembali."

Selesai memberi hormat, ia membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ, seebun Giok-hiong menggetarkan bibirnya seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian diurungkannya.

Baru berjalan berapa langkah, mendadak Lim Han-kim berbalik kembali, katanya :

"Ada satu urusan aku ingin minta tolong kepada nona, apakah ..."

Seebun Giok-hiong menghela napas selanya :

"Jangankan baru sebuah, sepuluh buah pun pasti akan kusanggupi"

"Lebih baik nona jangan terlalu cepat menyanggupi urusan ini besar sekali hubungannya dengan dirimu."

"Soal apa itu? Masa begitu serius?"

"Aku minta kau berjanii kepadaku untuk tidak mendatangi pesanggrahan pengubur bunga dan mengusik ketenangan nona Pek lagi"

Seebun Giok-hiong termenung sambil berpikir sejenak. kemudian sahutnya:

" Kalau dilihat dari penyakitnya yang begitu parah, aku pikir sembilan puluh persen ia sudah tak punya harapan untuk hidup lagi."

"Mati atau hidupnya sama sekali tiada hubungan dengan dirimu, aku hanya minta kau jangan pergi mengusik ketenangannya lagi, sanggup tidak?"

Kembali seebun Giok-hiong berpikir, tapi akhirnya dia mengangguk :

"Baik, aku berjanji kepadamu"

"Terima kasih banyak nona karena kau sudi memberi muka kepadaku, Lim Han-kim merasa sangat terharu." Buru- buru pemuda itu memberi hormat, kemudian ia membalikkan badan dan beranjak pergi dengan langkah lebar.

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang