BAB 1 Siasat Lelaki Tampan

5K 62 1
                                    

Dalam waktu singkat, hampir sebaglan besar jago-jago silat itu telah pergi meninggalkan kompleks pekuburan Liat-hu-bong. Yang tersisa dalam ruangan saat itu tinggal ciu Huang, Li Bun-yang, ketua Hian-hong-kau, kakek bermata satu serta Hongpo Tiang-hong ayah beranak tujuh Orang.

Setelah suasana hening beberapa saat lamanya, ketua Hian-hong-kau berpaling kearah kakek bermata satu itu sekejap, lalu tanyanya pelahan: "Bagaimana menurut pendapat locianpwe?"

Agak gelagapan kakek bermata satu itu menghadapi pertanyaan yang disampaikan secara mendadak itu, setelah tertegun sesaat ia balik bertanya: " Kaucu, apa maksud pertanyaanmu itu?"

"Selama ini locianpwe lebih suka hidup menyendiri,jadi aku ingin tahu bagaimana keputusan cianpwe dalam masalah ini, bersediakah kau melibatkan diri dalam pertikaian dunia persilatan ini?"

Setelah termenung cukup lama, jawab kakek bermata satu itu:

"Sisa hidupku sudah tidak banyak, lagipula sudah lama aku segan mencampuri urusan dunia persilatan. selama ini aku mengikuti kaucu karena aku mendapat titipan hingga terpaksa harus memenuhi janji tersebut, jadi bila kaucu bersedia membebaskan diriku, aku akan sangat berterima kasih."

"Sesungguhnya tidak baik kupaksakan kehendakku atas diri cianpwe, tapi berhubung masalah ini mempunyai akibat yang luar biasa, lagipula meski kita tidak mencari Seebun Giok hiong, perempuan itu pun tak akan membebaskan kita. Demi keutuhan perkumpulan Hian-hong-kau, tidak seharusnya locianpwe mencuci tangan dalam persoalan ini."

"Kecerdikan kaucu sangat menonjol, kemunculanmu sudah cukup memenuhi harapan para jago, apalah artinya kekuatanku satu orang?"

Ciu Huang yang selama ini duduk mengatur napas tiba-tiba membuka matanya, lalu sambil berdiri ia menegur: "Siang Lam-ciau ..."

Gemetar keras tubuh kakek bermata satu itu, tapi dengan penuh amarah teriaknya:

"Siapa yang kau sebut siang Lam-ciau?"

"Ha ha ha... inilah yang disebut belum digebuk sudah mengaku sendiri. Dalam ruangan ini toh tak ada orang lain yang bernama siang Lam-ciau, kenapa saudara siang mesti marah?"

Kakek bermata satu itu tertegun, akhirnya ia menghela napas sedih, "Betul, aku memang siang Lam- ciau" katanya.

Ciu Huan tertawa terbahak-bahak. dengan langkah lebar ia menghampiri kakek itu dan ujarnya lagi:

"Ketika tersiar berita kematianmu dalam dunia persilatan, aku sudah tahu bahwa kau tak bakal mati. Wajahmu menunjukkan bahwa usiamu panjang, mungkin kematianmu malah jauh di belakang aku si manusia Ciu."

"Aaaai.. siang Lam-ciau sudah lama mati, yang tersisa sekarang hanya sesosok tubuh yang tua renta."

"Bukankah kau masih hidup segar bugar?" kata Ciu Huan tertawa,

Setelah berhenti sejenak. sambungnya:

"Meskipun matamu buta sebelah, namun kebutaanmu tidak mengubah sama sekali raut wajahmu. sejak bertemu denganmU pertama kali tadi aku sudah bisa mengenalimu. "

Sekilas perasaan sedih bercampur murung menyelimuti wajah siang Lam-ciau yang penuh keriput, pelan-pelan ujarnya:

"Selama banyak tahun terakhir aku hidup menyendiri, putus hubungan dengan semua rekan lama, sungguh tak nyana puluhan tahun kemudian saudara Ciu masih bisa mengenali diriku."

"Sekalipun saudara Siang hidup menyendiri dan putus hubungan dengan sobat-sobat lama, namun nama besarmu masih sering muncul dalam dunia persilatan."

"Yaa, tentang hal ini akupun pernah mendengar." siang Lam-ciau manggut-manggut.

"Gara-gara ingin melacak kejadian ini, aku sudah membuang waktu selama berbulan-bulan lamanya ..."

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang