6

28.4K 297 22
                                    

Pukul tiga sore, suasana sekolah kembali riuh. Hampir semua peserta telah berbaris di tengah lapangan upacara untuk mengikuti PBB (Peraturan Baris Berbaris) Di balik sumber suara yang dari tadi mengarahkan para peserta adalah Afta yang kadang bergantian dengan Tiara di sebelahnya.

"Semuanya kembali lagi memeriksa perlengkapan bersih-bersihnya. Ember, sapu lidi, dan juga kresek. Yang tidak bawa, segera maju ke depan!" Afta mendikte seluruh peserta.

Sebelumnya informasi kelengkapan MOS sudah diberitahukan dari jauh hari melalui papan pengumuman yang ada di mading sekolah. Tapinyatanya, masih banyak juga yang tidak lengkap membawa perlengkapan yang panitia mintadan dengan terpaksa, panitia kembali melatih mental seluruh peserta sebagaimana mestinya.

"Ingat! Jika panitia salah. Kembali ke pasal satu. PANITIA TIDAK PERNAH SALAH," teriak salah satu panitia dari angkatan kelas tiga hingga memekik. Seluru peserta pun turut bergeming.

Suasana kini mengeruh, entah kenapa tak ada yang berani membantah atau pun melawan. Mungkin karena takut dengan postur tubuh beberapa seniornya yang teriak-teriak menghujat mereka. Atau mungkin saja komplotan yang tadi pagi didapati merokok oleh senior sudah jera?Tiara mencari-cari satu orang peserta yang belum juga menampakkan diri di tengah lapangan.

Tiara kemudian beranjak dari lapangan menuju koridor utama yang berhadapan langsung dengan pintu gerbang. Wajahnya tidak tampak begitu mencolok seperti orang yang sedang mencari-cari. Hanya saja, hatinya berkata jika dia menunggu kedatangan Arton.

Saat ini iasedang mendongkol oleh karena Arton yang tidak menyelesaikan hukuman yang ia berikan padanya,ia rasa Arton akan datang meski telat. Tidak cukup lama Tiara berdiri seorang diri di depan koridor utama, Artonpunakhirnya memunculkan wajah menawannya dengan tanpa ekspresi. Senyum datar dan juga tatapan dingin, mungkin saja memang seperti itu sejak lahir.

Tiaramemperjelastatapannya untuk memastikan yang berjalan ke arahnya sekarangadalah Arton. Dan Arton juga sadar bahwa yang sedang menunggunya di koridor adalah Tiara. Tatapan Arton mengindahkan Tiara, senyumnya merekah-kedua gigi gingsul kiri dan kanannya menonjol, menambah ciri khas dari Arton.

"Hai," sapa Arton memainkan alisnya, menggoda Tiara yang sedang kesal terhadapnya.

Raut wajah Tiara menampakkan kekesalan. Namun, dia sedang berusaha meredamnya agar tidak menjadi salah arti di hadapan Arton.Tiara pun mendengus. "Kenapa telat?" tanya Tiara. "Nggak pagi, nggak sore telat mulu."

Arton tidak langsung menjawab. Dia menengok ke segala arah terlebih dulu, memastikan jika tidak ada siapa pun yang sedang mengawasi mereka berdua. Karena Arton sendiri telah mengetahui beberapa jam tadi bahwa cewek yang ada di hadapannya sekarang adalah incaran para seniornya.

"Kenapa? Nungguin yah?" rayu Arton.

Tiara tidak mengindahkan. Dia menatap Arton sinis. "Ah, bacot! Sekarang, Lo masuk."

"Bentar."

"Kenapa?" tanya Tiara.

Arton kemudian mengeluarkan buku dan juga pulpen dari dalam kantong plastiknya. Kali iniArton tidak lagi memakai kantong plastik bermerek, melainkan kantong plastik polos berwarna merah jambu. Dan alis Tiara pun mengernyit heran.

Arton menjulurkan sebuah buku tulis dan pulpen pada Tiara. "Gue mau minta tanda tangan lo. Di dalam buku ini sudah lengkap tanda tangan panitia inti kelas tiga, tata tertib yang lo minta, dan juga-"

"Dasar cowok aneh." Tiara tertawa tipis dan langsung meraih buku dan pulpen tersebut dari tangan Arton. "Tadi siang make aku-kamu. Sekarang, make lo-gue. Nggak konsisten banget,sih," tegurnyadengan nada bercanda.

Entah ada apa dengan Tiara, tidak biasanya ia bersikap seperti ini. Tegur sana sini secara berlebihan, terlebih pada orang yang baru ia kenal.Arton mengangkat satu alisnya dengan menekuk sedikit kepala ke bawah. Arton mulai senyum-senyum menatap Tiara."Hayo ... mulai baper ya ke gue? Ha ha ha." Arton kembali menggoda Tiara.

Belum dijawab oleh Tiara, Arton langsung beranjak sembari tertawa lepas. "Terima kasih sudah lucu," lanjutnyalagi berbicara pelan tepat di telinga Tiara.

Tiara kehabisan kata-kata. Wajahnya memerah, dan kekesalannya terhadap Arton semakin bertambah."Ish!Siapa sih cowok ini? Sumpah gue mati kutu!" gumam Tiara sebal.

Dan tanpa sadar ia menoleh ke arah Arton sambilmenggigit-gigit.Tiara tidak menyadari sejak tadi kedua kakinya tidak bergerak, berdiri diam menatap punggung Arton yang sudah semakin menjauh. Tidak berlangsung lamasetelah tersadarialangsung saja membuka buku tersebut.Pada lembar pertama, Tiara mendapati sebuah catatan lengkap yang ditulis oleh Arton sesuai dengan perintahnya.

"Cowok kayak dia, kok bisa nurut gini, sih?"pikir Tiara.

Lembar berikutnya, lagi-lagi hukuman yang diberikan oleh Tiara, Arton berhasil melengkapinya. Semua tanda tangan panitia intikelas tiga, lengkap dengan nama dan kelasnya.Dari sini rasa kesal Tiara terhadap cowok menyebalkan itu mulaimeredam. Bahkan ia senyam-senyum sendiri dengan pikiran yang berputar pada satu kalimat "dasar cowok aneh."

Tiara menghela napaspanjang. Saat ia ingin menutup kembali buku tersebut, terlebih dulu ia membuka lembar selanjutnya sebab Arton tadi mengatakan ingin meminta tanda tangannya.Kali ini, benar-benar Tiara terkejut oleh karena melihat lembar tersebut berisikan beberapa data-data dirinya yang valid.

Nama: Tiara Waris

Ttl: Jakarta, 20 Agustus 2003

Kelas: XI IPSB

Jabatan: Sekretaris OSIS

Hobi: Memasak dan membaca

No. WA: Sekarangbelum punya. Tapi nanti, mungkin sudah punya. Tunggu saja chatdari gue.

Pesan terakhir:

Terima kasih sudah bela gue tadi. Dan ini pertama kalinya gue niat banget buat lengkapin hukuman dari cewek kayak lo. Dan ini pertama kalianya juga gue nulis ginian, berasa anak alay, kan? Ya resiko, sih. Soalnya lo jutek. Kayaknya lagi datang bulan ya?

Terakhir. Lo itu beda, makanya gue stalkingmengenai diri lo sampai nanya-nanya ke senior. Jadi, lo jangan marah kalau gue lebih dulu kenal lo.

Intinya, gue Arton. Salam kenal. Mari kita berteman.

Tolong tanda tangan di sini, jangan di situ atau di sana, yah.

Tiara mencoba mengatur jantungnya yang berdetak cekat setelah membaca tulisan tersebut. Pulpen yang digenggamnya terasa lembab oleh karena jari-jari tangannya mengeluarkana keringat dingin. Wajah Tiara benar-benar memerah seperti kepiting rebus sekarang.

Untuk pertama kalinya Tiara mendapatkan sesuatu yang sederhana namun mengesankan. Ini bukan sekadar buku tulis berisikan coretan tinta hitam semata, melainkan surat dari Arton untuk Tiara dalam rangka mengawali perkenalannya.

Sebenarnya Tiara telah banyak mendapatkan kejutan dari cowok mana pun. Tetapi dia tidak acuh akan itu. Dan kali ini justru Arton berhasil membuat Tiara bingungsendiri. Ingin tersenyum merekah berbunga-bunga, atau tetap bersikap normal dan anggap semuanya biasa-biasa saja.Setelah Tiara selesai menandatangani lembar tersebut di ujung bawah kertas, dia akhirnya menutup buku tulis tersebut.

"Ah, Tiaraaaaa! Lo kenapa?!"

¤¤¤

Antara Kita [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang