19. Jangan Pergi!!

1.7K 153 0
                                    


Bram

Anggap saja aku lelaki yang nggak tahu malu, bermuka tebal, pencari kesempatan dan segala umpatan yang lain untukku yang sudah seenaknya mencium anak perawan yang berstatus sebagai partner kerjaku sendiri. Dan aku sekarang berdiri di depan apartemen Sea sambil membawakan sarapan pagi untuknya. Aku ketuk pintunya berulang kali namun enggak juga di bukakan. Apa dia benar-benar marah padaku sekarang?

Aku lirik jam tanganku ternyata ini masih jam tujuh pagi dan aku rasa Sea belum bangun. Aku kembali masuk ke apartemenku dan menunggunya untuk keluar. Untung saja hari ini jadwalku enggak terlalu padat sehingga aku bisa berangkat ke kantor agak siang.

"Bram..?" sebuah suara memaksaku berhenti melangkah. Saat aku menoleh, Sea tengah berdiri di hadapanku dengan dua alisnya yang saling bertaut. Aku lihat dari penampilannya kalau dia habis pulang jogging. "Ada apa?" tanyanya bingung. Aku berjalan menghampirinya.

"Hmm..aku bawakan bubur untukmu sarapan." aku menyodorkan mangkuk kaca itu kepadanya dan syukurlah Sea mau menerimanya.

"Terima kasih. Kalau begitu aku masuk duluan ya, mau mandi soalnya badanku lengket semua. Sekali lagi terima kasih." ujarnya sambil berlalu dari hadapanku.

Kenapa aku masih saja mematung disini? Jujur saja masih ada yang mengganjal pikiranku saat ini aku ingin sekali meminta maaf padanya soal insiden semalam. Tapi aku rasa dia mulai menjauhiku. Itu terbukti dari enggannya dia menatapku lama-lama. Tiba-tiba aku merasakan ponselku yang berada di saku celanaku bergetar. Lebih baik aku kembali dan bersiap untuk berangkat ke kantor.

Aku meminta sekretarisku untuk memajukan waktu pertemuan dengan seorang klien yang seharusnya dilakukan setelah makan malam agar aku bisa menemui seseorang malam ini. Senyumku enggak berhenti berkembang saat akan menuju ke suatu tempat. Ini enggak ada hubungannya lagi dengan Dewi. Aku sudah berjanji akan mengubur dalam-dalam masa laluku dengannya.

Mobil BMW silver milikku terparkir rapi tepat di sebelah mobil sedan merah milik tetanggaku. Yup, siapa lagi kalau bukan Sea. Aku menggulung kemeja ku hingga siku sambil menunggu lift terbuka. Tepat di lantai tiga akhirnya aku keluar dari lift. Suasana ruang tunggu masih lumayan ramai. Beberapa pekerja khususnya para gadis-gadis memandangku seakan aku adalah santapan mereka. Baiklah, ini terlalu berlebihan.

Ponselku kembali bergetar.

+6282309098998 : Kalo udah sampe langsung masuk ruang meeting aja ya

"Permisi, mbak ruang meeting sebelah mana ya?" tanyaku pada seorang perempuan berambut pirang yang tengah asyik memandang layar ponsel miliknya.

"Masnya lurus aja terus ada pintu kaca itu ruang meetingnya. Ada tulisannya juga kok." jawab wanita itu.

Setelah mengucapkan terima kasih, aku mengikut petunjuk dari perempuan tadi.dan aku enggak menemuka ada tanda-tanda kehidupan di dalam ruang meeting tersebut. Aku ketuk pintu kaca itu dan terdengar suara bass seorang pria dari dalam yang menyuruhku untuk masuk.

"Akhirnya lo sampai juga, Bram." ujar mas Ubit seraya berjalan menghampiriku. Aku hanya memasang senyum terbaikku sambil mataku mengedar ke setiap jengkal sudut ruang meeting ini. "Lo pasti nyariin Sea kan?" tembak mas Ubit.

Aku mengangguk mantap.

"Dia lagi di toilet. Biasalah anak gadis kalau mau ketemu laki ganteng suka dandan dulu." kelakar mas Ubit.

"Bisa saja mas Ubit. Ngomong-ngomong mas Ubit belum bilang nih maksud dan tujuan ngundang saya ke MX Radio buat apa." kataku penasaran karena sejak dapat telepon dari mas Ubit tadi pagi, dia hanya mengatakan kalau kehadiranku disini sangat diperlukan. Tapi mas Ubit enggak memberi tahuku lebih detail.

On Air ( Secret Admirer )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang