Episode 18 : Good Bye, Amerika

2K 104 0
                                    

Aku putuskan untuk datang dan menenangi pikiran di taman hotel Ambassador. Taman ini pernah Fren tunjukkan padaku. Sangatlah tenang, indah, dan nyaman. Dan tak kusangka, seseorang dengan ciri khas suaranya memanggilku. Ya, dia Fren.

"Apa yang sedang kamu lakukan disini?" ucapnya sambil menyeruput cokelat hangat, "sedang memikirkan sesuatu?" ucapnya lagi.
"Ya, aku sedang menenangkan hati dan pikiranku saja."
"Besok adalah pernikahan Mike dengan Carol. Apa kamu akan menghadiri pernikahannya?"
"Mungkin tidak, besok aku akan kembali ke Indonesia. Tugasku sudah selesai untuk masalah gaun pernikahan. Dan tadi aku sudah memesan tiket pesawatku untuk kembali ke Indonesia."
"Apa kamu berencana untuk menjauhi pengeranmu?"
"Tidak ada sebutan pangeran, Fren. Dia hanya temanku saja. Tapi, apa kamu akan kembali ke Indonesia?"
"Urusanku belum selesai. Kita di Amerika kan masih tersisa 2 minggu lagi. Apa tidak terlalu cepat untuk kembali?"
"Maafkan aku, Fren. Aku melakukan ini demi kebaikanku. Aku akan melupakannya. Semakin lama aku disini, maka semakin sakit juga hatiku ini. Aku akan kedalam. Selamat malam."
"Baiklah, selamat malam juga."

Seharusnya aku menangis. Tapi, aku menahan air mataku karena aku sudah berjanji untuk tidak menangis didepannya.

Besok adalah pernikahannya Mike dan Carol. Pernikahan mereka berlangsung pada jam 2 siang. Keberangkatanku pada jam 11 pagi. Besok, aku berencana untuk berpamitan dengan Wina.

Kemudian, kuraih ponselku dan segera menghubungi Meri. Aku akan vidcall dengannya.

"Melisya?"
"Hai, Mer. Kini, sahabatmu sudah benar-benar menyerah terhadap cintanya. Sahabatmu ini sudah tidak sanggup menerima kenyataan. Sahabatmu ini akan menangis terus menerus jika berada disini. Maka, kuputuskan untuk kembali ke Indonesia esok hari. Aku mohon, jemput aku di bandara. Aku mohon, Meri." ucapku sambil menangis didepan ponselku.
"Ini bukan sifat sahabat gue. Sahabat gue orangnya kuat, harus dapat menerima kenyataan, dan teguh dalam pendirian. Lo bukan Melisya yang selalu ceria lagi. Gue gak mau lihat sahabat gue menangis. Gue gak suka sama tangisan lo, Mel. Gue lebih suka sama senyuman lo. Gue mohon, tersenyumlah untuk sahabatmu ini."
"Aku.. Aku.. Aku tidak bisaaa... Huaaaaaa....."
"Menangislah, dan keluarkan semua kepedihan dihati lo. Gue bisa merasakannya."
"Meri, aku.. Akuu gak bisa hidup tanpa Mike. Aku sayang sama Mike. A... Aku sayang sama diaaa.. Huaaaa..."

Dan vidcall kali ini tentang kesedihan yang menimpaku. Aku berusaha menceritakan semuanya pada Meri. Dan aku kembali menangis. Terus menangis. Tanpa hentinya. Air mata ini terus mengalir dan benar-benar sudah membasahi pipiku. Aku.. Tidak bisa hidup tanpamu, Mike. Aku mencintaimu. Kumohon, kembalilah padaku.

-As Meri-
Gue... Gue gak bisa hal ini terjadi pada Melisya. Gue harus bantu sahabat gue biar bisa deket lagi sama Mike. Gimana pun caranya, gue harus bisa balikin Mike ke Melisya lagi.

Gue punya ide. Dan gue segera menelfon Kelvin.

"Hallo, Mer. Ada apa nelfon gue?"
"Vin, gue minta bantuan lo."

Gue cerita semuanya pada Kelvin. Dan Kelvin mendukung rencana gue. Telfon beralih ke Mike. Dan gue siap beraksi.

"Mike? Masih kenal sama gue?"
"Yaiyalah, masa iya gue lupa sama temen SMA gue? Ada apa, Mer?"
"Dengan segenap hati gue, gue ngucapin selamat buat pernikahan lo. Besok kan?"
"Iya, besok gue nikah sama Carol. Makasih banyak ya, Mer."
"Mike, lo gak cinta sama Carol kan?"
"Gue emang gak cinta sama dia. Tapi, gue berusaha untuk mencintainya."
"Tidak, Mike. Itu salah. Lo gak seharusnya maksain diri lo. Yang harus lo pikirin, siapa cinta lo sebenernya? Hidup lo gak bakal harmonis kalo tanpa orang yang lo cinta. Percaya sama gue. Gue berpengalaman dalam hal ini. Gue mau.."
"Cukup, Mer. Gue gak mau ada yang ceramah lagi tentang pernikahan gue. Tekad gue udah bulat untuk menikahi Carol. Dan gue gak mikirin orang lain. Gue cuma.."
"Lo cinta sama Melisya kan? Melisya itu princess yang lo maksud kan? Jawab jujur ke gue."
"A.. Ah, iya. Dia emang princess gue. Tapi kan itu masalalu. Lagian, kami akan saling melupakan satu sama lain dan akan menjalankan kehidupan masing-masing. Jadi.."
"Lo yakin bakal ngelepas Melisya gitu aja? Lo yakin sama keputusan lo?"
"Ya.. Yakin gue."
"Jawaban lo gak menunjukkan keyakinan."
"Sudahlah, Mer. Lupakanlah. Dan gue mau makan malam bareng keluarga Carol. Sampai jum.."
"Kasih waktu 2 menit ke gue buat ngomong hal penting ke lo."
"Baiklah, ada apa Mer?"
"Besok, Melisya akan kembali ke Indonesia. Dia tidak akan menghadiri acara pernikahan lo. Menurut gue, Melisya emang mencintai lo. Ketika dia bersama lo, dia merasa sangat nyaman. Dia selalu khawatir sama lo. Harusnya, dia mencegah pernikahan lo. Tapi, dia gak ada sangkutannya dengan keluarga lo. Gue.. Gak bisa lihat sahabat gue kayak gini. Gue pengen, lo hidup bahagia sama Melisya. Apa pekerjaan milik ayah Carol lebih penting daripada cinta sejati lo? Pikirkan ini baik-baik, Mike. Gue percaya sama jawaban lo. Lo gak akan mengecewakan gue dan Melisya kan? Tolong, kembalilah ke Melisya. Baiklah, gue udah bicara tentang apa aja yang akan gue bicarakan ke lo. Bye, Mike! Selamat."
"Hallo? Meri? Hallo?"

I Love You. Do You Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang