"Oh iya, maaf," ucapnya, "aku ulangi saja," tambahnya yang kemudian mengepalkan tangannya seperti ingin menonjok.

"Iya, Bang, silakan," kataku.

"Jujur saja! Wajahmu ingin aku tonjok?" katanya mengulangi gertakannya.

"Jangan! Aku bisa menjelaskannya," kataku memohon.

"Ikuti aku! Kita ngobrol di Kafe Hujan, aku bayarin," katanya yang segera melepaskan tangannya dari lenganku.

"Makasih Kakanda," jawabku, "maksudku Bang!" ucapku mengoreksi.

Hana melihatku seperti khawatir. Dia segera memakai helm yang diberikan Bang Haris. Aku menuju motorku dan mereka berdua berboncengan. Aku disuruh untuk mengikuti mereka, Bang Haris bilang, dia antar Hana dulu, lalu baru kami ke Kafe Hujan.

Melihat Hana memeluk Bang Haris dari belakang di motornya itu membuatku panas. Aku tidak cemburu, walau aku juga harus menjelaskan kejadian tadi pada Bang Haris. Akan tetapi, aku bingung kenapa dia mau mengobrol denganku? Kenapa dia membawaku ke Kafe Hujan? Kenapa dia mau mentraktirku? Apa yang akan dia bicarakan?

Di Kafe Hujan, tempat yang romantis itu. Aku dan Bang Haris duduk di kursi di meja yang paling pojok. Dia mengeluarkan buku catatannya, sedangkan aku bingung mau mengatakan apa, tetapi aku mencoba memberanikan diriku.

"Bang, tadi itu aku cuma mau membersihkan kotoran di punggung Hana," jelasku.

"Adindaku sudah menjelaskannya tadi," jawabnya.

"Maaf Bang, aku mengganggunya lagi," kataku menunduk.

"Nama?" tanya dia.

"Lana Anggarda Praja," jawabku bingung.

"Tempat, tanggal lahir?"

"Bogor, 29 Februari 1998," jawabnya.

"Sekarang 2015, jadi kamu tidak ulang tahun, ya?" tanya Bang Haris yang kemudian aku jawab dengan anggukan. "Tahun depan, tenang saja."

"Iya, Bang! Tahun depan," jawabku menahan tawa.

"Kenapa?" tanya dia.

"Tahun 1998 kan bukan tahun kabisat, aku lahir tanggal 28," kataku tertawa. "Bang Haris kurang fokus nih!"

"Astaga!" Dia menepuk dahinya. "Jadi, sejak kapan kamu suka dengan adikku?" tanya Bang haris.

Aku mengangkat kepalaku. Aku bingung, tetapi segera tersenyum lebar mengetahui fakta bahwa Bang Haris adalah kakaknya Hana. Jadi, selama ini aku hanya cemburu buta. Pantas saja mereka mirip, sama-sama punya fisik yang high class.

"Sejak dia mengambil alih kapasitas berpikir otakku," jawabku serasa semangat.

"Kapan itu?" tanya dia lagi sembari menulis.

"Dua minggu yang lalu kalau tidak salah," kataku mencoba mengingat.

"Apa yang kamu suka darinya?" tanya dia lagi.

"Aku tidak munafik, dia cantik," kataku. "Hanya orang yang merasa jelek yang menganggap orang tidak boleh suka orang karena fisiknya," tambahku.

"Bukan begitu, orang yang sadar dirinya tidak cantik secara fisik, pasti akan mencoba menarik dengan hal lain tanpa harus mempermasalahkan kodrat bahwa pria suka wanita cantik secara fisik. Kalau dia iri dengan kecantikan orang lain dia akan mengatakan bahwa kecantikan dalam yang nomor satu sehingga mereka mencemooh wanita yang cantik dari luar saja, dengan cemoohan mereka itu, mereka pun jadi tidak cantik luar dan dalam," jelas Bang Haris.

"Menurutku kecantikan dalam seorang wanita itu ada di level lebih tinggi, maksudku tidak semua orang bisa langsung tahu kalau dia benar-benar cantik dari dalam. Perlu pendekatan lebih dari hanya sekedar penglihatan," ucapku berpendapat.

Losta Connecta 「END」Where stories live. Discover now