"Maksudnya?" tanya Axel dengan dahi mengerut. Aku yakin pasti ia bingung sekali sekarang.

Rasain deh tuh.

"Gak, gakpapa," jawabku sambil kembali fokus ke bukuku.

"Lo itu cewek paling aneh yang  gue temuin," gumamnya pelan pada dirinya sendiri. Tapi, cukup keras untuk kudengar. Walaupun begitu, aku berpura-pura tidak mendengar dan fokus dengan Pak Derren. Aku yakin hari ini tidak akan berjalan dengan mulus.

***

Jam istirahat berbunyi disusul oleh suara teriakan heboh murid-murid di kelasku. Suara decitan kursi yang didorong dan juga suara langkah kaki menjadi soundtrack kelasku untuk beberapa detik.

"Ra, yuk kantin! Gue udah laper banget nih," ucap Violet sambil memegangi perutnya.

"Iya, bentar," balasku sambil menyelesaikan catatan sejarahku dengan cepat.

"Hai, gue Violet."

Aku mengerutkan keningku dengan bingung. Untuk apa Violet mengenalkan dirinya kepadaku? Kami kan sudah saling mengenal selama satu tahun ini.

Belum sempat aku menjawab perkataan Violet, seseorang membalas perkataannya. "Axel."

Astaga. Aku baru sadar bahwa Axel masih ada di sebelahku. Aku kira dia sudah ikut murid laki-laki lainnya untuk pergi ke kantin.

"Hai, gue Elena," ucap Elena yang sudah berdiri di samping Violet dengan senyum lebarnya.

Axel membalas uluran tangan Elena sambil mengucapkan namanya dengan sopan. Baru kali ini aku bertemu dengan laki-laki yang sopan seperti dia.

Tunggu, barusan aku menyebutnya sopan? Apa aku sudah gila sampai memujinya sopan?

Percuma kalau lo mau ngelak. Orang kenyataannya bener, Ra. Batinku pelan.

"Udah, yuk! Katanya mau ke kantin?" ajakku tidak menghiraukan Axel sama sekali.

Violet menganggukkan kepalanya dengan cepat. Lalu, pandangannya tertuju pada Axel. "Ikut yuk, Xel! Daripada di kelas sendirian."

"Ngapain sih ngajak dia? Dia kan udah gede, bisa ke sana sendiri kalau mau makan," ucapku dengan nada cetus.

"Hush. Dia kan anak baru, Ra. Mana tau sih dimana kantinnya. Gimana kalau nanti dia malah nyasarnya ke ruang BK atau malah ke gudang sekolah?" ucap Elena yang menurutku sama sekali tidak penting.

"Iya, Ra. Kan setidaknya kita tunjukkin kantin dimana. Nanti dia baru misah pas udah sampe di sana," ucap Violet lagi.

Aku menghembuskan nafasku dengan berat dan menjawab, "fine. Yuk ah, cepetan. Gue laper banget."

Aku bangkit dari kursiku dan berjalan mendahului mereka. Bahkan sekarang kedua sahabatku saja lebih memilih Axel daripada aku. Sesampainya di kantin, aku langsung mengantri untuk memesan makanan karena perutku yang sudah keroncongan. Sedangkan Violet, Elena dan Axel pergi mencari tempat duduk yang kosong.

"Xel, lo mau makan apa? Tuh ada bakmi, nasi goreng, nasi ayam-"

"Dia bisa liat sendiri kali, Vio," potongku saat Violet berusaha memberitahu makanan-makanan yang ada pada Axel.

Violet menatapku dengan tidak setuju. "Lo kenapa sih marah-marah melulu daritadi? Kalau gara-gara kelaperan, mending lo abisin dulu deh bakmi lo."

"Iya, Ra. Makan dulu biar mood lo bagus lagi," sahut Elena sambil menepuk pundakku.

Aku hanya memutar kedua bola mataku dengan malas dan kembali melanjutkan makan. Violet dan Elena masih sibuk memberitahu Axel makanan-makanan yang ada di kantin. Seperti mana yang enak, mana yang biasa saja, mana yang tidak enak, dan lain-lain. Bahkan, mereka berdua sampai tidak makan.

"Hai, Kiara," sapa seseorang yang duduk di kursi kosong di sebelahku.

Ini satu lagi. Rutukku dalam hati.

Aku menoleh ke arah Julian dan memaksakan senyum. "Hai, Jul."

"Hari Sabtu lo free gak? Gue mau ngajak lo keluar nih," tanyanya dengan senyum lebar.

"Sorry banget, Jul. Gue gak bisa. Ada acara keluarga," jawabku dengan nada pura-pura sedih. Padahal dalam hati aku sama sekali tidak sedih tidak bisa pergi dengannya. Dan lagipula aku juga berbohong, keluargaku tidak datang minggu ini.

"Oh, gitu ya. Yaudah, gak papa deh. Next time ya," ucap Julian yang kemudian menoleh ke arah Axel yang sedaritadi tidak mengatakan apa-apa. "Lo anak baru?"

Axel menganggukkan kepalanya. "Gue Axel," ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

Julian membalas uluran tangan Axel dan menyebutkan namanya. "Mending lo duduk sama gue dan yang lain aja. Daripada duduk sama cewek-cewek?" tanya Julian sambil melirik ke arah meja dimana teman-temannya berada.

Axel menganggukkan kepalanya dengan cepat dan bangkit dari kursinya. Aku yakin ia juga sudah tidak tahan mendengarkan Violet dan Elena mengajaknya berbicara tanpa henti sedaritadi.

"Lo kenapa sih sama Axel?" tanya Violet saat Axel sudah pergi bersama Julian.

Aku mengangkat sebelah alisku. "Maksudnya?"

"Yah, maksudnya lo itu ada masalah apa sama dia? Kenapa harus sensi banget sama cowok yang ganteng dan hot kayak dia?"

"Iya, kenapa deh lo, Ra?" timpal Elena sambil mengambil es teh manisku dengan seenak jidat dan meminumnya.

"Gak papa. Gue cuma gak suka aja sama dia. Nyebelin anaknya," ucapku dengan biasa.

Violet menatapku dengan curiga. "Lo kan baru ketemu dia. Kenapa udah gak suka aja? Ada masalah pribadi lo sama dia?"

Astaga. Kenapa aku bisa punya sahabat sebawel Violet? Aku bahkan bingung harus menjawab pertanyaan yang mana terlebih dahulu.

"Gak ada kok, gue juga gak pernah ketemu dia sebelumnya. Ya, emang gue langsung gak suka aja pas ngeliat dia," jawabku dengan penuh dusta.

Walaupun mereka sudah menjadi sahabatku, aku rasa mereka tidak perlu tahu mengenai masalahku dengan Axel. Dan lagipula, aku tidak mau mereka tahu masa laluku yang buruk itu.

Aku melirik ke arah Axel yang sekarang sedang asik berbicara dengan teman-teman barunya. Aku yakin dia adalah anak yang gampang bergaul dan punya banyak teman. Jika saja dia tidak merusak hidupku, aku pasti akan senang bertemu dengannya. Secara, jika dilihat-lihat, dia memang ganteng. Sangat ganteng malah menurutku. Tapi mau bagaimanapun, dia adalah orang yang harus disalahkan atas sakit hati yang kualami. Dia adalah orang yang harus bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat. Dan aku tidak akan memaafkannya.

"Kenapa melamun lo? Nanti kesambet kuntilanak baru tau rasa," ucap Elena sambil menepuk pundakku.

Aku tersadar dari lamunanku. "Apa? Tadi lo ngomong apa?"

Elena memutar kedua bola matanya. "Gantengan Julian atau Axel?"

"Axel lah!" jawab Violet dengan suara kencang sehingga membuat Axel yang sebelumnya sedang mengobrol pun menoleh ke arah kami.

Aku menepuk jidatku begitu melihat perbuatan sahabatku yang memalukan. Bagaimana jika Axel mengira kami sedang membicarakannya? Nanti yang ada dia malah merasa keren karena dibicarakan.

"Gila ya lo, itu volume nya gak bisa diatur?" sindirku.

"Emang nih lo. Nanti dikira kita ngomongin dia," timpal Elena sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Violet memberikan cengiran khasnya. "Sorry, sorry. Gue terlalu bersemangat soalnya. Btw, Ra, gue liat-liat, daritadi itu Axel gak berhenti ngeliatin lo."

Aku mengangkat sebelah alisku dengan bingung. "Masa?"

Violet mengangguk. "Cek aja sendiri."

Aku pun menuruti perkataan Violet dan menoleh ke arah Axel yang ternyata memang sedang melihatku. Begitu mata kami bertemu, ia langsung mengalihkan pandangan ke arah teman di depannya. Jika ia bukan orang yang kubenci, aku pasti akan merasa senang diperhatikan oleh laki-laki ganteng. Hanya saja, kenyataannya berbanding terbalik.

Hidden TruthWhere stories live. Discover now