Saat pelajaran Pak Wiwit yang santai, aku bercerita pada Risa tentang pesta ulang tahun Ratna, dia tidak ingin ikut, tetapi aku paksa dia dengan lembut dan akhirnya dia mau. Sebenarnya, aku punya rencana di pesta yang akan diadakan besok malam itu.

Gio dan Kina juga akan datang, ini adalah saat yang tepat untuk membuat Gio berhenti bermain-main dengan Kina. Aku membujuk Risa untuk tampil beda besok, adikku Nala akan membantunya. Walau Nala tidak suka berdandan, tetapi dia sangat pintar mendadani orang. Aku sudah membicarakan itu pada Nala dan dia setuju membantuku.

Saat pulang sekolah, aku melihat Hana sedang berdiri menunggu di depan sekolah. Aku tahu dia menunggu Bang Haris. Melihatnya berdiri di sana sendiri membuatku ingin sedikit berbincang-bincang. Aku tahu dia sudah punya pasangan, tetapi apa salahnya jika aku dan dia menjadi teman? Lagi pula, kami satu ekskul dan dia harus berangkat besok.

Aku memarkirkan motorku di pinggir jalan dan kemudian mendekatinya. "Hana," panggilku.

Dia tak menoleh sehingga aku menyentuh pundaknya dengan jari telunjukku. Dia langsung menoleh padaku. "Lap?"

Ini benar-benar menyakitkan, melihat wajah seseorang yang kita sukai dan mengetahui fakta bahwa dia sudah ada yang memiliki. Mengetahui dia tidak akan memikirkanku sama sekali, tidak akan mau mengerti dan memahami. Akan tetapi, setidaknya dia sehat, dia senang dan dia hidup. Aku akan mencoba bahagia di samping kebahagiannya.

"Besok kamu datang ekskul?" tanyaku.

"Besok Sabtu," jawabnya.

"Iya, Sabtu kita main pedang lagi," kataku.

"Pedang samurai?" tanya dia.

"Bukan, pedangnya beda," jawabku.

"Beda-beda, tetapi tetap satu jua," jawabnya.

"Kamu tetap dalam jiwa," gumamku tanpa suara.

"Jiwa dan raga?" kataku.

Padahal aku tidak mengeluarkan suara, tetapi dia dengar. "Iya, jiwa dan ragaku selalu ada kamu," jawabku yang sudah ketahuan.

"Salah," katanya. "Bagimu negeri, jiwa raga kami," tambahnya dengan nada Padamu Negeri.

"Iya, lupa lirik," kataku cengengesan.

"Lupa-lupa ingat?" tanya dia.

"Iya lupa-lupa ingat," kataku mengiyakan.

"Kalau sama kamu aku tidak akan lupa," kata dia.

Seketika ada getaran di dada yang membuatku merasa melayang, tetapi aku tidak ingin terbang. Aku tidak akan terkecoh oleh kata-katanya. Karena jika aku terkecoh, aku akan semakin sakit mengetahui faktanya.

"Kamu menyandar ke tembok, ya? Seragam pramuka bagian punggungmu kotor," kataku yang melihat ke punggung Hana.

Dia menyingkirkan rambutnya ke depan dan seperti ingin membersihkan bagian punggungnya itu. 

"Biar aku bantu," kataku yang kemudian mencoba membantu dengan menyibak debu-debu cat berwarna putih itu.

Bunyi motor terdengar mengerem di depan kami. Motor besar itu, cowok tinggi yang melepas helmnya itu. Dia adalah Kakanda, maksudku Bang Haris. Ia segera turun dan menarikku. Membawaku dengan wajah marah serta tangan yang terangkat.

"Apa yang kamu lakukan pada Adinda?" tanya Bang Haris.

Aku bukannya takut, tetapi kaget. "Cuma membantunya," jawabku.

"Jujur saja! Wajahmu ingin aku tonjok?" katanya menggertak.

"Itu tangan Abang kayaknya mau tampar bukan tonjok," kataku yang melihat posisi tangannya belum terkepal.

Losta Connecta 「END」Donde viven las historias. Descúbrelo ahora