22. Undangan dari Mantan

1.6K 125 8
                                    

Melihat kedatangan Roman di parkiran apartemen membuat Sea sedikit penasaran. Dia tidak sengaja melihat lelaki berkacamata itu turun dari mobil Honda BRV putih sambil membawa sesuatu di tangannya. Pasti kedatangan Roman ada sangkut pautnya dengan Bram. Siapa lagi yang akan dia datangi disini selain Bram. Sea mengikuti langkah besar Roman memasuki lift. Beruntung lift sedikit ramai dan membuat Roman tidak menyadari kehadiran Sea.

Setelah sampai di lorong unitnya, Sea bersembunyi di balik pintu tangga darurat. Benar saja Roman ingin menemui Bram. Sore seperti ini hampir dipastikan kalau Bram belum sampai di unitnya. Sea melihat Roman meletakkan sebuah benda persegi tepat di depan unit Bram lalu kemudian pria itu pergi. Sea langsung menutup pintu agar tidak diketahui Roman. Setelah dirasa cukup aman, Sea keluar dari persembunyiannya kemudian dia mengambil benda yang diletakkan Roman di depan pintu Bram dan melihatnya.

"Undangan?" batin Sea.

"Hay tetangga!!" seru Bram yang tiba-tiba. Seketika Sea membatu dan menyembunyikan undangan itu dibalik punggungnya. "Kamu nyari aku ya?" tanya Bram lagi.

"Ge-er kamu. Siapa juga yang nyariin duda rese kayak kamu." hardik Sea. Bram menyipitkan matanya melihat gerak gerik Sea yang menurutnya aneh.

"Kamu nyembunyiin apa dibelakangmu itu?" selidik Bram dengan alisnya yang saling bertaut.

"Ngg..ngg..enggak nyembunyiin apa-apa kok."

"Undangan dari Dewi kan?" Sea dibuat melongo dengan pertanyaan Bram barusan. Bagaimana dia tahu? Dengan takut-takut Sea memberikan undangan itu kepada Bram. Namun lelaki itu malah tersenyum. Tersenyum miris tepatnya.

"Jangan sedih, Bram. Dia sudah bahagia dengan pilihannya." kata Sea berusaha menyemangati.

"Kamu mau datang ke pernikahan Dewi nantinya?" tanya Bram.

"Aku? Datang? Aku diundang saja enggak."

"Datang bersamaku dong, Sea. Kamu ini pura-pura enggak tau saja. Kamu kan bisa menahanku kalau tiba-tiba aku disana mengacaukan pesta." jelas Bram sambil terkekeh.

"Kamu pikir aku ini pawangmu apa?" Sea beranjak menuju unitnya di sebelah lalu menutup pintu dengan lumayan kencang.

**

"Seriusan kalau mantan istrinya Bram mau nikah lagi?" tanya Ubit memastikan. Sea mengangguk sambil mengaduk-aduk cokelat panasnya. "Terus lo galau gitu?" sambung Ubit dengan kepo.

"Galau? Siapa juga yang galau, mas."

"Lo beneran suka sama Bram? Lo cinlok sama dia?"

Sea melirik Ubit dengan tatapan menyeramkan sambil mengacungkan sendok kecil ke hadapan sahabatnya itu. "Aku enggak suka sama Bram. Dia itu pengganggu sekaligus perusak hari orang." kata Sea penuh dengan penekanan. Alih-alih takut, Ubit justru tersenyum misterius.

"Lo bisa bilang gitu sekarang, tapi lo ataupun gue enggak ada yang bisa nebak ke depannya seperti apa." ujar Ubit bijaksana. Sea diam. "Sudah ah gue balik duluan. Mau bareng enggak ampe lobi?" tanya Ubit. Sea menggeleng pelan sambil terus mengaduk-aduk minumannya. Pikirannya masih menyerap kata-kata Ubit tadi. Cinlok dengan duda rese itu? Memikirkan sampai sana saja tidak, batin Sea. Getaran yang berasal dari handphonenya, membuat Sea terkesiap. Dia melihat satu chat Whatsapp dari Ubit.

Mas Ubit MX : Ada Bram nih nungguin lo di bawah

Dahi Sea bertaut. Bram? Ada disini? Mau apa? Buru-buru Sea menghabiskan minumannya dan beranjak dari pantry. Benar saja, duda keren itu tengah duduk santai di lobi sambil ditemani Ubit. Saat melihat kedatangan Sea, Ubit pamit pada Bram.

"Kamu tau ini jam berapa?" tanya Sea.

Bram melirik jam yang terpasang di pergelangan tangan kanannya. "Jam 2.15. Kenapa memangnya?" tanya Bram balik.

Sea menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Kurang kerjaan banget sih kesini malam-malam tanpa tujuan jelas."

"Tujuanku jelas. Saya mampir kesini karena abis meeting dengan seorang klien di sekitaran sini. Jadi saya pikir kamu belum pulang dan kita bisa pulang bareng."

"Mimpi!" kata Sea sambil ngacir meninggalkan Bram.

"Sea, tunggu saya! Hey!" teriak Bram. Sea terus saja berlalu tanpa menghiraukan teriakan Bram.

Bram

Sial sekali ini sudah hampir jam 12 dan aku masih saja meeting dengan si botak sialan ini, maksudku si Johny salah seorang teman lama yang mengajakku untuk bekerja sama dengan perusahaan alat-alat kebugaran miliknya.

"Oh ya ngomong-ngomong gimana kabar istri lo? Sudah hamil belum?" tanya Jhony.

Aku diam mematung. Untuk menutupi kegugupanku, aku memilih untuk menyesap kopi hitam pesananku. "Gue udah pisah sama dia." jawabku lesu.

"Pisah? Sorry nih maksud lo..cerai?"

"Iya."

Seketika ekspresi wajah Jhony berubah. Dia meminta maaf atas kelancangannya padaku. Wajar saja kalau Jhony enggak mengetahuinya karena kami pun sudah lama enggak bertemu dan kami bertemu lagi sekitar dua minggu yang lalu saat aku menghadiri seminar di sebuah ballroom di kawasan pusat Jakarta.

"Gue balik duluan ya soalnya abis ini gue masih harus ke Balikpapan nemuin nyokap." Jhony bangkit dari kursinya dan menjabat tanganku. Sepeninggal Jhony, aku kembali duduk di kedai kopi 24 jam ini sambil mematikan laptop dan membereskan beberapa dokumen yang tercecer di atas meja. Jam yang terpasang di tangan kananku sudah menunjuk di angka 12. Terbersit di otakku kalau aku mampir sebentar di MX Radio dan menemui Sea. Siapa tahu gadis itu belum pulang. Benar saja, saat aku tiba di parkiran mobil merahnya masih terparkir rapi. Seorang security berkumis tipis menanyakan keperluanku datang kemari di tengah malam seperti ini. Setelah security itu mengenal Sea, beliau menyuruhku menunggu di lobi. Untuk mengisi waktu luang, aku membaca-baca koran yang memang disediakan gedung perkantoran ini. Sekitar lima menit menunggu, mas Ubit menyapaku.

"Loh ngapain malam-malam lo kesini?" tanyanya.

"Saya abis meeting dekat sini dan mampir saja kemari." jawabku.

"Mau ketemu Sea ya?" mas Ubit menyelidik. Kemudian aku hanya mengangguk pelan. "Sea masih di atas. Bentar lagi juga turun." kata mas Ubit sambil mengambil tempat di sebelahku.

Ting..

Pintu lift terbuka. Nampak Sea terkejut dengan kehadiranku.

"Gue duluan ya bro." kata mas Ubit sambil menepuk pundakku.

Sea berjalan ke arahku. "Kamu tau ini jam berapa?" tanya Sea.

Sengaja aku lirik jam dipergelangan tanganku. Tentu saja ini sudah lewat tengah malam. Sea memasang ekspresi yang menurutku lagi-lagi lucu. "Kurang kerjaan banget sih kesini malam-malam tanpa tujuan jelas." katanya.

"Tujuanku jelas. Saya mampir kesini karena abis meeting dengan seorang klien di sekitaran sini. Jadi saya pikir kamu belum pulang dan kita bisa pulang bareng." kataku dengan santai.

"Mimpi!" katanya lalu meninggalkanku sendiri di lobi.

"Sea, tunggu aku! Hey!" teriakanku enggak membuatnya berhenti. Barulah sampai di parkiran dia berhenti. Dia merogoh sling bag miliknya dan mencari sesuatu. Wajahnya berubah jadi panik.

"Astaga!!!" seru Sea sambil menepuk jidatnya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Kunci mobilku ketinggalan di studio siaran. Pasti sudah dikunci sama mang Ikin. Aduh gimana nih?" katanya panik. Tanpa dsia sadari, aku memasang seringai jahatku.

"Bareng aja sama saya. Besok kamu minta tolong sama temanmu simpenin dulu kunci mobilmu itu." Sea langsung melirik tajam ke arahku. Dengan isengnya aku menaik turunkan kedua alisku.

"Good idea! Jadi sekarang aku harus gitu pulang bareng kamu?" tanyanya kesal.

Aku mengangguk mantap. "Gimana? Kesempatan emas nggak datang dua kali. Kamu mau nginep di gedung ini sambil ditemani para 'penghuni' gedung." kataku menakutinya dengan menyebut 'penghuni' dengan simbol tanda kutip.

"Ini pertama dan terakhir kalinya kamu kesini dan nakutin aku. Ayoo kita balik aku capek nih"

Lihat, padahal kan aku baik-baik menawarkan dan sekarang dia bersikap seperti majikan dan aku supir pribadinya. Untung saja aku mengidolakanmu. Kalau enggak, aku akan meninggalkan sendirian disini.

On Air ( Secret Admirer )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang