30

122 4 2
                                    

Kemala terlelap begitu nyenyak, cahaya matahari yang masih malu-malu berada di ujung langit dengan redup menyinari wajahnya. Melalui celah-celah ventilasi udara, melewati gorden berwarna putih tipis yang dibiarkan menutupi jendela. Ia tak sadar dengan kegiatan yang ada di kamarnya.

Ragu, sekali lagi Awan menatap Mama Kemala. Sebatu itu kah sampai ia tidak akan sadar jika dipindahkan dari singgasananya? Adalah hal yang tidak baik untuk tidur setelah sholat subuh, tetapi Kemala masih sulit melepaskan kebiasaan yang satu itu. Meski, itu memberikan keuntungan bagi Awan. Ia bisa menculik Kemala dengan lebih mudah karena gadis itu tidak akan rewel masalah toilet dan wajah yang cumal.

Perlahan ia mulai menggendong Kemala, perlahan-lahan melangkah dan mendudukkan gadis itu pada jok di samping kemudi. Kencana terkekeh kecil melihat raut wajah Awan yang begitu berhati-hati, Kemala bangun berarti rencananya tak sempurna.

"Perlengkapannya Kemala udah lengkap kan, Kak?" tanya Awan memastikan.

Kencana mengangkat kedua jempolnya. "Beres sampai kedasar-dasarnya, tenang aja... dia ngga bakalan rewel sekalipun barangnya ada yang kurang," ujar Kencana sembari terkikik. Ia seakan melihat sebuah drama remaja, menggelikan karena pemeran utamanya adalah adiknya sendiri.

Adalah sebuah keajaiban ketika Papa pulang dan mengatakan ia mengizinkan Awan untuk melakukan sebuah misi, dan semua orang yang ada di rumah harus membantunya. Kecuali Kemala, tentu saja.

Bayangkan saja, Papa belum lama menampar laki-laki itu dan sekarang mereka berada dalam satu misi rahasia. Papa tak semudah itu untuk ditaklukan, atau mungkin karena yang meminta kali ini adalah Awan. Mungkin karena semua hal yang terjadi adalah perbuatan Awan dan bukan laki-laki lain. Yang jika bisa dikatakan telah dianggap seperti putra sendiri oleh Papa.

Setelah Awan memastikan posisi jok yang ditempati Kemala membuat gadis itu nyaman, laki-laki itu segera menciumi tangan Mama Kemala dan tersenyum hangat sebagai balasan atas apapun yang dikatakan Mama Kemala. Awan memberi salam khas Paskibra pada Kencana, sebelum memutari mobilnya dan membunyikan klakson –tanda pamit.

Awan menghembuskan napas perlahan, dua tahap untuk misi Menculik Kemala telah selesai. Sekalipun menjadi yang pertama, tahap satu adalah yang paling menyulitkan. Meminta maaf sekaligus izin dari Papa Kemala, jika bukan karena perilaku baik Awan selama ini... Awan tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Papa Kemala atas kelancangannya.

Diliriknya Kemala yang tertidur lelap dengan baju tidurnya, rambutnya tergerai lembut menutupi dahi hingga nyaris kedua matanya. Ingin sekali Awan menyentil dahi itu, hanya karena namanya mengandung unsur batu bukan berarti ia harus menjadi gadis yang kepala batu. Awan tidak habis pikir jika gadis itu berani mogok bicara pada Papanya.

Sementara... mereka jelas-jelas salah.

Awan menikmati sinar matahari yang menyentuh wajahnya, ia menutup mata begitu mobilnya berhenti karena bertemu lampu merah. Ini adalah perjalanan yang berbeda dari biasanya, mereka akan menginap disana. Berkemah tepatnya. Menyerahkan sepenuhnya tugas kepada Ketua I dan Koordinator P2 untuk mengawasi latihan kali ini, Gia selalu bisa diandalkan tanpa perlu diberitahu untuk masalah surat sekalipun Awan yakin masalah persuratan telah beres.

***

Deburan ombak menghampiri pendengaran begitu ia terbangun dengan menghirup aroma laut, kedua matanya masih bertahan untuk tertutup. Ia berguling ke kiri dan merasakan sesuatu telah menghalanginya, bukan tubuh seseorang tentu saja. Kedua sisi tempat tidurnya bahkan tak bersentuhan dengan dinding.

Iris hitam itu bertemu dengan sinar matahari yang merambat melewati kaca mobil, cukup untuk membuat kedua matanya menyipit dan menganalisis keberadaannya. Kemala ingat aroma kulit dari jok mobil ini, ia tahu dengan sangat interior mobil siapa ini. Namun, kemana orang itu?

Perhaps.Où les histoires vivent. Découvrez maintenant