dua puluh enam - pembullyan

146K 7.7K 330
                                    

Author's POV

Seperti hari-hari biasanya, Sea kembali datang kesekolah, sendirian, tanpa ada yang mengantar, menemani, apalagi mencintai. Lah?

Ia berjalan dengan santai menuju kelasnya. Kalau menilik dari kebiasaan Sea, bisa dibilang ini sudah termasuk kedatangan tercepatnya ke sekolah.

“Eh eh, ada apa nih diem-diem?” Sapanya saat masuk kelas dan melihat teman-teman sekelasnya bergerombol—tidak banyak hanya empat lima orang—mengelilingi sebuah meja dibarisan depan… tunggu sebentar, meja barisan depan itu kan mejanya?

Lima orang itu—termasuk Kai dan Asher—menoleh mendengar suara Sea. Wajah mereka semua terlihat kesal.

“Ada apa nih?” Tanya Sea lagi dengan nada yang tidak ada suram-suramnya sama sekali.

“Lo tenang aja Se, kalo ketauan siapa yang lakuin ini ke elo, kita semua pasti bakal nyerbu.” Bambang—yang masuk K.P. karena ketahuan menonton film jepang spesial—mengangkat kepalan tangannya diudara dengan semangat. Yang lain ikut mengangguk, menyetujui.

“Apa sih serang-serang? Mau jadi Dilan, teh?”

“Si, gak usah banyak bacot, sini dulu deh.” Kai memanggil, menyuruh Sea mendekat.

Saat cewek itu mendekat, barulah ia melihat apa yang sebenarnya teman-temannya geromboli. Mejanya, yang biasanya cukup bersih—selain dari coretan love dan nama Devin—kini nampak amburadul di pilox dengan warna merah yang Sea belum sempat baca tulisannya apa. Lacinya pun tidak luput dari perbuatan itu, yang biasanya laci itu kosong melompong—tidak berisi satupun buku pelajaran yang memang tidak Sea punyai—kini terisi penuh dengan sampah tisu dan kertas yang diremuk-remuk.

“Gila!” Sea menyeru, “Sekarang meja gue jadi wadah seni gini. Ckck, nama Devin semuanya keapus.”

“Ini bukan lelucon, woy.” Asher merespons, agak sedikit kesal dengan Sea yang tidak bisa melihat situasi serius.

“Gue tau, gue tau.” Jawab cewek itu, “Tapi emang kalo gue marah, bakal keapus piloxnya? Bakal kebuang sampahnya? Mending tenaga marah gue gue pake buat bersihin piloxnya biar nama Devin keliatan lagi.”

Sea menyimpan tasnya dibangku dengan santai kemudian mengambil tong sampah dibelakang kelas. Diambilnya sampah-sampah didalam lacinya sampai bersih.

“Sea, kita bantuin buangin sampahnya keluar aja ya, kita kan cowok.” Sea mengangguk mendengar ucapan teman kelasnya yang lain.

Asher dan Kai masih menatap meja ber-pilox ‘bitch’ itu, “Devin belum liat ini kan?”

Asher mengangguk, “Dia biasanya ke ruang OSIS dulu sebelum ke kelas.”

Kai mengangguk paham, “Jangan kasih tau Devin soal ini dulu.”

Asher menoleh, menatap Kai dengan aneh. Ingin ia bertanya kenapa, namun yang ia lakukan adalah mengangguk menyetujui, “Tapi, Kai, tumben lo dateng sepagi ini. Ada apa?”

Kai mengerutkan keningnya, “Heh, emang gue gak boleh dateng pagi, hah?”

Asher mengedikkan bahu, “Ya boleh lah. Cuman aneh aja. Kebetulan lo dateng pagi dan kebetulan ada yang ngerjain bangku Sea.”

Kai menoleh dengan cepat, “Lo curigain gue, njing?”

“Kalo bukan, yaudah. Gak usah ngegas, njing.”

"Lo juga ngegas, bangsat."

"Gue mah ikut alur doang, bangsat."

*

“Sea, lo gak ada clue gitu siapa yang lakuin ini ke elo?” Asher menatap Sea penasaran didalam kelas. Mereka—Asher, Kai dan Sea—hanya bertiga tanpa Devin.

The Most Wanted Boy [Komplet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang