• Fourteen: I'm Sorry •

6.5K 1K 133
                                    

Jungkook menatap Jaewon dengan marah, baru sekali ini Jaewon mendapati sisi gelap Jungkook hanya karena masalah perempuan. Bukan, ini bukan sekadar masalah perempuan. Ini masalah kepercayaan yang Jungkook berikan, yang Jaewon hancurkan begitu saja karena nafsunya.

"Aku... Maafkan aku, Jungkook."

Sekali lagi tangan laki-laki yang lebih muda itu menghantam pipi Jaewon, menyudutkan semua hal yang berhubungan tentang tata krama, memukul yang lebih tua, meluapkan emosinya.

"Kenapa Jaena bisa tahu?"

"Aku..."

Jungkook menggeram. Belum puas mengeluarkan rasa amarahnya yang begitu menyesakkan dada, tetapi melihat Jaewon yang pipi dan bibirnya sudah membiru membuatnya diam.

"Jawab aku, hyung!"

"Aku tidak mengajaknya menonton Inkigayo..."

"AGH! SIALAN!" Jungkook kembali melampiaskan tinjunya, kali ini lemari malang di samping Jaewon yang menjadi sasarannya. Membuatnya melukai diri sendiri.

"Maaf Jungkook..."

"Diam!"

Jaewon menatap laki-laki yang sudah ia anggap saudara sendiri ini dengan perasaan bersalah. Pikirannya yang begitu dangkal menghancurkan semuanya, nafsunya yang begitu membara membuat semuanya kacau, menyakiti kedua orang yang paling ia sayangi. Jungkook dan Jaena.

"Sudah hyung, jangan temui aku dulu. Kita perlu waktu."

Rasa penyesalan yang sudah menggumpal di seluruh tubuhnya kini bertambah seiring derap kaki Jungkook yang melangkah pergi dari rumahnya.

Maafkan aku, Jungkook.



**

Jungkook tidak henti-hentinya mengirimi pesan kepada Jaena. Meminta maaf, menanyakan bagaimana hari gadis itu, meminta maaf lagi, mengucapkan selamat tidur, dan kemudian kembali meminta maaf.

Beberapa hari terakhir tidurnya kembali tidak tenang, wajah gadis manis itu yang menangis karena ulahnya, karena permainan bodohnya, membuatnya menyesal setengah mati.

Jam di tangannya baru saja menunjukkan pukul tiga sore. Laki-laki ini segera beranjak dari kasurnya dan memakai sepatu, tak lupa membawa bunga yang sudah ia pesan tadi dan segera berangkat. Menuju rumah Jaena.

Selama berjalan dan menaiki taksi, Jungkook tidak pernah melepaskan topi dan maskernya, berjaga-jaga agar tidak dikenali. Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, kakinya menginjak tepat di depan rumah yang sederhana berpagar warna magenta.

Wish me luck, batinnya.

Jungkook mengetok beberapa kali pintu rumah itu setelah membuka topi dan maksernya, berharap Jaena langsung yang membukanya. Tapi tidak. Seorang wanita paruh baya yang masih tetap terlihat menawan menyapanya.

"Sore tante, saya teman Jaena."

Wanita itu menatapnya dari atas ke bawah, seperti memastikan sesuatu. "Benarkah? Tante banyak melihat fotomu di dinding kamar Jaena."

Laki-laki itu terdiam sambil menahan tawa, Jaena benar-benar menggemaskan. "Hm iya tante, saya Jungkook."

"Wah! Ayo masuk, dia pasti senang sekali." Jungkook meringis karena faktanya adalah Jaena bahkan menghindari dirinya.

"Jae, eomma punya kejutan nih! Turun!" Tidak lama dengan berlari kecil, seorang gadis dengan piyama bergambar tokoh kartun popeye turun dan terlihat baru saja bangun dari tidurnya.

"Mana eomma?"

"Jaena." Jaena tersentak, suara yang ia hapal di luar kepala karena terlalu sering mendengarnya lewat earphone, suara yang akhir-akhir ini ingin ia hindari.

Gadis itu dengan tidak percaya menatap apa yang ada di hadapannya, seorang Jeon Jungkook, the golden maknae that she adores, berlutut dengan satu kaki sambil tangannya memegang sebuah buket bunga mawar yang cukup besar.

"Kau?"

"Aku minta maaf,"

Jaena tidak tahu harus berkata apa. Nyatanya ia kehilangan semua makian yang sudah akan keluar dari mulut kecilnya, berganti dengan rasa haru, rasa bahagia, rasa terlalu bergembira melihat idola itu menyempatkan dirinya datang dan meminta maaf sendiri kepadanya.

"Aku... Aku tidak tahu harus memulai darimana. Aku akan ber..."

Gadis itu berlari kecil dan membantu Jungkook berdiri, ia bukan siapa-siapa dan tidak patut diperlakukan terlalu spesial seperti ini. "Bangun, oppa."

"Apa kau memaafkanku?"

"Mari dengar dulu ceritamu."

Mereka berdua duduk berhadapan di ruang tamu Jaena yang berdinding putih tulang. Tapi tidak ada yang memulai bicara, hingga Jungkook menggenggam erat tangan gadis itu dan mengecupnya sekali.

"Jadi... orang yang temukan waktu itu, dengan interest yang sama, adalah diriku."

Cerita demi cerita mengalir dari bibir lelaki itu. Bagaimana ia benar-benar menyukai Jaena walaupun hanya melihat foto gadis itu, bagaimana ia membuat perjanjian dengan Jaewon untuk bisa menjaga Jaena karena ia tidak akan bisa menemani gadis itu di ruangan terbuka, bagaimana ia awalnya takut membuka jati dirinya. Semuanya.

Napas Jungkook mulai memendek, ia bahkan tidak mengerti kenapa produksi air matanya tiba-tiba meningkat. "Aku benar-benar minta maaf."

"Oppa, aku tidak spesial. Kau tidak harus mendatangiku seperti ini sedangkan kau masih harus menjalani jadwal selanjutnya."

Laki-laki itu menatap Jaena, gadisnya yang begitu manis walaupun tanpa olesan apa-apa pada wajahnya, gadisnya yang sudah ia klaim sendiri sebagai miliknya sejak dulu. "Untukku, kau begitu spesial. Apa gunanya menjalani jadwal kalau hati dan pikiranku terus gelisah memikirkanmu?"

Jaena tidak menyangka laki-laki ini bermulut manis seperti ini. "Terserah kau saja, tapi aku memaafkanmu."

"Benarkah?"

Jaena mengangguk. "Dan, jangan salahkan Jaewon Oppa... Ia begitu baik padaku. Ia juga tampan, menarik, dan jago rap."

"Satu hal lagi, Jae. Kau tidak boleh menyukai lelaki manapun selain aku. Ya, aku seposesif itu."

"Aku ini bukan siapa-siapamu."

"Wanita dan kode mereka." Jungkook menghela napasnya keras dengan sengaja. "Tunggu saja, sayang."






--
end?

ANOTHER JEONOnde as histórias ganham vida. Descobre agora