dua puluh empat - kedatangan Devin

136K 6.1K 278
                                    

Author's POV

Lima menit sebelum jam enam, Sea dan Devin keluar dari ruangan OSIS setelah tadi Devin membantu Sea mencari arsip proposal pensi tahun-tahun kemarin yang bisa digunakan Sea sebagai referensi.

Tumben.

Setelah mengunci pintu, Devin langsung berlalu. Sea panik.

“Eh Vin, tungguin.”

Sea berusaha untuk menyamakan langkahnya dengan langkah besar cowok itu.

“Vin, hari ini lo cakep banget deh.”

“…”

“Bersinar banget lagi kayak gigi palsu opa gue.”

“…”

“Emm, terus wangi juga kayak indomie. Hatchii.”

“…”

“Terus terus, ehh lo juga ngomongnya banyakan dikit dari kemaren-kemaren. Gue jadi optimis kalo jadi presiden nanti lo udah gak usah pidato lipsync. Dan lo pasti haus kan abis ngomong banyak gitu? Mau gue beliin minum gak? Tapi pake uang lo.”

“…”

“Vin? Devin?”

“Mau lo apa sih?” Devin berhenti dan menatap dengan kesal.

Senyum Sea mengembang, dengan cepat tangannya meraih lengan Devin, “Anterin gue pulang ya? Hehe.”

“Enggak.” Jawab Devin melepas pegangan Sea.

“Yah, yah, Vin, kok gitu?” Sea tidak mau kalah, ia tetap mempertahankan lengan Devin, “Ini udah mulai gelap, gua juga kurang sehat, emang lo tega biarin gue pulang sendiri? Enggak kan? Kalo gue tersesat dan gak tau arah jalan pulang gimana?” Ia menggoncang-goncangkan lengan Devin.

“Lepas. Kayak koala lo!” dan kini pegangan itu terlepas yang digunakan Devin untuk kembali berjalan meninggalkan Sea.

Sea memasang wajah sedihnya, bibir bawahnya jadi dower dengan alisnya yang mengerut. Ia melihat sekeliling dan menemukan sekolah yang sudah sangat sepi dan Devin yang kian menjauh. Ia mulai ketakutan.

“Vin, Devin, tungguin gue. Gue tak—aahhh!”

Brukk.

“Aawwwwww.”

Devin refleks berbalik dan menemukan Sea bersimbuh diatas lantai koridor sambil menepuk-nepuk telapak tangannya.

“Devin, gue ngejlongopp.” Rengek Sea dengan wajah sedihnya.

“Anak siapa sih nyasahin banget." Gumam Devin menghela napas dan mendatangi Sea yang masih belum berdiri juga.

“Vin, bantuin.” Sea mengulurkan satu tangannya yang tidak ter-gips pada Devin. Cowok itu melirik dan setelah menghela napas lagi, ia menyambut tangan Sea dan membantu cewek itu berdiri.

“Aduh, aww, hurtt.” Ringis Sea, “Ini tali sepatu lepas kenapa gak bilang-bilang sih? Udah tau gue larinya kayak ceking. Terkilir kan jadinya.” Sea menggerutu sendiri.

“Heh, dasar.” Gumam Devin lalu tiba-tiba menunduk didepan Sea untuk mengikat tali sepatu cewek itu. Sea yang biasanya banyak bacot mendadak diam.

“Tangan lo gak pa-pa?” Devin mengarahkan matanya pada tangan Sea yang ter-gips.

“Oh, gak pa-pa. Tapi kayaknya jantung gue kenapa-napa.” Sea memegang dadanya dengan tampang khawatir yang mau tidak mau membuat Devin ingin tahu juga.

“Lo ada penyakit jantung?”

“Ah? Selama ini sih enggak, tapi kayaknya perlu dicek lagi deh.”

The Most Wanted Boy [Komplet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang