19. Jangan Pergi!!

Mulai dari awal
                                    

"Nanti saja kalo Sea sudah balik dan kita mulai meeting bareng. Oke. Eh, gue nggak ganggu waktu lo kan? Secara lo ini orang sibuk."

Belum aku jawab, tiba-tiba pintu kaca itu berderit. Aku dan mas Ubit kompakan meoleh ke sumber suara. Aku tahu itu pasti Sea. Bingo! Dia benar-benar Sea. Dia terkejut melihat kedatanganku disini. Lalu dia berjalan pelan dan mengambil tempat di seberangku.

"Kok bisa ada kamu disini?" tanya Sea bingung. Entah kenapa aku menyukai ekspresinya ketika ia sedang bingung.

"Gini nih gue yang jawab. Gue nelepon Bram dan ngundang dia kesini sebagai bintang tamu. Lo kan yang bilang sendiri kalau para pendengar setia MX dan para followers lo penasaran dengan keberadaan Bram. Iya kan?" mas Ubit menjelaskan. "Untuk itu, kita hadirkan Bram disini sebagai jawaban sekaligus jadi narasumber untuk mengkonfirmasi berita yang simpang siur belakangan ini."

Lagi-lagi aku menangkap ekspresi bingung dari wajah Sea. Wajah bulatnya terasa begitu menggemaskan. "Terus, dia bakalan on air bareng aku gitu?" tanyanya.

"Yup, oke kita briefing dulu ya. Jadi nanti kayak biasa aja buka sesi curhat dan temanya malam ini adalah first kiss.."

Uhukk..uhukk..uhukk..

Tiba-tiba saja dia tersedak teh manis yang baru saja dia seruput. Mas Ubit memukul-mukul punggung Sea dan sedikit mengomelinya karena kurang berhati-hati. Aku yang berada ditengah-tengah dua orang bersahabat itu hanya dibuat tersenyum melihat kedekatan mereka. Setelah dirasa sudah baikan, Sea memandangku tajam. Tuh kan apa aku bilang kalau dia marah padaku.

On air pun dimulai. Aku masih menunggu di sofa yang berada di ruang studio siaran Sea. Ternyata seperti ini toh ruang siaran seorang Sea Cihuy yang banyak dikagumi para pendengar setianya. Menurut briefing yang dilakukan sebelum on air tadi, aku akan masuk di segmen tiga. Kira-kira apa yang terjadi ya kalau aku ikut siaran dengan Sea? Yang pasti aku akan membuat kekacauan besar di MX Radio.

Setengah jam berlalu, Sea masih asyik bercuap-cuap ria menanggapi curhatan para pendengarnya mengenai tema malam ini yang berjudul first kiss. Aku sedikit tergelitik dengan dua kata sakral tadi. Meskipun aku yakin itu bukan ciuman yang pertama buat Sea, tapi tetap saja aku salah memanfaatkan kesempatan itu.

"Kak Sea, emang bener ya nanti ada Bram di segmen tiga?" aku terkejut saat mendengar namaku disebut.

"Iya, Cha. Nih orangnya ada di belakang aku sekarang. Sabar ya Bramnya aku umpetin dulu nanti Bram akan buat kejutan buat kalian semua." jawab Sea. Dengan iseng, aku menarik-narik kursi yang diduduki Sea. Dia melotot tajam kepadaku.

"Saya boleh enggak menyapa pendengarmu?" bisikku.

"ENGGAK BOLEH!" jawabnya tanpa suara. Galak sekali dia. Baiklah aku kembali duduk di sofa sambil menunggu giliranku untuk on air.

**

"Jadi aku manggilnya om Bram, mas Bram, kakak Bram atau oppa nih?"

"Aku penasaran deh sama wajahnya mas Bram. Suaranya seksi [asti ganteng deh sebelas-dua belas sama Brad Pitt."

"Aku mau loh jadi pengganti mantan istri kamu."

"Kak Bram punya akun instagram, twitter atau facebook gitu? Nanti aku follback deh."

"Ini setinggan apa bukan sih?"

"Kenapa enggak jadian aja sama kak Sea. Kalian pasti cocok deh."

"Bla..bla..blaa"

Sepanjang on air, pertanyaan dari para pendengar MX Radio ya seperti inilah. Mereka menanyakan hal macam-macam padaku. Terkadang bukannya aku yang menjawab melainkan Sea sendiri. Aku hanya tertawa sampai perutku sakit mendengar pertanyaan-pertanyaan mereka. Namun ada satu penelepon yang seketika membuatku kaku.

"Mas Bram kapan terakhir kali ciuman?"

Tiba-tiba aku menoleh ke arah Sea yang berada di seberangku. Dia menunduk dan pura-pura sibuk membaca sesuatu di selembar kertas. Sial, apakah aku harus jujur kalau semalam adalah waktu terakhir aku berciuman. Aku berdehem dan itu sukses membuat Sea menoleh ke arahku. Tapi lagi-lagi dia membuang muka.

"Hmm..kapan ya? Kayaknya sudah lama deh. Hahaha iya sepertinya gitu." kataku sambil menggaruk tengkuk leher yang sebenarnya enggak gatal itu. Aku enggak tahu apakah jawabanku ini memuaskan atau enggak. Sekali lagi aku berharap kalau on air ini cepat selesai kemudian aku menghampiri Sea yang duduk sendiri di atas atap gedung MX. Dia asyik menikmati sesuatu di dalam mugnya sambil menikmati angin malam sampai enggak sadar dengan kehadiranku. Aku ikut duduk di sebelahnya.

"Belum pulang?" tanyaku. Ia hanya menjawab dengan gelengan kepala saja.

"Kamu marah sama saya ya?" tanyaku lagi.

"Enggak. Buat apa aku marah?"

"Untuk masalah yang.."

"Yang kita ciuman itu? Aku enggak tau apa yang ada dipikiranku saat itu. Yang ada hanya upaya melarikan diri dari rasa sakit atas sebuah pengkhianatan. Kita sama-sama pernah terluka. Jadi, wajar saja kalau kita terbawa perasaan." Sea sama sekali enggak melihat ke arahku. Matanya malah memandang kosong ke depan. "Apa misi kita harus kita akhiri sekarang?"

Sea kali ini melihat ke arahku. Pandangannya serius seakan menunggu jawaban yang akan keluar dari mulutku. Apa dia benar-benar ingin mengakhiri semuanya? Maksudku mengakhiri perjanjian kerja sama antara kita.

"Tenang saja, aku enggak nagih janji kamu kok buat ngasih setengah saham HealtyLiFe buat aku. Aku juga enggak bakal minta apa-apa karena tanpa diduga sebelumnya misi kita berakhir ditengah jalan." Sea kemudian bangkit dari duduknya dan bersiap meninggalkan aku.

"Tunggu..!!" aku menahannya berjalan menuju pintu. Sea pun akhirnya berhenti tapi dalam posisi tetap membelakangiku. Aku berjalan menghampirinya dan entah dapat dorongan darimana, aku memeluknya. Aku ulangi, AKU MEMELUKNYA. Tubuh Sea menegang sesaat.

"Jangan pergi.." kataku lirih.

"Bram.."

"Sebentar. Saya merasa nyaman dekaktmu, Sea. Jangan tinggalkan saya karena saya masih membutuhkan pertolonganmu. Please.."

Masa bodo dengan rasa malu ku. Aku benar-benar sudah nyaman dengan seorang Sea. Bagiku Sea seperti pegangan yang kokoh. Tanpanya aku enggak bisa apa-apa. Ya Tuhan sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan perasaanku? Jangan bilang kalau aku mulai menyukainya. Meskipun aku berkeras hati melupakan Dewi, namun bayang mantan istriku enggak semudah itu aku lupakan. Sea berusaha melepaskan pelukanku dan tanpa aku duga, dia menamparku dengan sangat kencang. Dari matanya jelas terlihat emosi yang sejak kemarin dia tahan. Mungkin.

"Kamu memang orang gila, Bram. Orang freak yang memanfaatkan keadaan. Asal kamu tahu, aku orang bodoh yang mau saja membantu duda desperate kayak kamu. Mulai sekarang jangan pernah muncul di hadapanku lagi. SELAMANYA!"

Enggak, Sea enggak boleh pergi. Aku masihmembutukannya

On Air ( Secret Admirer )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang