dua puluh lima - tidak akan menghindar lagi

159K 8.3K 205
                                    

Author's POV

Perlahan, kelopak mata Sea bergerak-gerak. Tidak lama, mata itu terbuka dan mengedip beberapa kali. Matanya terasa berat, terlebih kepalanya membuat alisnya mengernyit.

Segelas air minum disodorkan disampingnya membuat Sea refleks berbalik, "Saya-eh, Devin?"

Devin tidak menjawab, sebaliknya ia memberi isyarat pada Sea untuk bangun dan meminum air putih dulu.

Gak bersyukur dikasih mulut malah pake isyarat-isyarat segala.

"Kata dokter, energi lo abis karna kebanyakan makan."

Sea yang baru menyudahi minumnya mengernyit, "Kok gitu? Bukannya memang harus banyak makan kalo lagi sakit? Yang bego gue apa elo sih?"

"Tubuh lo lagi sakit, butuh banyak tenaga buat ngelawan penyakitnya. Kalo lo makannya banyak sekaligus, sistem pencernaan lo harus bekerja ekstra, artinya bakal serap energi yang harusnya kepake buat sistem kekebalan tubuh lo. Ngerti?"

Sea menggeleng, "Jadi intinya yang bego gue atau elo?"

"Intinya bukan gue." Jawab Devin sekenannya kemudian bangkit berdiri mengambil gelas kosong dari tangan Sea.

"Artinya, gue dong?" Gumam Sea pelan sambil menunjuk dirinya, "Vin, mau kemana? Udah mau pulang? Kok cepet banget?"

Devin tidak menjawab, ia hilang ditelan dapur kemudian muncul beberapa saat dengan nampan berisi mangkok dan gelas yang sudah terisi penuh.

"Uwaahhh, Vin, lo masakin gue? Gewlaaa, seneng banget gue." Cewek itu memekik girang, "Wahhh, bubur! Gue gak suka sih tapi karna lo yang ngasih bakal gue makan. Yeyy!"

"Kata dokter, kalo sakit lebih baik makan makanan yang mudah dicerna." Kata Devin lagi, "Dan biar lo gak salah paham, ini dari Mbok Cynthia. Merasa bersalah katanya."

Sea sedikit kecewa sebenarnya, tapi yasudahlah. Terima kasih Mbok!

"Tapi Vin, bukannya gue gak boleh makan banyak ya?"

"Gak boleh makan banyak bukan berarti gak makan sama sekali. Ini waktunya makan malem, lo mau mati kelaperan?"

"Oh? Udah malem? Perasaan tadi masih siangg."

"Pokoknya, lo habisin buburnya, itu udah setengah dari porsi orang normal. Abis makan tun-"

"Tunggu lima menit, abis itu minum obat kan?" Sea memotong, sebenarnya karena ingin terlihat pintar didepan Devin.

"Tunggu sepuluh menit abis itu makan buah. Sepuluh-"

"Wah, lo beliin gue buah juga? Gilaa, orang kaya ya lo."

"Itu patungan dari anak OSIS." Klarifikasi Devin, "Sepuluh menit lagi setelah buah, lo langsung istirahat."

"Obatnya?"

"Kata dokter, jangan terlalu bergantung sama obat. Bahaya, mending biarin tubuh lo sembuh sendiri." Untuk ketiga kalinya Devin memberi nasihat, "Gue harus pulang sekarang."

"Ih, kok? Gak nungguin gue tidur dulu gitu? Hehe." Sea menatap penuh harap.

"Bukan cuma lo yang harus gue urus." Kata Devin, "Dan oh," ia kembali berbalik, "Kalo ada apa-apa, chat gue, jangan telfon. Gue pergi, assalamualaikum."

"W-waalaikumsalam, yahh... padahal pengen berduaan-astagfirullah, lagi sakit bukannya dosa berguguran malah makin bermekaran. Astagfirullah."

Sea mulai menyendok bubur di dalam mangkok, "Tapi Devin sampe telfonin dokter? Ih, gila perhatiannyaa." Padahal, yang Sea tidak tahu Devin hanya mengarangnya, ia tidak pernah bertanya pada dokter. Ia seperti itu hanya agar perhatiannya yang sebetulnya tidak terlalu nampak.

The Most Wanted Boy [Komplet]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang